Kayra menunduk dengan kedua tangannya yang bertautan. Hari ini persidangan di mulai, dan beberapa menit yang lalu persidangan sudah selesai. Ibunya mendapatkan hak asuh Olive, dan Ayahnya mendapatkan hak asuh dirinya. Olive sudah di bawa pergi oleh Ibunya ke Bandung, tempat kelahiran sang Ibu. Nyatanya dia tidak bisa membawa Olive tetap berada di sisinya."Kay? Minum dulu." Reza duduk sebelah Kayra, dia membukakan tutup botol dan memberikannya pada Kayra.
Kayra menerima air mineral itu, meneguknya sekali lalu menaruhnya di sebelahnya yang kosong. Selain Reza dan Kanaya yang datang juga, Jehan serta Kendra datang, tapi ketiga orang itu sudah lebih dulu pulang, mereka memberi waktu Kayra.
"Ibu sama Ayah gue bener udah pisah?" tanyanya pada Reza yang bergeming. "Olive gak bakal tinggal bareng gue lagi, Rez?" Kedua matanya kembali memerah.
Reza membawa Kayra dalam pelukannya, mengusap punggung Kayra lembut. "Kita bisa ke Bandung tiap Minggu." ucapnya pelan tepat di telinga Kayra.
Reza membiarkan Kayra menangis, tadi saat persidangan dia bisa melihat kedua mata Kayra yang memerah, cewek itu menahan air matanya saat kedua orangtuanya di nyatakan bukan suami-istri lagi. Kayra tadi tidak menemui Olive, dia dia sengaja agar tidak berat untuk melihat Olive pergi bersama Ibunya.
Kayra tidak menyangka, di umur yang ke tujuh belas tahun ini, dia di hadiahi perceraian orangtuanya. Padahal Kayra berharap, di tahun ini keluarganya membaik. Dia bisa saja bekerja part time untuk menambahkan uang kebutuhan mereka, supaya Ayah dan Ibunya tidak perlu bekerja di kota lain yang membuat Kayra hanya tinggal bersama Olive.
Setelah Kayra berhenti menangis barulah Reza kembali berbicara pada cewek itu. "Mau pulang sekarang?" tanyanya.
Kayra mengangguk. Lagi juga ini sudah siang, pasti Ayahnya lapar, di rumah belum ada makanan apapun. "Iya."
Keduanya berdiri. Reza menggenggam tangan Kayra erat. Tidak ada raut wajah Reza yang menyebalkan, tengil, songong. Di sana hanya menampilkan senyum tulus seorang Reza Reagantara. "Semangat, Kay. Gue tau lo kuat."
Senyuman Reza sepertinya menular pada Kayra, buktinya cewek itu langsung tersenyum saat melihat senyuman Reza dan mendengar ucapan yang Reza katakan. "Iyalah gue kuat, kan backingannya lo!" serunya.
Reza reflek menyugarkan rambutnya. Dia tidak kuat melihat wajah Kayra yang sehabis menangis lalu tersenyum. Sialan! Kayra bertambah cantik!
****
Kayra menumpuk piring kotor kemudian membawanya ke wastafel untuk ia cuci. Kayra sudah makan siang bersama sang Ayah juga dengan Reza yang ikut makan di sini. Katanya dia pengen makan masakan pacarnya, sialan kalau dia mengingat apa yang Reza ucapkan pipinya kembali memerah. Untung saja Ayahnya dan Reza sudah pergi dari meja makan, sepertinya mereka ada di ruang tengah.
"Sudah lama dengan anak saya?" tanya pria paruh baya itu pada anak muda yang ada di hadapannya.
Di ruang tengah, kedua laki-laki berbeda generasi tersebut tengah menonton pertandingan basket. Pria yang berstatus Ayah Kayra tersebut berbincang kecil dengan pacar anaknya. Baru kali ini dia bisa berbincang santai dengan Reza.
"Lumayan, Om." jawabnya. Sebenarnya Ayah Kayra sudah berbicara soal panggilannya dari anak muda ini agar memanggilnya Ayah saja, tapi cowok itu menolak, katanya tunggu udah sah dulu sama Kayra baru manggil Kayra.
"Jaga Kayra, ya, Za?" ucap pria itu serius.
"Pasti, Om." jawabnya mantap tanpa ragu sedikitpun. Tanpa di suruh pun Reza akan menjaga Kayra.
"Saya percaya sama kamu."
Kayra datang dengan nampan yang berisi secangkir kopi untuk Ayahnya dan Reza juga. Dia duduk di sebelah sang Ayah. "Lagu bahas apa?"
Pria itu tersenyum, tangannya mengusap puncak kepala Kayra lembut. "Maafin Ayah, ya? Gak bisa buat Ibu kamu dan Kayra tetap di sini."
Kayra tersenyum, mengangguk. "Iya, Yah." Kayra tau kenapa kedua orangtuanya bercerai, kemarin Ayahnya bercerita. Bahwa Ibunya memang sudah dari lama ingin berpisah dengan Ayahnya, waktu itu Kayra masih duduk di kelas dua SMP, tapi Ayahnya berusaha mencegah Ibunya agar tidak bercerai. Namun sekarang, Ayahnya tidak bisa mencegah lagi, dia tidak bisa menahan seseorang di sini lebih lama.
Pria itu menyesapkan kopi yang di buat Kayra, kemudian kembali menaruh gelas itu di atas meja. "Besok Ayah harus berangkat. Kamu gakpapa, 'kan?"
"Gakpapa, besok ke stasiunnya kapan?"
"Pagi-pagi."
"Saya bisa nganter, Om." Reza menawarkan diri.
"Gak usah, Za. Saya bisa sendiri." tolaknya halus.
"Aku aja yang anter Ayah gimana?"
"Gak usah, Ayah bareng sama teman Ayah. Kamu di rumah aja."
Kayra ingin kekeuh untuk mengantarkan Ayahnya, tapi suara deringan ponsel Kayra membuatnya menunda ucapnya. Dia mengambil ponselnya yang ada di atas meja, melihat siapa yang menelponnya. Di sana tertampang nama Tantenya.
"KAK RARA! OLIVE UDAH SAMPAI DI RUMAH NENEK!"
Kayra tersenyum mendengar suara antusias dari Olive di sebrang sana, sebelum menjawab Olive, Kayra menaruh ponselnya di atas meja dan me-loundspeaker agar Ayahnya dan Reza dapat mendengar suara Olive.
"Gimana di sana, enak?" tanya Kayra.
"Tante Lula punya kelinci, Kak. Ada dua, lucu-lucu. Olive minta kelincinya satu, tapi Tante Lula gak bolehin, pelit Tante Lula!" kata Olive sedikit cemberut saat bercerita di sebrang sana.
"Bukan pelit, Tante takut kalau sama kamu kelinci Tante jadi mati."
"Ih, ya udah Tante yang urus, tapi kelincinya punya aku."
"Heh, kamu kira Tante babysitter kelinci apa?"
"Terserah, Olive mau pindah ke kamar aja. Males di sini ada Tante!"
"Heh, itu yang kamu pake hp Tante ya!"
"Adik kamu, Kay." celetuk pria itu tertawa kecil mendengar perdebatan kecil antara Lula dan Olive.
"Olive, makan!"
"Iya, Bu." Olive kembali memasang wajah cemberut saat sang Ibu menyuruhnya makan, padahal dia ingin bercerita dengan sang Kakak. "Kak Rara, Olive di suruh makan sama Ibu. Nanti Olive telpon lagi ya?"
"Iya, Dadah Olive."
"Dadah Kak!"
Tut.
Kayra mengembuskan napasnya. "Ayah gak mau cari pekerjaan di sini?"
"Ayah usahain, ya?"
****
13 Februari 2023