12. BERTEMU EYANG

53.8K 3.1K 118
                                    

SELAMAT MEMBACA KISAH ANARA DAN DIKA.

***

"Mau siapapun yang berusaha deketin gue. Lo tetap pemenangnya, Nara," ucap Dika seraya mencium telinga gadis itu.

Lama mereka dalam posisi berpelukan. Oh, lebih tepatnya Dika yang memeluk Anara. Gadis itu tidak memberontak sedikitpun. Anara merasa nyaman berada di dekat Dika. Apalagi saat ini, tangan cowok itu mengusap perut buncitnya.

"Dika.., dilihatin orang," bisik Anara.

"Biarin. Udah halal kok," balas Dika.

"Ih, Dika!" Anara mendorong tubuh cowok tersebut, "aku malu tau."

"Oh, berarti kalau di rumah boleh, ya? Kan nggak ada yang lihatin," goda Dika.

Anara mencoba untuk tidak tersenyum. Ini kenapa dia jadi baper sama Dika, ya? Apa mungkin cemburunya juga karena bawaan bayi?

"Aku mau pulang!" kata Anara.

"Iya, Ibun. Kita pulang ke rumah," sahut Dika.

"Naik motor?" Anara memandang kuda besi dan sang empunya secara bergantian. "Kamu lupa aku lagi hamil —"

"Peluk gue, biar aman," bisik Dika.

"Aku jadi nggak yakin kamu enggak pernah pacaran, Ka. Soalnya kamu dasarnya tukang modus," tukas Anara.

Anara mengambil helm yang memang dibawa Dika untuknya. Tatapannya tak lepas dari cowok berkulit sawo matang itu. Anara sadar, ia memang sudah menerima kehadiran Dika. Bagaimanapun, dan sampai kapanpun, ia memang akan bersama Dika.

Dika membantu Anara untuk naik ke motor besar itu. Kedua tangannya sebagai tumpuhan, agar gadis tersebut bisa naik ke motor dengan mulus, baru, lah, Dika pun menyusul.

"Peluk, nggak?" Dika mengintip gadis itu dari kaca spion.

"Nggak!"

Dika mengangguk. Lalu segera menghidupkan motor, dan keluar dari parkiran.

Jakarta dan Anara adalah kehidupan Dika.

Motor sport itu melaju dengan kecepatan sedang. Sang empunya sadar bahwa ia sedang memboncengi perempuan hamil. Jalanan Jakarta terlihat lebih lenggang.

"Jangan ngantuk, Anara," peringat Dika.

"Enggak!" sahut Anara.

Bohong ... Anara sedang menahan kantuk luar biasa. Dan Dika menyadari itu. Ditariknya kedua tangan gadis tersebut, lalu ia lingkarkan pada pinggangnya.

Dika tersenyum tipis, ketika Anara bersandar pada punggungnya. Ia mendongak sedikit, melihat cerahnya langit kota Metropolitan.

***

Tiga bulan sudah usia kandungan Anara. Perutnya sudah lebih buncit. Ia lebih sering kelelahan, dan juga mual-mual.

"Sudah siap?"

Anara melihat pemilik suara itu dari pantulan cermin. Dika sudah rapih, bersiap untuk menemaninya ke dokter kandungan. Hari ini memang jadwal cek kandungannya.

"Kira-kira, bisa nggak, ya, kita sembunyikan semua ini sampai lulus nanti?" tanya Anara sedih.

Dika berjalan menghampirinya, lalu duduk pada bibir ranjang. Pandangannya jatuh pada perut Anara.

"Gue nggak bisa kasih kepastian tentang ini, Nara. Tapi, yang harus lo tahu, gue akan selalu ada disamping lo."

"Aku pegang ucapan kamu!" tanda Anara.

ANARA UNTUK DIKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang