Check Point : TORMA

187 21 2
                                    

Kak Saras sedang ada dinas keperawatan keluar kota. Dia akan pergi empat hari dan mengizinkanku untuk sendirian di rumah. Kata siapa aku mau sendirian?

Tora meletakkan tasnya di pinggir kasur dan tersenyum melihat foto-fotoku di dinding. Dia mengelilingi kamarku dengan seksama, dia tanya apapun yang dia lihat dari kenapa aku pilih tong sampah warna hitam, sampai kenapa ada kaktus di jendela kamar ini. Dia terlihat senang walaupun rumahku tidak semewah kamarnya. Aku jujur saja, kamarnya lebih mewah dibanding seisi rumahku. Bahkan ukuran rumahku ini hanya sebesar setengah ruang tamunya. 

"Maaf, aku dan kakakku cuma tinggal berdua jadi kami tidak punya rumah besar"

"Ya tidak perlu juga kan rumah besar, kau bakalan capek jalan dari kamar ke dapur cuma untuk minum air" jawab Tora tersenyum manis.

"Tapi kau punya pembantu, kau tinggal panggil dan minta"

"Kau tahu rasanya melihat orang lain menjadi pesuruh kita? mungkin bagi ibuku itu biasa saja. Tapi aku tidak mampu, rasanya tidak enak menyuruh orang lain seolah-olah kita punya hak dengan hidup mereka" Dia mengelus kepalaku lalu terdengar suara perut keronconganku.

Kami menuju dapur dan berencana membuat mie rebus. Diluar baru selesai hujan, mie rebus yang panas adalah surga dunia. Apalagi dibuat dan dimakan bersama orang yang kita sayang.

"Belajar apa saja dikampus hari ini?" tanya Tora.

"Materi biasa, oh harusnya hari ini aku menjemput anak rektor dari Belanda. Tapi kata Pak Hari akan diundur seminggu karena anak itu ada masalah"

"Anak Rektor?"

"Pak Harry pernah cerita, namanya Freddy. Dia anak pak Rektor dari istrinya yang bule. Kau tahukan istri rektor kita itu orang belanda. Anak itu besar di belanda dan katanya sih lumayan nakal. Jadi dia dikuliahkan disini saja untuk bisa lebih mudah lulusnya. Dia masuk jurusan bahasa inggris di tempatku"

"Orang belanda, kuliah di Indonesia, jurusan bahasa inggris. Lah gimana?" Tora memotong sawi dan aku minta dia duduk saja, tangannya masih sakit.

"Ya namanya juga anak rektor, dia saja muncul di tengah semester begini. Tapi kita bisa apa, toh dia tidak ganggu kan? justru aku dapat kerjaan. Aku akan menemani si Freddy selama dia disini, dan Pak Hari memberiku nilai sempurna di mata kuliahnya. Kabarnya Pak Rektor juga memberiku uang saku untuk jasa menemani anaknya. Lumayan kan?"

Tora berdiri sambil melipat tangan di dada "Kau akan menemani si Freddy itu?"

Aku memotong bakso dan berhenti karena Tora memanyunkan bibir "Kau cemburu ya?"

"Siapa yang tidak cemburu, Freddy itu anak nakal Nema. Dia bisa melakukan yang tidak-tidak kepadamu. Bayangkan saja, di Belanda pasti dia mabuk-mabukan, pesta-pesta, main perempuan, di sana itu mereka bebas"

"Ya tugasku adalah membuatnya bisa hidup dengan budaya kita"

"Tolak saja permintaan Pak Hari, kau kuliah seperti biasa saja" Tora memohon kepadaku.

"Aku sudah menerima Tor, mungkin aku cuma perlu dekat dengan Freddy 2 minggu pertama saja. Tenang, aku tidak akan menggodanya selagi kau masih setampan ini"

"Kau tahu dia tampangnya seperti apa? apa dia ganteng?"

"Ahh tunggu" Aku mengambil dompetku dan memberikan foto yang diberikan Pak Hari "Katanya tingginya 190an"

"Dia ganteng sekali Neyma" Tora tampak geram "Rambutnya pirang, matanya biru, tingginya 190. Sedangkan rambutku hitam kusut, mataku mata panda, tinggiku cuma 180"

"cuma? Tinggiku 167 Tora. Kau 13cm lebih tinggi dariku"

"Ya kau 23cm lebih pendek dari si Freddy ini"

Ikan Ajaib dan Danau Tora ( Umber )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang