Pertemuan Pertama

2.6K 236 14
                                    

Tiga bulan yang lalu, Pelita kelimpungan mencari Awan. Ia kehilangan koordinat keberadaan sang putra kala menjemput ke sekolah, tetapi tak menemukan apa-apa. Ia tadi bekerja dan kesialan menimpa. Komplainan kurang bersihnya lantai satu membuat sang atasan melimpahkan tugas untuk membersihkan ulang lantai tersebut pada Pelita seorang. Menyebalkan!

Pelita mencoba tenang selepas agak panik. Baru saja ia ingin menyambangi kantor polisi untuk melaporkan dugaan penculikan, ponsel wanita itu berbunyi. Satu nama tertera di sana. Rasa lega tiba-tiba berhambur dalam dada. Dikarenakan Lintang Kirana adalah nama Miss Bahasa Inggris Awan, Pelita segera mengangkat panggilan telepon dengan segera.

“Assalamualaikum, Lita Imut.” Suara riang menyapa.

“Waalaikumussalam, Miss. Apa Awan bersama Miss Lintang?” tanya Pelita tanpa ditutup-tutupi lagi.

Lintang tertawa renyah di seberang sana. “Hmm. Padahal aku inginnya kamu itu jawab bener-bener. Misal, waalaikumussalam, Miss Lintang yang unyu. Huh dasar! Iya-iya, Bawel plus Ceroboh. Awan sama aku. Lihat dulu sepuluh pesan dariku.”

Pelita terdiam lama. Sambungan telepon masih terhubung kala jarinya melihat menu WA. Dan benar saja, penjelasan Awan bersama Lintang ada di sana, pesan diarsipkan. Menebas dada, Pelita merutuki kecerobohan diri.

“Maaf, Miss. Saya benar-benar tidak tahu. Tadi juga ada pekerjaan tambahan. Sekarang, Awan sama Miss Lintang di mana?” tanya Pelita.

Di seberang, Lintang hanya geleng-geleng kepala. Sebulan menganggap Pelita teman tak membuat wanita itu merasa nyaman. Padahal, Lintang benar-benar tertarik dengan kepribadian Pelita yang menurutnya unik. Pelita itu ceroboh, keras kepala, dan sulit didekati orang luar. Sungguh berbeda dengan putra menggemaskannya bernama Awan. Anak didiknya itu lebih cerewet, ramah, dan mudah berbaur. Padahal ada pepatah yang menyatakan buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Namun, kenapa tak bisa diterapkan pada Awan dan Pelita, ya?

“Awan sama aku ada di Mall Cipinang Indah, Lit. Tepatnya di Restoran Ta Wan.”

“Saya ke sana—”

“Kamu harus ke sini dan harus mau makan siang bersamaku, ya! Wassalamualaikum.”

Perkataan tegas dari Lintang membuat Pelita enggan. Jujur wanita itu tidak suka berteman. Ia lebih suka memiliki hubungan walmur dan wallas dengan wanita energik bernama Lintang Kirana. Namun, Pelita merasa kasihan juga kala Lintang memaksa bahkan memohon dirinya. Akhirnya, mengenyahkan ego, Pelita menerima tawaran makan siang dengan janji dalam hati bahwa ini terakhir kali.

Setengah jam perjalanan, Pelita datang. Wanita itu berpeluh-peluh dan tersenyum tipis kala Lintang melambaikan tangan penuh senang. Sambutan ramah pun ia dapatkan.

“Pelita ... akhirnya kamu ke sini juga. Apa aku harus culik Awan biar kamu mau menganggapku teman juga menerima traktiran makan siang?” tanya Lintang kala mereka sudah duduk berhadapan.

Pelita menggeleng. ”Bukan begitu, Miss. Saya merasa merepotkan Anda jika begini. Seandainya, traktiran makan siang itu bayarnya bisa bergantian, saya mau saja. Tetapi ini tidak. Anda terus-terusan mentraktir saya juga Awan. Itu sedikit membuat saya kehilangan harga diri.”

Pelita berujar jujur tanpa tedeng aling-aling. Sikap itu pula yang enggan membuatnya berteman. Ah ya, dia lupa rasanya berteman selepas memutuskan menganut prinsip untuk berharap pada diri sendiri.

Di ujung meja, Lintang merasa ungkapan Pelita benar. Rasa bersalah hadir begitu saja. Wanita itu lantas mengulurkan tangan dan menatap Pelita dengan perasaan penuh kesungguhan.

“Maaf, Lit. Aku minta maaf jika itu melukai harga dirimu. Selain itu ... mari berteman.”

Menatap Lintang, Pelita terdiam. Ada rasa enggan, kasihan, dan sungkan. Lintang memang berbeda dari guru kebanyakan. Ia bisa membawa diri dengan tenang, ceria, dan tanpa beban. Ia dikenal sebagai guru primadona di kalangan walmur karena suka membantu para murid tanpa imbalan. Bahkan, hampir seluruh walmur menganggap Lintang sebagai teman. Namun, Pelita sulit membuka diri dan hanya menganggap Lintang sebatas guru sang putra yang harus dihormati.

Pelik (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang