Setelah menghabiskan nasi kebuli bersama Arkan dan anak anak tadi, Qilla dan Arkan kini tengah mencari toko kurma. Sudah sangat banyak toko kurma yang mereka lewati, tetapi Arkan tak kunjung menghentikan langkahnya.
Sudah lama pula ia berjalan, "Arkan, mau kemana sih? Jauh banget deh"
"Udah ikutin aja"
Setelah beberapa menit kemudian, Qilla melihat banyak sekali pohon pohon yang menjulang tinggi. Itu adalah pohon kurma. Tingginya saja 25 meter, tetapi banyak yang masih kecil-kecil.
Mata Qilla berbinar melihat itu. Pertama kali ini ia melihat langsung pohon kurma. Banyak yang tengah mengolah kurma disana.
"Assalamu'alaikum ya akhi" ucap Arkan.
Orang orang disana berhenti dengan aktivitasnya sambil menjawab salam. Salah satu orang paling tua di sana langsung datang menghampiri dengan tersenyum.
"Kaifa haluk, Arkhan?"
"Bikhoirin alhamdulillah, anta?"
"Alhamdulillah"
"Anti?" Tanya pria itu kepada Qilla.
Arkan peka, ia menanggapi pertanyaan Bahasa Arab dari pria itu.
"Alhamdulillah, Hiya zaujati" ucap Arkan sambil tersenyum.
Selepas itu, mereka berbincang bincang kecil lalu melanjutkan langkah kakinya menuju kebun kurma milik pria tadi.
"Khan, kok kamu kaya kenal? Atau memang kamu terkenal?"
"Itu teman karibnya Abbi, namanya Husain, pemilik kebun kurma paling besar dan paling enak"
Qilla mengangguk sambil menatap kurma-kurma yang terlihat sangat lezat walaupun belum masak. Banyak sekali, mungkin seperti kolang-kaling bahasa Indonesianya.
Pak Husain mengajak Arkan dan Qilla untuk mencicipi beberapa kurma, dan!!!! Rasa yang dinanti-nanti! Sangat lembut, manis pokoknya enak deh. Sangat nikmat! Walau begitu, Arkan dan Qilla tetap makan dengan duduk.
Kurma terenak yang pernah Qilla rasakan.
Pak Husain tersenyum kala mendapat pujian dari Arkan mengenai rasa kurma tersebut. Ia membawakan Arkan dan Qilla sebuah kotak kardus yang berisikan kurma-kurma dari kebunnya. Dan ketika Arkan pulang ke Indonesia nanti, pak Husain akan membawakan banyak kurma untuk teman lamanya, Aqmar. Ujar pak Husain.
Setalah mencicipi dan menelusuri kebun pak Husain, akhirnya Arkan dan Qilla memutuskan untuk pamit karena ingin menjelajahi negri Makkah ini.
Qilla terlihat sangat senang hari ini. Hatinya terasa lebih lega karena mengungkapkan perasaannya pada Arkan, makan bersama anak anak, dan sekarang mencicipi kurma asli Arab secara rill.
"Khan, kan kamu pemilik pesantren, kok kamu nggak ngurusi santri santri dihotel?"
Arkan terdiam sejenak, "semua sudah diatur dewan pesantren, aku kan cuma nemenin sebagai pemilik pesantren, nah ibaratin aja kita lagi bulan madu"
Qilla terkekeh, "kalo aku manggil kamu mas gimana? Boleh nggak?"
"Boleh banget, terus kalo aku panggil kamu Humaira?"
"Humaira siapa ih?!"
Arkan terkekeh sambil mengelus kepala Qilla, "Humaira itu kata dari bahasa Arab yang berarti putih campur merah, atau biasanya berpipi merah, kaya kamu digombalin dikit aja blushing"
Dibalik cadarnya, pipi Qilla bersemu namun sekarang ia pura-pura ngambek. Ia melipat kedua tangannya lalu berbalik membelakangi Arkan.
Arkan tertawa terbahak-bahak membuat Qilla merinding sendiri. Arkan mencoba menyentuh tangannya namun ia menyingkir dan berakhir lah aksi kejar kejaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh My Husband...
Non-Fiction"Ats tsalju hadiyyatusy syitaa'i, wasy Syamsu hadiyatush shayf, waz zuhuru, hadiyyatur Robi, ya Humaira" ucap Arkan berbisik di telinga kanan Qilla. "A-apaan sih!, minggir!" Qilla mendorong bahu Arkan agar menjauh darinya, jika tidak bisa bahaya kal...