1991

108 14 1
                                    

Aku dan Neyma ada di kampungnya. Orang tua Neyma menyambutku dengan ramah, kami ada di kamar yang terpisah dan tiap malam dia menyelinap untuk tidur dalam pelukanku. Aku sebenarnya masih belum tahu apakah sudah menjadi waktu yang tepat untukku meminta kepastian hubungan kami, bagiku dia masih berkabung dan ada baiknya untuk aku selalu ada untuknya.

Hari pertama kami di sambut dengan hangat bahkan waktu turun dari mobil. Rumah orang tuanya di desa lumayan besar, hanya tingkat satu tapi punya tanah yang luas. Hidup mereka sederhana tapi serba berkecukupan. Orang tuanya punya sawah yang luas, tambak ikan, kebun, dan banyak lagi hasil bumi yang membuat desa itu terasa asri.

Makanan yang dimasak ibunya juga sederhana tapi melimpah. Ikan goreng, sayuran metah yang segar, sambal yang langsung diulek, semuanya membuat perutku terasa bersih dan racun-racun makanan kimiawi di perkotaan hilang seketika. Mandi di air yang segar, udara yang menyehatkan paru,  sepertinya keputusan Neyma untuk liburan di kampungnya adalah keputusan yang terbaik.

Suatu hari orang tua Neyma sedang pergi ke desa sebelah untuk hajatan. Neyma dan aku tinggal dirumah untuk menonton film dari kaset koleksi bapaknya dan Neyma mewarnai rambutku dengan pewarna alami yang dibuatkan ibunya. Kami menonton film sambil dia memainkan rambut pirangku. Katanya dia mau lihat penampilanku kalau berambut putih.

"Kau ini ganteng kalau rambutmu hitam" pujinya.

"Lakukan saja sesukamu" jawabku sambil makan talas goreng.

"Tapi warnanya belum rata, besok kita hitamkan lagi ya"

"Iya -iya"

Dia mengeringkan rambutku dan aku berkaca kalau rambutku sebagian masih putih pirang. Neyma berbaring di pahaku dan kami lanjut menonton. Dia sesekali melihatku dan aku sesekali melihatnya.

"Aku mencintaimu" ucapku dan minum es jeruk yang dia siapkan tadi.

"Aku tahu" jawabnya.

"Itu saja? kau tidak mau bilang kau juga mencintaiku?"

"Kalau aku bilang aku mencintaimu, kau balas apa?"

"Aku tahu" jawabku dan mencubit hidungnya.

Dia tersenyum dan menggigit bibirnya "Orang tuaku mungkin pulang nanti malam"

"Terus?"

"Tutup pintu depan Fred" bisiknya.

"Kenapa?" tanyaku dan dia membuka kancing baju yang kupakai.

"Tutup atau ada yang lihat kita" bisiknya.

"Bukannya kau suka melakukannya dengan pintu terbuka"

"Melakukan apa?" pancingnya.


///

Kami berciuman diatas kasur dengan tubuh terhubung dari bagian bawah. Aku memasukinya untuk pertama kali dan Neyma menerima kejantananku di tubuhnya. Bisa kurasakan dari ciumannya ada cinta, kesedihan, dan rasa rindu. Sesekali dia meringis kesakitan dan aku menahan diri agar tidak menyakitinya. Kakinya menyilang di punggungku dan tiap hentakanku membuat bibirnya gemetar.

"Sakit?" tanyaku.

"Ahhh" Dia mendesah dan mengangguk.

Bagiku ukuranku tidaklah terlalu besar hingga tidak mampu masuk ke tubuhnya, tapi mengingat anak ini adalah pria Asia dan dia lebih kecil dari pria seumurannya, ditambah tinggiku jauh darinya. Aku takut bendaku terlalu menyakitkan untuknya.

"aku cabut ya?"

Dia menggeleng dan menciumku "Masuki lagi"

"Neyma kau kesakitan, ini baru setengah"

Ikan Ajaib dan Danau Tora ( Umber )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang