Bukaan 6 (2) - Coming Back Safely

111 12 0
                                        


Aduh!

Adel meringis sambil mengusap-usap dahi sehabis kepalanya tadi menyeruduk setir mobil.

Yang barusan itu ... apa? Cuma mimpi?

Ia menyapukan pandangannya ke sekeliling. Mobil masih terparkir aman di lahan parkir RS Magnolia. Sementara di kursi penumpang sebelahnya, tubuh Bo tergolek lemah.

Adel lantas tersadar, tangan kanannya masih menggenggam sesuatu. Ada kain gendongan Bo yang menggulung dengan bagian tengah masih menggembung. Ia mengernyit. Jika kejadian barusan hanya mimpi, mengapa kondisi Bo serta dirinya persis sama dengan kali terakhir mereka berada di dimensi gaib? Adel bahkan bisa merasakan nyeri lebam dan perih luka di beberapa bagian tubuhnya.

Akan tetapi, jika bukan mimpi, bagaimana caranya mereka bisa tiba-tiba melarikan diri dari kejaran angin hitam yang hendak merebut ruh dalam kain ini? Apa yang terjadi pada Bo hingga dirinya terbujur lemas seperti ini?

Sang doula terdiam. Sambil memejamkan mata, ia mencoba mengatur napas dengan perlahan-lahan menarik udara lewat hidung dalam hitungan 1-2-3, lalu mengembuskannya kembali lewat mulut dalam hitungan 1-2-3-4. Metode ini biasa dipraktikkan ibu hamil kala menempuh proses kontraksi menjelang persalinan.

Setelah dirasa gelisahnya mulai mereda, Adel membuka mata dan menyandarkan punggungnya dengan lebih relaks. Mesin mobil belum lagi dinyalakan. Adel membiarkan keheningan meliputinya sejenak. Beberapa hari ke belakang ia merasa dirinya teramat sibuk, secara pikiran dan perasaan, fisik maupun batin. Lagi, ia menatap Bo dan kain gendongan di tangannya secara bergantian.

Kalau bukan karena kehadiran makhluk ajaib ini, mungkin ia bisa lebih bersantai menikmati hari-hari dan juga berpikir lebih jernih demi kelanjutan kariernya ke depan. Ada pepatah yang bilang, kita bertemu orang-orang dalam hidup ini, bukannya tanpa alasan. Mereka akan tinggal menjadi bagian dari hidup kita, atau pergi dengan memberikan pelajaran.

Dalam kasus ini, apakah Bo akan pergi, meninggalkan ruh bayi dalam kain agar menetap jadi bagian hidup Adel?

Eh?

Perempuan itu menoleh cepat ke kanan dan ke kiri, seraya menajamkan pendengarannya. Entah itu suara angin atau apa, tapi telinga Adel rasanya menangkap sayup-sayup bebunyian seperti berbisik di dekatnya. Padahal semua kaca jendela tengah tertutup rapat.

Adel menggeleng pelan. Bisa jadi ini hanya sisa-sisa halusinasinya semata. Ia pun mencoba menggoyangkan tubuh Bo untuk membuatnya terbangun. Karena tak kunjung terjaga, Adel pun berniat memasangkan kain gendongan yang ada di tangannya kembali ke tubuh Bo.

Sesaat ia tertegun. Bukankah ini kesempatan yang tepat untuk menguak sendiri wujud asli ruh bayi tersebut? Bahkan, jika apa yang Bo katakan benar tentang larangan untuk menyingkap buntalan kain itu, bukankah saat ini Adel sungguh leluasa melakukannya? Ruh bayi itu akan segera musnah. Begitu pun masalah yang dihadapi Adel. Beban berat yang mengancamnya selama beberapa hari ini akan terangkat seketika.

Kalau demikian adanya, kenapa juga Adel mesti repot-repot menyelamatkan buntalan kain ini saat hendak direnggut oleh sang bayangan hitam? Padahal, seandainya ia membiarkannya diambil, mungkin sekembalinya ia ke dunia nyata, segalanya akan berubah menjadi lebih baik.

Sambil masih merenungi salah atau benar keputusannya, Adel meletakkan buntalan kain di tangannya ke pangkuan. Entah mengapa saat itu terasa ada sebuah dorongan untuk mencoba berkomunikasi lagi dengan ruh yang ada di dalamnya.

Adel pun menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya sampai terasa hangat. Kemudian ia mengangkat kain yang menggulung dan menggenggamnya dengan telapak tangan kiri, sementara tangan kanannya menelungkup di bagian atas.

Baby-To-BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang