Bagian: Lima

147K 6.1K 66
                                    

Kini Sahla dan Aarav duduk bersebelahan di atas karpet, di hadapan mereka terdapat sebuah meja. Di depan keduanya sudah tersedia secarik kertas dan pulpen untuk menulis rules dari kontrak yang mereka buat, ralat, kontrak yang Aarav buat.

"Oke, poin pertama. Kontrak ini cuma sebatas kiss gak boleh lebih." Ucap Sahla sembari menuliskan poin pertama di secarik kertas tersebut.

"Gue gak setuju, cuma boleh cium doang? Gak boleh pegang dikit."

Plak.

Sahla menepuk paha Aarav cukup kencang. Seharusnya cowok itu tidak perlu protes, untuk menerima kontrak ini saja Sahla harus berpikir seribu kali untuk bisa menolak. Apalagi jika jarus lebih dari sekedar kissing.

"Gak ada! Only kissing pokoknya. Enak aja pegang-pegang."

Aarav melengos dengan bibir yang maju beberapa centi. "Cuma kiss doang mana enak, raba-raba dikit harusnya boleh."

"Lo mesum banget jadi cowok, keputusan gue udah final, gak boleh lebih dari sekedar kiss."

"Iya-iya, gak boleh lebih dari kiss." Akhirnya Aarav hanya bisa pasrah.

"Good boy." Puji Sahla dengan senyum yang lebar membuat Aarav ikut tersenyum.

"Poin kedua. Mau lo yang nambahin?" Tawar Sahla.

"Gak boleh melibatkan perasaan." Jawab Aarav, sontak saja membuat Sahla tertawa kencang, sepertinya Aarav memang tengah bercanda.

"Lo pikir gue bakal suka sama cowok mesum kayak lo? Big no." Ujar Sahla.

"Let see." Ucap Aarav dengan seringaian kecil. Sahla mengidikkan bahu lantas menuliskan poin kedua.

"Poin ketiga, lo gak boleh nolak saat gue mau cium."

Sahla membulatkan matanya, jelas saja gadis itu akan menolak poin yang diajukan Aarav barusan. "Gak ada kayak gitu. Kissing dilakukan saat kedua pihak saling mau."

"Kalo lo gak mau?" Tanya Aarav.

"Gak boleh ci-"

"Harus mau." Potong Aarav.

"Jangan seenaknya dong jadi orang." Protes Sahla tak terima.

"Seperti yang gue bilang sebelumnya. Dalam kontrak ini gue boleh cium lo kapan aja."

"Dan harus ada persetujuan dari gue."

"Malam itu lo cium gue tanpa persetujuan dari gue." Ucap Aarav dengan netra yang tak lepas dari Sahla, gadis itu berdecak kesal, lagi-lagi Aarav memanfaatkan kejadian malam itu.

"Itu cuma insiden, Aarav. Waktu itu gue lagi gak waras dan berujung cium lo tiba-tiba. Kalo ini kan beda, sekarang gue sadar penuh dengan apa yang akan gue lakuin." Balas Sahla.

"Sebenarnya, di sini yang pegang kuasa lo atau gue? Harusnya gue yang memutuskan boleh apa enggaknya disetiap poin. Lagian ini kontrak ada timbal baliknya, gue boleh cium lo dan lo boleh tinggal di Apartemen gue."

Sahla mengulum bibirnya, benar juga apa kata Aarav. Seharusnya cowok itu yang memutuskan, tapi Sahla tidak mau jika nanti Aarav akan berbuat seenaknya. Membaca kembali poin pertama, Aarav tidak akan berbuat seenaknya. Sahla akan pastikan hal itu.

"Yaudah, iya."

"Sekarang tulis poin ketiga. Jika pihak 1 ingin melakukan ciuman, pihak 2 tidak boleh menolak." Titah Aarav, dengan berat hati Sahla menuliskan poin ketiga.

"Lo mau nambahin lagi?" Tanya Aarav.

Sahla sejenak berpikir. "Gak boleh ada yang tahu soal kontrak ini selain lo sama gue."

Roommate With BenefitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang