Bukaan 5 (4) - Into Another Dimension

97 11 0
                                    


Kedua mata Adel masih lekat memandangi bangau-bangau penjemput ruh yang terbang melintasi udara dan menembus bangunan rumah sakit begitu saja. Ia merasa ada magnet yang menarik-narik kakinya. Adel pun mengikuti ke mana hewan-hewan itu menuju. Ia mengambil jalan melewati tangga, sambil terus memperhatikan para unggas berbulu kelabu tersebut. Sampai tak lama, sekelompok sosok gaib itu saling berpencar dan perlahan tampak memudar.

Adel mengedarkan pandangannya. Ia baru tersadar telah menuruni tangga sampai ke lantai paling bawah. Perempuan itu sedikit tersentak saat seorang perawat menegurnya. Seorang suster wanita mendorong pasien wanita di atas kursi roda dan Adel menghalangi jalannya. Adel menggeser posisi berdirinya seraya mengucapkan maaf. Ia menoleh ke belakang dan mendapati pintu penghubung ruang IGD, tempat suster dan pasien tadi berasal.

Beberapa menit kemudian, pintu tersebut kembali terbuka. Seorang pria melangkah keluar diapit seorang petugas laki-laki berseragam IGD. Pria tersebut tampak gusar dengan isak tangis yang tertangkap jelas.

"Sabar ya, Pak. Sabar," petugas jaga di sampingnya berusaha menenangkan.

"Saya nunggu tiga tahun. Tiga tahun buat punya anak. Kenapa sekarang istri saya harus keguguran?" rintih sang pria sembari berusaha melepaskan diri dari petugas.

"Bapak tunggu dulu di sini ya, Pak. Kita tunggu dokter dulu supaya pemeriksaannya lebih pasti."

"Mana dokternya? Mana? Kenapa lama? Terakhir periksa saya lihat betul dengan mata kepala saya sendiri bayinya masih sehat, denyut jantungnya terdengar jelas, kenapa tiba-tiba bisa begini?"

"Iya, Pak, sabar ya, Pak."

Keributan di depan pintu IGD tersebut masih berlanjut. Beberapa orang yang sepertinya merupakan keluarga pria tadi, berdatangan menghampiri. Mereka ikut berusaha menenangkan sang suami yang kedengarannya masih tak terima atas kondisi abortus calon bayinya.

"Bo?" panggil Adel dalam hati.

Ia menoleh ke sekelilingnya.

"Bo!"

Sang bangau sama sekali tak menampakkan diri.

Sesaat kemudian Adel merasakan embusan angin menerpa wajahnya. Dalam sekejap, matanya menangkap sekelebat bayangan makhluk bersayap melesat menembus pintu IGD yang terbuat dari kaca.

Adel menimbang-nimbang keadaan sekitar. Apakah memungkinkan baginya masuk ke ruangan IGD untuk mengejar bayangan barusan. Karena perhatian orang-orang masih tertuju pada kericuhan suami pasien tadi, Adel pun cepat-cepat berjalan dan membuka pintu penghubung Instalasi Gawat Darurat.

Seketika itu juga, kakinya memijak alas berupa dahan kayu yang bergoyang. Adel nyaris kehilangan keseimbangan. Untungnya ia sempat memeluk dahan lain di sebelahnya. Adel mendengar suara berderak dari ranting kayu yang patah dan meluncur ke bawah. Ia terkesiap. Alih-alih memasuki sebuah ruangan di rumah sakit, Adel malah berpindah tempat ke atas sebatang pohon yang tinggi menjulang sampai menembus awan.

"Hati-hati, Adel," seru sebuah suara yang berbisik.

Adel tahu itu suara Bo. Ia juga melihat sesosok bangau tengah berdiri di atas anyaman ranting yang tersemat di sela-sela dahan pohon. Bentuknya serupa sarang raksasa yang belum selesai dibangun sempurna.

"Kemarilah!"

Dari posisi Adel yang bersandar memeluk dahan pohon, sarang itu masih cukup berjarak. Ia pun memanjat perlahan-lahan hingga mencapai bagian pinggir sarang. Kemudian Adel mendudukkan dirinya di samping sang bangau.

"Bo! Ini gue ada di mana?" pekik Adel.

Kepala bangau itu bergerak menoleh. Sorot matanya berbinar mengilat.

Baby-To-BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang