Kayra menutup pintu pagar rumahnya, setelahnya dia menggandeng tangan kecil milik Olive. Mereka berdua berniat ingin membeli roti bakar di depan perumahan ini, sengaja tidak membawa motor karena permintaan Olive yang ingin menikmati udara malam katanya.
"Kak, besok Sabtu, Olive ada lomba menggambar. Kakak mau dateng?" Olive bertanya, anak kecil itu mengeratkan jaketnya.
"Olive ikut?" tanya Kayra.
"Iya, di suruh Bu guru. Katanya gambar Olive bagus-bagus! Jadi Olive ikut deh!" balas Olive dengan antusias.
"Oke, Kakak dateng!" jawab Kayra tersenyum.
Kayra menunduk, menatap Olive dengan lekat dari atas. Olive di dewasakan oleh keadaan, dia paham kedua orang tuanya sibuk, Olive tidak pernah mengadu padanya tentang teman-temannya yang di jemput oleh orang tuanya. Olive mengerti, tidak lebih tepatnya memaksakan mengerti dengan keadaan.
Kayra selalu melihat sorot mata Olive setiap pengambilan rapor, sorot kesedihan karena melihat teman-temannya yang di ambilkan orang tua mereka, sedangkan dia?
"Bukannya tahun lalu, Olive juga juara dua ya?"
Anak kecil itu mengangguk tersenyum, "iya."
Mereka sudah sampai di tempat pedagang roti bakar depan perumahan, Kayra mendudukkan Olive di bangku panjang. Cewek itu ikut duduk di sebelah sang adik. Kayra berbicara pada pria tua itu–memesan roti bakar rasa coklat sambil mengeluarkan ponselnya dari saku Hoodie yang ia pakai.
Kayra tersentak karena ada anak kecil yang tiba-tiba berusaha duduk di sebelahnya, karena kasihan Kayra membantu anak kecil itu untuk duduk.
"Rere?"
"Olive!"
Kayra mengerjakan kedua matanya, mereka saling kenal?
"Kamu ngapain di sini?"
"Aku lagi duduk, Olive. Kamu gak liat?"
Olive mendengus, "terserah kamu deh! Maksud aku kok kamu bisa di sini?"
"Aku ngeliat kamu, jadinya aku ke sini. Kamu beli roti kan? Aku ke sini mau minta roti yang kamu beli," ucap Rere menunjukkan roti yang sedang di bungkus pria tua itu.
Rere turun dari bangku, dia beralih duduk ke samping Olive agar enak berbicara dengan Olive-nya. Kayra hanya mampu menyimak percakapan itu.
"RERE!"
Beberapa pasangan mata menoleh ke sumber suara termasuk ketiga orang itu yang menoleh ke arah seseorang yang tengah berlari ke arah meraka diikuti seorang remaja cowok di belakangnya.
"Re, Kakak nyari kamu." cewek dengan dress hitam itu duduk di sebelah Rere yang sedari tadi kosong.
"Aku tadi ke sini mau samperin Olive, Kak Ni." ucap Rere dengan polos.
Cewek itu tersenyum, "tapi kalau mau apa-apa bilang ke Kak Jenia atau ke Kak Rion dulu, ya?" ucap cewek bernama Jenia itu sambil menyingkirkan anak rambut sang adik yang menutupi wajah Rere. Rere mengangguk pelan, menjawab ucapan sang Kakak.
Jenia menatap Kayra, "thanks ya udah jagain adek gue," Kayra mengangguk tidak paham. Dia tidak berbuat apa-apa padahal.
Seusai roti bakar Kayra sudah jadi, Kayra langsung membayar rotinya pada pria tua itu. Sebelum benar-benar pergi dari sana, dia berpamitan pada sepasang kekasih dan teman Olive, mereka belum pergi dari sana karena Rere ingin roti bakar. Rere yang tadinya ingin meminta roti bakar Olive sekarang tidak karena anak kecil itu meminta sang Kakak membelikannya.
Di pertengahan jalan, mereka berhenti karena sebuah motor menghampiri mereka.
"Bang Jehan?" sapa Olive tersenyum dengan lambaian tangannya, setelah melihat siapa pemilik motor itu.
"Hai Olive?" balas Jehan membalas senyuman Olive. "Mau bareng abang gak?" tawarnya. Jehan sering kali menginap di rumah Neneknya yang kebetulan Neneknya itu tetangga Kayra, Kayra sering menitip Olive di rumah Neneknya Jehan kalau dia pulang telat.
"Mau!" jawab Olive antusias.
"Gak usah lah, Han." tolak Kayra halus.
"Bareng gue aja Kay, lo gak liat Olive udah pengen makan roti bakarnya?" ucap Jehan dengan kekehan kecil sambil menatap Olive, Kayra mengikuti pandangan Jehan yang menatap Olive mengerjapkan matanya polos.
"Bisa aja lo, ya udah deh."
****
Reza membuka minuman kaleng yang ia ambil dari kulkas, cowok itu duduk di sofa sebelah Papanya yang asik menonton TV.
"Papa tadi gak sengaja masuk ke kamar kamu," ucap Evan menoleh ke arah sang anak sekilas. "Di nakas kamu ada bandana, itu punya perempuan 'kan? Punya siapa?" tanya Evan yang langsung membuat Reza tersedak.
"Papa cuma nanya, jangan kaget gitu dong." Evan terkekeh melihat wajah Reza yang sedikit tegang.
"Punya temen, Pa." jawab Reza berusaha tenang.
"Oh ya?" pria berkepala tiga itu menatap sang anak penuh selidik. Dia penasaran dengan Reza, apakah cowok itu sudah memiliki pacar? Atau sedang dekat dengan seorang perempuan? Reza tidak pernah membawa perempuan ke rumah ini.
"Emangnya kenapa sih Pa?" Reza memutar bola matanya malas. "Papa mending urusin anak-anak pungut Papa deh," ucap Reza agar Papanya tidak menanyakan soal perempuan kepadanya.
"Ini Papa mau ngurusin adek-adek pungut kamu," jawab Evan beranjak dari duduknya, dia pergi menuju ruang kerjanya. Yang di maksud anak-anak pungut itu adalah berkas-berkas kerja milik Evan.
Reza menyugarkan rambutnya, tangannya terulur mengambil ponselnya di atas meja. Dia menghubungi Kayra–dang pemilik bandana yang ada di nakasnya.
"Apa sih? Ganggu lo!"
Reza kembali meneguk minumannya, "dih, sok sibuk lo!" desis Reza.
Suara tawa dari sebrang sana terdengar jelas. Reza hanya berdua supaya Kayra tidak kerasukan karena tiba-tiba tertawa. "Oh gue tau, lo kangen sama gue makanya nelpon gue, 'kan?" tanya Kayra.
"Pd banget lo!" cibir Reza memutar bola matanya malas.
"Jadi ada apan nih? Jangan buang waktu gue deh, Rez!"
"Emang lo lagi ngapain sih? Gaya banget lo!"
"Gue mau nge-date, bye!"
Tut
Sambungan terputus membuat Reza menganga tak percaya. Nge-date? Kayra? Dengan siapa? Sialan Kayra membuat pikirannya kemana-mana. Dia tidak mau overthinking seperti ini, Reza lebih memilih berlari masuk ke kamar mengambil kunci motornya, dia ingin pergi ke rumah Kayra, ingin melihat Kayra bohong atau benar nge-date dengan cowok lain, sialan!
****
7 Desember 2022
