11. Pria yang stress

145 17 3
                                    

Aku mengejar Neyma, kami dipanggil oleh seorang wanita dewasa dari salah satu rumah. Kami masuk ke rumah itu dan terlihat Tora sedang duduk di ruang tamu, basah, menangis, dan penuh lumpur. Neyma langsung memeluk Tora dan menangis bersamanya.

"Ada Apa mama Rara?" tanya Neyma.

"Adi, Ilam dan Yosua" wanita yang dipanggil Mama Rara itu kelihatan sedih "Ditemukan meninggal"

Tora mengepalkan tangannya penuh emosi, Neyma menenangkannya dan Mama Rara memberikanku dan Neyma handuk untuk mengeringkan badan. Tora menangis sesegukan tapi sepertinya dia marah, kesal, dan sedih di waktu yang bersamaan.

"Mereka masih 7 tahun" ucap Tora yang menangis di bahu Neyma "Adi ingin jadi polisi, Ilan ingin jadi dokter, dan Yosua ingin jadi pemain bola. Aku yang mengajari mereka membaca, berhitung, dan berolahraga"

"Apa penyebab kematianya?" tanya Neyma.

"Polisi bilang mungkin tenggelam di sungai, mereka ditemukan sudah mengapung. Tapi polisi langsung membawa mayatnya tanpa diperlihatkan ke orang tuanya"

"Tidak mungkin, mereka itu perenang yang baik, mereka hidup di tepi sungai, mandi di sungai ini, bahkan mereka pernah menyelamatkanku yang hampir tenggelam, mereka masih muda tapi perenang yang handal. Tidak mungkin 3 anak tenggelam di sungai ini dalam waktu bersamaan. Bahkan kita sudah mencari di sungai dari hari pertama mereka hilang. Sungai ini tidak terlalu dalam, tidak ada arusnya, tidak ada binatang buasnya" Tora sangat kesal "Polisi itu pasti dibayar, warga bahkan tidak ada yang berani bersaksi kalau anak-anak itu diculik karena polisi mengancam"

Mama Rara berjalan ke dapurnya untuk membuat teh panas. Kuikuti dia dan kubantu dia untuk membuat teh. Kelihatan wanita itu sedih tapi berusaha kuat.

"Neyma pernah cerita kalau kau adalah cenayang" ucapku.

"Ya. Kau mau kuramal?"

"Bukan, kalau kau memang punya mata batin, kenapa tidak kau cari tahu siapa pembunuh anak-anak itu"

Mama Rara tersenyum pedih "Tidak perlu, semua orang di sini tahu siapa pelakunya"

"Siapa?"

"Perusahaan Yaksa. Mereka ingin tanah kami untuk pembangunan. Dipimpin oleh Jakarya Abiyasa. Orang kaya arogan yang sangat licik, bertahun-tahun dia meneror kami dan sekarang terornya benar-benar keji"

"Kalau begitu kalian hanya perlu mengumpulkan bukti dan saksi untuk menuntutnya kan?"

"Tidak, kami tidak bisa apa-apa selain menyerah. Bisa jadi akan ada korban jiwa lagi setelahnya kalau kami melawan" jawab Mama Rara.

Kembali di ruang tamu rumah sederhana itu, Tora masih sangat sedih atas kematian anak-anak di sana. Neyma menenangkannya dan Mama Rara juga ikut membantu Tora untuk bangkit.

"Aku akan bicara dengan Jakarya" ucap Tora.

"Jangan Tora, tidak ada yang bisa kau perjuangkan, anak-anak itu sudah mati. Kami juga akan pergi dari tanah ini"

"Aku akan bicara atas nama keluargaku. Kalau memang ini semua tentang uang, aku akan minta bantuan keluargaku" ucap Tora "Kalau bisa kubeli tanah ini darinya agar kalian bisa hidup tenang selamanya"

"Ini bukan hanya tentang uang dan tanah Tora. Jakarya membenci kami para warga miskin. Dia benci perlawanan kita dan dia akan semakin melawan dengan cara yang semakin kejam. Lebih baik kita menyerah daripada lebih banyak masalah"

"Aku akan memikirkan caranya, keadilan harus ditegakkan" Tora mengepal tangannya dengan penuh amarah.

Jakarya Abiyasa. Nama yang tidak asing, dia mungkin ayah dari pria yang ketemui kemarin malam. Bramaji Abiyasa. Bila ayahnya adalah seorang psikopat, tidak heran anaknya begitu.

Ikan Ajaib dan Danau Tora ( Umber )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang