Not First Love

166 30 1
                                    

Mark menatap takjub pada beberapa paper bag dengan merk pakaian dan sepatu ternama kesukaannya. Namja itu kemudian mengambil salah satu paper bag berwarna hitam. "Wow! That's all....." dia menunjuk semua paper bag yang diletakkan Jaehyun di meja ruang tengah penthousenya. "For me?" Tanyanya.
Jaehyun mengangguk. "Aku kan beberapa hari yang lalu sudah tanya kau mau apa tapi kau malah memberikan emoji aneh-aneh, dasar remaja labil." Geleng Jaehyun sembari melepas dasinya. Johny yang juga ada di sana hanya terkekeh.
"Dia membeli semua barang keluaran terbaru- dan itu pasti sesuai dengan ukuranmu. Ahh...kau tahu, dia bahkan membelikan model sepatu Prada keluaran terbaru yang kau sukai di Instagram." Lanjut Johny.
Mark melotot. "Really??!! Wahhh! Aku meminta pada daddy saja tidak diberikan! Hyeong!! Aku jadi anakmu saja ya??!!" Pekiknya ke arah Jaehyun yang berjalan ke arah kamarnya.
"TIDAK! AKU MAU TAK MAU SUZY JADI DOKTER YANG MENIKAH DENGAN DUDA!" Teriaknya.
Johny terkekeh.
"Hei dude, ayahmu tak memberikan karena itu bukan barang prioritas. Lebih baik, kau cari cara agar ayahmu tak cerewet karena kau bawa banyak barang saat pulang."
Mark melotot. "Aiiihhhh...- hey, its okay! Aku tak akan bawa ke rumah." Kekehnya puas. Johny mencibir. "Benar-benar anak Lee Dongwook."
**

Jaemin sibuk membolak-balik kertas dari buku cetak di hadapannya. Remaja itu bahkan tak terganggu dengan kebisingan kelasnya, sampai teriakan Jeno yang mengumpat karena kalah memainkan game nya.
"Eh?" Jaemin mengernyit saat beberapa tumpuk buku menggeser lengan tangan kirinya. "Heejin? Waeyo?" Tanyanya heran pada gadis berambut panjang dengan poni tipis yang tiba-tiba berdiri di sisi kiri mejanya.
"Ayo ke perpustakaan saja. Aku tak bisa fokus di sini." Ucapnya lirih.
Jaemin mengernyit. "Huh? Kau bicara apa?" Sungguh, Jaemin tak bisa mendengarnya dengan jelas- kelasnya berisik sekali. Yang dia pahami hanya kata 'ayo' dari bibir kecil Heejin, selebihnya ia hanya melihat gerak samar bibir gadis itu.
Merasa Jaemin tak mendengar kalimatnya, Heejin menghela nafas lalu kembali mengulang perkataannya.
"Ayo kerjakan di perpustakaan saja..." kali ini agak keras, tapi justru bertepatan dengan suara teriakan Jihoon.
"YAAK!! MAIN YANG BENAR KIM SUNWOO!" Pekik Jihoon.
Jaemin semakin mengernyit. "Andeuryo!" Namja itu setengah memekik. "Tu-"
"CHOI JAEMIN AYO KE PERPUSTAKAAN SAJA!" Heejin berteriak kesal. Tapi setelahnya justru hening, seluruh pasang mata di kelas menatap Heejin dengan tatapan tak percaya.
"Lis saja..." Jaemin berusaha meneruskan kalimatnya yang terputus.
Heejin tiba-tiba merutuki tindakannya. Dasar teman-teman kurang ajar. Tadi saja saat dia berkata pelan, mereka berisik, sekarang saat dia berteriak, mereka malah diam. Gadis itu menunduk, tangannya memilin ujung jas sekolahnya.
Jaemin yang melihat itu diam-diam tersenyum, lalu segera membereskan buku-bukunya.
"Wahh...kalian mau berkencan ya?" Goda Jimin. Gadis itu memang terkenal paling suka menggoda Heejin.
Heejin buru-buru menggeleng. "Ti-tidak. Aku dan-"
"Eoh. Kami tak mau kalian mengganggu waktu berharga kami. Ayo Jini~ya." Dengan lancangnya Jaemin mengusak rambut hitam Heejin dan segera menumpuk bukunya dengan buku gadis itu.
"Woww!! Apa ini!! Wahh..kalian benar-benar berkencan?!" Jihoon memekik heboh.
"Eoh. Aku dan Heejin berkencan, mulai saat ini." Jaemin menatap Heejin dengan senyum tipis, membuat gadis itu terdiam. "Ayo." Jaemin memimpin langkah keluar kelas, lalu disusul Heejin.
"WOAHHH! JAEMIN JINCA DALLA!" Jihoon memekik kencang, membuat Jeno dan Yoshi menutup telinga bersamaan.
"Haishhh..tak usah berteriak." Yoshi mendumal.
Jihoon hanya terkekeh, tapi setelahnya justru mendapatkan pukulan di kepala dari Aeri. Si gadis tomboy pindahan dari Jepang.
TUK.
"Diam Park."
"Auch! Aeri~ya...appo~~" rengek namja itu.
"Kau berisik."
"Aeri..." Jihoon kembali merengek.
Jeno menggeleng. "Putuskan saja dia." Kekeh namja itu.
"Ya!" Jihoon memekik.
"Tak usah berteriak Jihoon!" Aeri menatap tajam. Dia kan baru saja mau tidur.
Jihoon mencebik. "Arasseo- jangan putuskan aku yaa..." namja itu menatap melas.
Aeri mengangguk. "Diam makannya, aku mau tidur."
Jihoon tersenyum senang. "Ne! Kemari, pakai pundakku."
Jeno mencibir. "Kemari, pakai pundakku. Tsh." Berusaha meniru perkataan temannya itu.
Jimin terkekeh. "Hya, kau iri?" Bisik gadis itu.
Jeno menggeleng. "Ani."
Jimin terkekeh. "Padahal kalau kau iri, mau aku panggilkan Lia." Lanjutnya.
Jeno mengernyit. "Tiba-tiba?"
Jimin mengangguk. "Tentu saja. Dia kan menyukaimu."
Jeno segera menoleh ke arah teman sekelasnya itu. "Na?"
Jimin sebagai orang yang tidak sabaran, tentu saja menatap jengah. "Tak ada lagi nama Lee Jeno di sekolah ini."
"Tapi- aku tak menyukainya."
Jimin mengedik tam peduli. "Aku tak peduli, lagipula aku cuma menyampaikan apa yang aku tahu, kupikir kau akan tertarik."
Jeno mengedik. "No- but thanks."

Love In EmergencyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang