"Tadi lo udah sempet ke sini belum, Bo?"
Setelah meninggalkan basement, Adel dan Bo kembali berada di lantai satu RSIA Soerjati.
"Sebenarnya belum, Adel, karena sangat ramai, aku jadi tidak berani."
Adel mendelik sesaat. Kenapa juga Bo harus keder, padahal dia kan tak kasatmata. Namun, begitu Adel betul-betul memperhatikan suasana yang terhampar di hadapannya, ia pun mengerti.
Area luas yang jadi pusat kegiatan utama di lantai dasar itu makin beranjak siang makin dipadati oleh para pasien dan pengunjung. Baik deretan tempat duduk di depan loket pendaftaran maupun barisan kursi yang mengarah ke meja pemanggilan pasien, semuanya terisi penuh. Ruang-ruang praktik dokter sendiri berada di dua lorong yang terpisah kiri dan kanan. Sebelah kiri untuk dokter spesialis kandungan dan kebidanan, sedangkan yang sebelah kanan untuk dokter spesialis anak. Di lorong-lorong itu pun terdapat beberapa buah kursi yang sama-sama ditempati pasien. Saking ramainya, ada juga yang terpaksa harus menunggu sambil berdiri.
Atmosfer seperti ini memang lumrah adanya, mengingat hari itu adalah akhir pekan. Namun, Adel paham mengapa sebagian orang –dan juga makhluk seperti Bo– merasa gentar berbaur dengan keramaian. Tak heran jika mayoritas klien Adel di Little Miracle memilih melakukan kontrol pemeriksaan dan tindakan persalinan di tempat yang lebih sunyi dan tenang, seperti rumah-rumah bersalin atau klinik bidan. Tempat-tempat yang lebih sederhana dan homey, dengan dekorasi yang mengusung nuansa alam, ambience instrumental berpadu gemercik air dan cicit burung. Semua demi membangun efek relaksasi dan ketenangan jiwa yang teramat krusial bagi kelancaran proses gentle birth.
RSIA Soerjati sebetulnya juga berusaha memberikan nuansa yang selaras dengan tujuan tersebut. Terbukti dengan adanya area taman terbuka di tengah-tengah bangunan yang memisahkan lorong poli obgyn dengan poli anak. Di sana terdapat beberapa tanaman menghijau serta kolam ikan lengkap dengan air mancurnya. Sayang, keramaian manusia di hari itu terasa menguasai dan mengalahkan vibes ketenangan alam tersebut. Alih-alih gemercik air dan desau dedaunan, yang mendengung di telinga adalah riuh rendah suara-suara manusia, derap langkah kaki, jerit anak-anak berlarian, pekik bayi menangis, decit roda stroller didorong ke sana ke mari, serta gema pengeras suara mengumumkan nomor panggilan pasien.
Adel menghela napas lagi. Masih teringat keinginan Mbak Ingka untuk menghindari rumah sakit besar dan berencana lahiran alami di Klinik Bumi Gaia milik Ibuk. Meski Mbak Lola sempat meyakinkan Adel bahwa kliennya telah menerima semua yang terjadi dengan ikhlas, entah mengapa Adel, sang doula yang sejatinya mendampingi Mbak Ingka berproses sepenuh tenaga berusaha – seluruh jiwa berserah, nyatanya kini malah lebih sulit bersikap legowo.
"Ayo kita perhatiin satu per satu, Bo," ujar Adel, mengusir kegalauannya.
Bo setuju dan mulai melayang mengitari ruangan. Sementara Adel menyapukan tatapannya dari barisan kursi paling depan. Kebanyakan yang duduk di sana terlihat melakukan aktivitas yang kurang lebih sama. Antara berkutat dengan ponsel, membuka-buka buku catatan medis, atau menikmati camilan yang dibekal. Mayoritas ibu hamil yang duduk di sana tampak hadir sendiri. Yang bersama pasangannya bisa dihitung jari. Itu pun para suaminya tampak asyik sendiri bermain mobile game di ponsel demi mengusir rasa bosan. Sisanya memilih meninggalkan sang istri di dalam dan pergi keluar untuk merokok atau duduk-duduk di balkon depan rumah sakit.
Sesaat kemudian, Adel mendengar seorang suster memanggil satu pasien untuk menuju ke meja pemeriksaan awal. Di sana para pasien akan diukur berat badan, tinggi badan, serta tensi darahnya. Hasil pencatatan akan ditulis di dalam buku rekam medis berikut kisaran usia kandungan dan apakah ada keluhan yang dirasakan pasien. Saat pasien yang dimaksud mendatangi suster tadi, Adel melihat pasien itu turut serta membawa anak pertamanya yang masih berusia bayi, mungkin sekitar satu tahunan. Ia sempat celingukan mencari suaminya, sebelum berteriak memanggil pria yang berjalan santai dari arah kantin. Setelah menitipkan bayinya kepada sang suami, wanita itu lalu duduk menghadap suster dan tersenyum gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby-To-Be
FantasyMeski berprofesi sebagai birth doula, Adelia sendiri tak pernah ingin menjalani kehamilan. Pengalaman buruk keluarganya di masa lalu membuat Adel menganggap dirinya akan turut mewarisi kegagalan yang sama. Sampai kemudian, Adel didatangi Bo, seekor...
