Pertemuan Empat Sekawan

1.1K 149 12
                                    

Ayo kumpul sekalian reuni.

Selepas beristirahat di hotel sebentar, Guntur mengirim pesan tersebut pagi-pagi sekali. Empat temannya bahkan seperti belum bangun dari mimpi. Alhasil, lelaki itu menunggu dalam waktu cukup lama hingga mendapat balasan yang memuaskan.

Di mana, Dek?! Panggilan Geledek memang disematkan Javis padanya.

Lelaki itu hanya tersenyum kecil sembari menuliskan tempat favorit mereka dulu. Balasan kesanggupan pun diberikan Rachel tepat pukul enam pagi. Selain itu, Genta menolak meski Guntur memohon berkali-kali.

Ora iso. Genta Buana

Ayolah, Gen. Gue ada masalah internal yang perlu dijelaskan pas party di rumah lo dulu. Geledek Pinggir Kali

Moh. Genta Buana

Dari deretan teman-teman se-geng, memang Genta paling menyebalkan. Lelaki itu terkadang selalu menghindari acara reuni. Tentu, tanpa alasan jelas. Namun, dari status WA yang ditampakkan, dokter bedah seperti dia sibuk mengelilingi rumah sakit guna seminar dan penyuluhan.

Reuni empat sekawan tersebut dilangsungkan tanpa personil lengkap. Guntur yang paling awal datangnya. Javis juga Rachel datang berbarengan dengan kostum kasualnya. Mereka terlihat menampakkan wajah semringah. Seakan senang bertemu kawan lama.

“Tumben si jam kampret eh karet awal datangnya. Lo abis makan apa, Dek? Makan jam dinding ya?” Javis bertanya dengan wajah datar.

Si paling ahli melucu di antara empat sahabat tersebut memanglah Javis. Lelaki berwajah tampan yang telah menyandang gelar arsitek kondang tersebut terlihat lebih dewasa meski sifat begajulan masih sedikit tersisa.

“Abis mandi kembang tujuh rupa tuh. Dapet wangsit biar datang tepat waktu akhirnya. Haha.” Rachel si cantik wajah belanda tersebut ikut meledek.

“Asem! Baru ketemu udah banyak yang roasting.” Lelaki tampan itu berkata gemas.

Tawa membahana pun menggema. Ketiganya duduk dan berbincang ringan sembari memilih makanan dan minuman. Kafe masih sepi karena baru buka. Sekilas tak ada yang berubah di sana. Ornamen-ornamen yang digunakan masih aesthetic dan fotogenik. Kembali ke kafe ini seperti menyusuri lorong waktu saat mereka bertiga masih muda.

“Kenapa ngajak reuni? Biasanya pada sibuk?” Rachel berkata dengan nada sindiran.

Momen reuni memang selalu wanita itu agendakan. Akan tetapi, selalu kata tak bisa yang diberikan teman lelakinya. Rachel jadi muak sendiri. Berakhir, mereka jarang berkomunikasi dengan kesibukan masing-masing.

Rachel dengan profesi pengacara, Javis sebagai arsitek, Guntur menjadi pengusaha, dan Genta yang menduduki jabatan dokter bedah ternama. Dari mereka berempat, hanya Guntur yang hidupnya lurus sejalur dengan keinginan orang tua sebagai pewaris bisnis. Javis dan Rachel pernah dipaksa tetapi tegas menolak. Sedangkan Genta diberi kebebasan untuk memilih jalan hidupnya.

“Ada masalah.” Guntur berkata pelan.

Selain memikirkan tentang kebenaran ucapan Pelita, lelaki itu mulai penasaran atas pemicu awal. Seingat Guntur, sepuluh tahun yang lalu, party mereka berjalan normal. Ia juga meminum anggur yang tidak terlalu memabukkan. Akan tetapi, ia seakan hilang akal usai ke kamar mandi. Melihat wajah Pelita membuat rasa terbakar di tubuhnya menjadi. Guntur mulai menerka tempo hari, di minumannya terdapat obat perangsang.

“Sepuluh tahun yang lalu pas party, gue ngelakuin kesalahan.” Lelaki itu berkata lagi.

Suasana mencekam terasa. Meski makanan juga minuman telah tersaji di meja, wajah tegang mereka semakin kentara.

Pelik (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang