... and the journey will still continue ...

248 19 2
                                        


"Jangaaan!"

Saat pita suara Adel kembali berfungsi dan mengeluarkan bunyi memekik panjang, saat itu juga tubuhnya terjerembap menghantam lantai. Dengan sepasang mata yang memicing, belum terbuka sepenuhnya, Adel meraba-raba sekitar. Untungnya, perempuan itu hanya terjatuh dari ujung kasur, bukan tangga, atau tempat tinggi lainnya. Namun, tetap saja, Adel teringat sesuatu dan buru-buru bangkit untuk memeriksa kondisi perutnya. Meski tak parah, tapi ia takut sedikit guncangan saja bisa mengganggu keselamatan janin dalam kandungannya.

"Lho?"

Telapak tangan Adel mengusap-usap area perutnya. Ia bahkan sampai menyibakkan pakaiannya di depan cermin, dan mendapati bahwa perut menggembungnya kembali mengempes. Tak ada tanda-tanda keberadaan janin di dalam sana. Hanya bantalan lemak bergelambir yang menghiasi permukaan perutnya.

Astaga! Gue cuma mimpi?

"Kamu sudah terbangun, Adel?"

Adel menoleh cepat seiring kibasan sayap yang melintas di hadapannya. Tak lama Bo menampakkan wujudnya yang tengah melayang-layang dekat langit-langit kamar.

"Bo! Sebelum batas waktu tujuh hari, apa gue bisa tiba-tiba aja hamil?" todong Adel dengan nada panik.

"Tidak, Adel. Seingatku, kita masih punya waktu dua hari lagi."

Jawaban Bo sedikit melegakan Adel karena berarti benar tebakannya bahwa ia hanya hamil dalam mimpi belaka. Namun, hal itu juga membuatnya kalang kabut karena waktu yang dimilikinya tak lama lagi untuk mencari pemilik asli sang calon bayi.

"Gawat! Gimana ini? Otak gue udah nge-blank banget mau cari ke mana lagi!"

Adel sibuk bergumam sendirian sambil mondar-mandir ke sana-kemari dalam kamarnya. Sedangkan Bo hanya diam bertengger di atas lemari.

"Aku tak bermaksud mematahkan harapanmu, Adel, tapi jika sudah sesempit ini waktu yang ada, mungkin sebaiknya kita tak lagi mencari-cari dan lebih mementingkan kesiapanmu menerima apa yang nanti akan terjadi."

Langkah Adel terhenti. Pandangannya nanar ke depan. Dalam hening ia menyadari ada perubahan yang tak bisa terelakkan lagi. Seperti terwujud dari sensasi hormonal yang mulai timbul pada tubuhnya. Dadanya yang mulai terasa mengencang. Bagian perut bawahnya yang mulai kram dan nyeri. Suhu tubuhnya yang menghangat dari biasanya. Serta gejolak emosi yang naik-turun menunggu saatnya membuncah.

Perubahan fisik itu tak bisa Adel kendalikan. Tugasnya kini ialah mempersiapkan mental untuk menerima takdir, seperti kata-kata Bo barusan.

Tak ada kesempatan lagi untuk mencari-cari. Tak ada waktu lagi untuk menyalahkan keadaan.

Dengan raut wajah memucat, Adel menelan ludahnya sekali lagi, berharap segala kemelutnya ikut tertelan ke dalam kerongkongan.

Sesaat ia teringat, masih ada satu hal yang ingin dilakukannya sebelum benar-benar menerima perubahan. Ia perlu sesuatu untuk membasuh segala hal yang akan ditelan oleh jiwanya. Dan hanya ada satu tempat yang harus didatanginya sekarang juga ....

*

Kembali ke jalanan besar di tengah-tengah kota, Adel tak henti mengembuskan napas gelisah dan mencengkeram setirnya kuat-kuat. Melihat keramaian di depan matanya, membuat Adel berpikir tentang sikap orang-orang di mimpinya ketika mengetahui dirinya mendadak hamil.

Mungkin solusi terbaiknya adalah benar-benar menyepi dan mengasingkan diri. Sembilan bulan. Tiga puluh enam minggu, setidaknya, sampai ia melahirkan bayinya. Berarti ia juga mesti mengajukan pengunduran diri resmi dari Little Miracle, bukan sekadar rehat semata, dan berharap Ibuk serta rekan-rekannya tak menaruh curiga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 26, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Baby-To-BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang