Chapter 5

2.5K 163 21
                                    

Noah mengerang pelan, meregangkan tubuhnya sebelum perlahan duduk di atas ranjang. Matanya melirik ke arah jam digital di atas nakas yang menunjukkan angka enam.

Noah menyalakan mesin coffee maker sebelum masuk ke dalam kamar mandi. Tidak butuh waktu lama, Noah keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan celana panjang tanpa atasan. Tubuh shirtless berototnya masih tampak lembab dengan tetesan air yang berjatuhan dari rambutnya.

Noah membuka pintu kamarnya, menggantung handuk basah di teras sebelum langkah kakinya terhenti saat hidungnya mencium aroma wangi makanan. Noah berpaling, menyadari aroma wangi makanan tersebut, tampaknya berasal dari jendela kamar Airin yang terbuka lebar dan celah pintu kamarnya yang tidak ditutup rapat.

"Si cupu memasak? Really, di pagi hari?" Noah bergumam samar, berbalik hendak masuk ke dalam kamar saat telinganya mendengar langkah kaki.

"Pagi pak." Airin menyapa Noah.

"Pagi." Noah mengangguk pelan. Airin masih memakai kaos oversize dengan celana selutut, rambutnya diikat dengan bandana hitam.

Noah melangkah masuk ke dalam kamarnya, sekilas matanya melirik pada aktivitas Airin yang sedang memasukkan plastik sampah ke tong sampah besar di depan kamarnya. Tampaknya Airin tidak terpengaruh dengan kondisi tubuhnya yang shirtless. Padahal jika karyawan lain yang melihat ia dalam kondisi seperti itu, dipastikan karyawan wanita akan histeris dan menatap dirinya dengan tatapan lapar. Walaupun Noah tidak suka menyombongkan diri, namun Noah cukup sadar dengan daya tarik fisik yang dimilikinya.

Noah bergegas memakai kemeja putih dan jas yang menjadi seragam di gold coast resort. Dengan gerakan cepat, Noah meraih tas kerja dan ponselnya sebelum keluar dari kamar dan mengunci pintunya.

"Hm....." Suara dehemen kecil terdengar di punggungnya.

Noah berbalik, menatap tajam ke arah Airin yang berdiri di belakangnya.

"Ada apa?" Noah menatap Airin yang sudah tampak rapi dengan seragam resortnya. 

"Jangan galak galak pak. Gak baik, nanti cepat tua."

"Kalau cuma mau ngomong hal yang gak penting, gak usah. Ngabisin waktu."

"Nih buat bapak." Airin menyodorkan wadah makanan segi empat berwarna biru langit.

"Apa ini?" Noah mengerutkan keningnya, menatap wadah makanan di tangan Airin.

"Buat sarapan bapak." Airin dengan gemas meraih tangan Noah, memaksanya menerima wadah makanan dari dirinya.

"Tidak perlu." Noah menggeleng.

"Itu buat bukti kalau aku bisa masak dan gak bakalan rusakin properti resort." Airin tersenyum tipis "Kalau gak suka dibuang aja isinya, tapi wadahnya wajib dikembaliin. Wajib." Airin memberi penekanan pada kata wajib.

"Wajib?" Noah memandangi wadah di tangannya.

"Itu wadah khusus, edisi khusus, punya mamiku, aku bawa tiga, kalo hilang satu, bisa bisa aku digantung mamiku."

"Wadah ini?"

"Itu wadah kesayangan emak emak." Airin terkekeh kecil. "Intinya, wajib balikin wadahnya, ntar aku ambil siang atau bapak bisa taruh di mejaku, gak boleh hilang, kalau hilang bapak harus ganti rugi."

Sepenting apaan sih wadah ini?

Noah mengerutkan keningnya, menatap wadah di tangannya dengan bingung.

"Saya duluan ya pak. Sampai ketemu di kantor." Airin mengangguk sopan, melenggang santai sambil memegang tali tas selempangnya.

Noah menghela nafas samar, melangkah menuju area utama resort dengan wadah di tangannya.

My Love Journey (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang