OMH | 35

796 58 6
                                    

Sesampainya di Pesantren Ar-Rayyan, Arkan dan Qilla memasuki rumah yang tidak terlalu mewah dan tidak terlalu sederhana, apa si namanya.

Rumah dengan 2 kamar dan dilengkapi rooftop. Mengarah langsung ke gerbang asrama putra dan putri.

Rumah Arkan dengan Qilla  bernuansa putih tulang dan gold. Bangunan bangunan disampingnya pula tertata rapi layaknya komplek.

Memang komplek, tapi rumah rumah disampingnya sedikit karena masuk kawasan pesantren.

Samping kiri terdapat asrama putri, dan samping kanan terdapat asrama putra. Dibatasi oleh pagar yang sangat tinggi dengan kawat listrik disana sehingga para santri lebih aman.

Bangunan bertingkat lima dengan perpaduan warna hijau. Setiap kamar berisi 10 kasur bertingkat. Kelebihan dari pesantren Ar-Rayyan pusat ini yaitu sedang dibuatnya Universitas dan Madrasah Aliyah.

Namun, kekurangannya yaitu Ikhwan dan Akhwat masih bisa saling bertemu karena pendidikan sekolah. Berbeda dengan pesantren Ar-Rayyan cabang 2, yaitu cabang terkahir.

Dengan keketatan dan peraturan agama yang keras, maka Ikhwan dan Akhwat sama sekali tidak bertemu, bahkan jarak asrama putra dengan putri sangat sangat jauh.

Terkahir, Ar-Rayyan cabang 1. Termasuk pesantren yang memperbolehkan santrinya bersekolah formal di luar pesantren. Masih bisa bertemu dengan lawan jenis namun dalam kurun waktu tertentu.

Misalnya ketika upacara di pesantren dan di masjid. Tidak memiliki sekolah sendiri dan hanya bertingkat 3.

Qilla tengah berkeliling mengitari pesantren. Arkan tengah sibuk mengurusi pesantren. Baru pindah langsung sibuk, bukannya beres beres malah jalan jalan. Namanya juga keluarga bahagia.

Qilla melihat lihat banyaknya santri yang tengah mengantri di kamar mandi. Ia berdiri ditengah tengah gerbang putri. Gerbangnya saja 5 meter.

Beberapa santri putri melihat Qilla dengan tatapan kagum. Terlihat sangat cantik hari ini dengan memakai gamis berwarna Krem.

Satpam disana menunduk sambil membukakan pintu gerbang.

"Silahkan masuk Ning" ucap si satpam.

Qilla menatap satpam itu dengan tatapan yang sangat julid.

"Dikira nama gue Ningsih apa?" Ucap Qilla dalam hati.

Qilla memasuki pesantren itu dengan tatapan kagum. Sangat besar dan juga bersih. Beberapa santri putri yang tengah mengantri WC dan beberapa yang tengah duduk langsung berlari menghampiri Qilla.

Banyak sekali yang meminta bersalaman dengannya.

"Ah elah jadi seleb kan gue" batin Qilla.

Banyak sekali yang berbondong-bondong, entah mereka kenal Qilla dari siapa padahal baru saja kemari.

"Masyaallah, Ning Qilla ya?" Tanya seorang ustadzah yang kebetulan lewat disana.

Qilla tersenyum kikuk sambil mengangguk.

"Gimana kabarnya ning?" Tanya ustadzah itu lagi.

"Alhamdulillah baik"

"Oh iya, yaudah saya duluan ya ning" ucap ustadzah itu lalu pergi.

"Idih gaje banget tu orang" batin Qilla.

Setelah acara salam salaman berakhir, ia melanjutkan acara berkeliling nya yang tadi sempat tertunda. Bersih sekali, bahkan di tong sampah pun tidak ada sampahnya.

Sampai akhirnya ia berhenti di dapur pesantren putri. Tempat yang lumayan besar dengan daging sayuran dan buah buahan yang melimpah.

Ia melihat seorang wanita tua disana sedang mengiris daun bawang.

"Permisi" ucap Qilla.

Wanita tua itu menoleh sambil tersenyum lalu membasuh tangannya dan mengelap tangannya dengan kain bersih yang menempel di dinding.

"Eh Yaallah, ning Qilla ya?" Tanya wanita tua itu.

"Hehe iya bu"

Wanita itu meminta tangan Qilla lalu ia sedikit membungkukkan badannya.
Qilla reflek menyentuh bahu wanita itu sambil membantu menegakkannya.

"Gus Arkan kesini juga?" Tanya wanita itu.

"Iya bu"

"Sudah lama sekali ya, saya nggak bertemu Gus Arkan, terakhir pengesahan sama pidato di pesantren ini, gimana? Udah dapet momongan ning?"

Qilla tersenyum kikuk, "b-belum bu, insyaallah secepatnya"

Wanita itu tersenyum sambil mengangguk lalu tiba tiba-tiba seorang santri putri datang dengan nafas tersengal.

"Bu! Fatimah lihat hantu lagi Bu!" Ucap santri putri tersebut.

Wanita yang tadi dipanggil Bu itu langsung bergegas mengikuti arah santri itu. Qilla pun tak kalah kepo, ia mengikuti perginya ibu dan santri itu.

Sangat ramai sekali di luar kamar santri yang tengah kesurupan tersebut. Hanya melihat dan tidak ada yang menolong. Untung tidak ada hp.

Qilla melihat dari jendela kamar tersebut, jilbabnya acak acakan dan mengepal sambil menangis di pojokan kamar. Ibu itu datang lalu menenangkan santri itu dengan ilmu agamanya.

Tak lama, tangis gadis tersebut mereda dan tiba tiba ia pingsan. Beberapa dewan pesantren datang turun tangan mengatasi santri tersebut.

Dari sikap para dewan, Qilla mengerti mungkin hal ini sudah biasa terjadi. Ia kembali mengikuti arah perginya para PMR itu.

Mondar mandir tidak jelas, bak anak kucing saja.

Sesampainya di puskesmas pesantren, Qilla ternganga dengan fasilitas yang ada. Bahkan seperti rumah sakit. Terdapat beberapa dokter dan juga ambulance.

Ia membuka satu pintu dan melihat didalamnya ada apa saja. Terdapat brankar, kamar mandi dan beberapa lemari. Tidak ada yang namanya televisi.

Di lorong lorong puskesmas itu pun selalu terdengar suara kajian Alquran. Jadi tidak ada istilah menakutkan dan setan di lorong lorong yang sepi dan gelap.

Ia keluar dari puskesmas dan melanjutkan jalanya menuju sekolah. Lumayan lelah pula menurutnya namun ini sangat seru! Bak berkeliling dunia.

Ia mengurut sekolah dari yang paling kecil, yaitu RA. Ia melihat bangunan tersebut, memiliki tingkat 1 dan beberapa wahana bermain mini disana.

Lalu ia berjalan dan melihat ada MI disana. Memiliki kolam kecil ditengahnya dan jembatan. Sangat sejuk dengan beberapa hewan hewan disana.

Lalu ia berjalan dan melihat MTs. Memiliki lantai empat dengan ruangan kelas yang sangat banyak. Terlihat masih sangat baru dan sekarang ia berjalan dan melihat pembangunan Madrasah Aliyah dan juga universitas.

Benar benar kagum dengan Arkan. Entah habis berapa miliyar untuk membangun tiga pesantren dan beberapa perusahaan. Tentu yabg dipikirkan oleh Qilla hanyalah ngepet.

Pembangunan madrasah Aliyah tinggal 20 persen saja, hanya meng amplas lalu mengecat dan menata pagar. Sementara universitas, kurang lebih baru 40 persen karena begitu besarnya dan juga isinya tentu tidak sembarangan.

"Gue kurang bersyukur banget ya, udah dapet suami ganteng, Soleh, kaya, baik banget eh gue milih Gheva"

"Pengen banget gue ngungkapin semua ke Arkan tapi ya namanya juga gue masa nggak gengsi"

"Nyesel gue belum jadi istri yang baik, kek gue tuh cuma numpang makan, berak, tidur doang kalo sama Arkan"

"Tapi Arkan juga salah lah, ngapain coba dia mau ma gue, tau ah gue ovt"

Qilla tengah ber curhat dengan kolam kecil di depannya dan tiba tiba sebuah tangan kekar memeluknya dari belakang. Detak jantungnya berdegup kencang, serta jiwanya menghangat.

"Ana uhibbuki fillah, zaujati"

.
.
.

Affakah kalian kamgen?

Oh My Husband...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang