1. Pergi ke Danau

337 25 1
                                    

Aku terbangun dengan pinggul yang sakit dan terlihat bercak merah di dada dan perutku. Sulit untukku memalsukan cara berjalanku yang aneh karena perbuatan Bram kemarin malam selain menggunakan alasan yang selalu kuulang, latihan silat. Saat mandi terasa lumayan perih bagian bawahku tapi kutahan sakitnya karena tidak boleh ada yang berubah, tidak boleh ada rasa sakit yang terlihat dari luar. Saat mandi aku minum pereda nyeri yang Bram berikan lalu saat berkaca aku tersenyum, menyiapkan senyum terbaik kepada dunia yang tidak pernah baik-baik saja ini.

Begitu keluar dari kamar terlihat kakakku menaruh makanan di meja makan.

"Jam berapa kau pulang tadi malam neyma?" tanya Kak Saras.

"Aku tidak ingat, aku latihan silat sampai tengah malam kak"

"Kalau latihan silat itu membuatmu kesakitan, kenapa tidak berhenti saja" Kak Saras memegang pipiku yang lumayan merah. Dia tarik pelan kerah bajuku dan sialnya hasil cupang yang Bram berikan di leher belakang tidak terlihat saat ku berkaca tadi. Kak Saras mengambil salep dari lemari dan memberikannya padaku.

"Aku harus belajar beladiri, untuk ngelindungin kakak, melindungi kita" jawabku berbohong, aku sama sekali tidak bisa bekelahi padahal.

"Bapak dan Ibu ada titip uang untuk kamu, mereka titip pesan semangat kuliahnya dan jaga kesehatan" Kak Saras memberikan amplop "Kakak berangkat kerja ya, jangan pulang kemalaman lagi. Kalau kamu masih ikut silat-silatan itu dan pulang luka-luka, kakak bakalan paksa kamu berenti atau uang jajanmu kakak potong Neyma"

"Iya kak" jawabku menunduk. Kak Saras adalah seorang perawat, dia bekerja di rumah sakit swasta dan kadang lembur sehingga jarang di rumah. Dia juga cukup handal, tak jarang dia tidur di rumah sakit. Dia perhatian, lumayan tegas, dan juga lembut.

Begitu Kak Saras keluar rumah dan aku menangis memegang uang pemberian orang tua ku. Mereka memang seorang petani dan peternak kaya di desa, tapi kami bisa terbilang kaya. Mereka mampu menghidupi aku dan kakakku dengan sangat lebih dari cukup. Aku merindukan mereka, menjadi anak kota untuk berkuliah sebenarnya tidak cocok untukku. Aku sadar aku tidak lebih dari pria kelainan yang menyukai pria lain. Tiap hari, tiap melihat kakakku yang perhatian, tiap mengingat orang tua ku yang perduli, aku membayangkan betapa kecewanya mereka saat tahu kalau aku seorang homo.

//KAMPUS

Aku ada di jurusan Bahasa Inggris dan kuliah seperti biasa. Cita-citaku ingin membangun sekolah yang keren dan megah dimana murid-muridnya punya bioskop sendiri, ada yang bilang itu mustahil tapi aku percaya 20 tahun lagi semuanya akan terjadi. Aku terbilang lumayan cerdas, apalagi karena jurusanku adalah bahasa Inggris. Hobi menonton dan membaca membuatku menjalani perkuliahan dengan tanpa beban. Selama 4 semester IP ku tidak pernah dibawah 3,8 dan semua dosen menyukaiku.

"Neyma" saat keluar kelas dosen memanggilku, Pak Hari namanya. Tapi beliau lebih senang dipanggil Mr. Harry agar terdengar internasional.

"Iya pak?" 

"Bisa bicara sebentar"

"Tentu pak, ada apa?"

Mr. Harry menjelaskan. Ada anak pindahan dari Belanda yang akan datang minggu depan. Sebagai murid dengan bahasa inggris paling fasih aku ditawarkan untuk menemani anak itu. Mr.Harry menjanjikan ku nilai sempurna selagi anak itu nyaman di kampus. Anak itu adalah anak dari rektor dan akan belajar di program studi kami sampai lulus. Karena Mr. Harry takut anak itu akan sulit beradaptasi maka dia memintaku untuk membantu anak Pak Rektor untuk belajar budaya disini. Aku menerima tawaran itu dan keluar ruangan dengan senang.

Selain punya teman baru, kau juga akan mendapatkan nilai sempurna dari Pak Hari.

//LORONG KAMPUS

Ikan Ajaib dan Danau Tora ( Umber )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang