Ezra membuka pintu rumahnya dengan pelan. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Gadis itu bergegas menuju ruang makan.
Sesampainya disana, seperti biasa Mama selalu menunggunya. Ezra tersenyum tipis.
"Tumben telat? Biasanya jam 7 pulangnya"
Ucap wanita itu sambil memberikan sepiring nasi untuk Ezra."Hari ini lagi rame Ma. Jadi Ezra pulangnya nunggu agak sepian. Soalnya kurang orang juga tadi"
Fatma hanya mengangguk sebagai jawaban.
Setelahnya, Ezra teringat sesuatu.
"Ma, Kak Fani ajak Ezra kerja lagi. Tapi yang ini cuma weekend. Katanya sih ditempat hiburan gitu. Mungkin semacam bazar. Boleh Ezra ikut?"
Fatma menghela nafasnya pelan.
"Kamu giat kerja gini untuk apa? Kalo untuk bayar sekolah, Mama masih mampu biayain kamu. Tugas kamu cuma belajar yang rajin. Biar bisa dapet ranking. Kan kalo gitu Mama jadi bangga" Ucap Fatma sambil menatap putri bungsunya itu.
Ezra menundukkan kepalanya. Memang selama ia bekerja paruh waktu, nilainya selalu turun.
"Ezra mau kuliah. Tapi Ezra gak mau ngebebebanin Mama lagi" Cicit gadis itu, sambil membenarkan posisi kacamatanya yang turun.
"Tujuan kamu kuliah apa?"
Gadis itu bungkam. Bahkan ia tidak tau tujuannya untuk kuliah itu apa?
"Kamu aja diem Mama tanya gitu. Kuliah itu udah bukan waktunya main-main. Kalo kamu sendiri aja gak tau tujuan kamu kuliah itu apa, akan sia-sia uangnya"
Ezra masih tetap bungkam. Niat hati untuk izin kerja, malah overthinking soal masa depan.
"Pikirin matang-matang. Kamu udah 17 tahun. Udah besar. Cuma kamu satu-satunya harapan Mama" Ujar Fatma. Wanita itu beranjak dari duduknya meninggalkan Ezra.
Ezra termenung, menatap piringnya yang belum ia sentuh sama sekali.
'Aku harus apa sekarang?'
***
Ezra melangkahkan kakinya dengan lesu. Lorong sekolah masih cukup sepi pagi ini. Gadis itu memutuskan untuk pergi ke kantin membeli sarapan.
Saat dirumah tadi, Ezra sengaja bangun lebih pagi untuk membuat sarapan. Namun, Mamanya sudah bangun lebih dulu. Karena perbincangan semalam, Ezra merasa canggung dengan wanita itu. Jadilah ia memutuskan untuk berangkat ke sekolah saja langsung.
"Pak Nana, bubur ayam satu. Kayak biasa, gak pake bawang"
"Siap neng"
Gadis itu menunggu pesanannya sambil merenung menatap langit. Otaknya terus mengingat kejadian semalam.
'Cuma kamu satu-satunya harapan Mama'
Kalimat itu terus berputar di pikirannya. Bagaimana ia bisa memenuhi harapan Mamanya jika gadis itu saja belum tau tujuannya untuk kuliah apa?
Jika sudah begini, ia harus menemui seseorang yang ia pikir bisa membantunya. Gadis itu melihat jam yang bertengger manis di tangannya.
"Harusnya dia udah dateng" Ucapnya. Seraya menelusuri matanya di sepanjang koridor.
Benar saja, orang yang ia tunggu-tunggu pun akhirnya datang.
"Liya" Panggil Ezra.
Gadis yang dipanggil dengan nama 'Liya' pun menengok.
"Sini"
Liya segera menghampiri Ezra.
"Ngapain disini?" Tanya Liya sesampainya di sana.
"Menurut lo?"
Liya hanya ber'oh' ria sebagai respon.
"Neng buburnya" Ucap Pak Nana sambil memberikan pesanan Ezra.
"Terimakasih pak"
Ezra mengaduk buburnya dengan hati-hati. Sedangkan Liya hanya diam melihatnya.
"Mau ngomong apa?" Tanya Liya.
Ezra tersenyum.
"Emang lo doang deh Li, yang paling ngerti gue"
Liya memutar kedua bola matanya.
"Lo kan gitu biasanya. Kalo lagi OT pasti berangkat pagi. Makan bubur sambil nunggu gue di kantin. Padahal di kelas bakalan ketemu juga"
Ezra tertawa pelan. "Lebih enak disini ngobrolnya"
"Mau ngomongin apa? Masa depan?"
Ezra mengangguk. "Gue mau kuliah, tapi gue gak tau tujuan gue kuliah tuh apa"
"Jangan bilang lo mau ikut-ikut gue?" Tebak Liya.
Ezra terdiam. Gadis itu menghembuskan nafasnya pelan lalu menceritakan kejadian semalam.
Liya mendengarkan dengan seksama. Setelah Ezra selesai barulah Liya mengutarakan pendapatnya.
"Mama lo bener. Kuliah udah bukan waktunya buat main-main. Sekarang gue tanya, Cita-cita lo apa? Kalo lo udah tau Cita-cita lo apa otomatis lo bakalan tau tujuan lo buat kuliah itu apa"
Ezra diam mendengarkan jawaban dari Liya. Gadis itu termenung menatap lapangan yang berada di depan kantin. Matanya menangkap objek menarik.
Seorang laki-laki bermasker dengan jaket hitam denim berjalan menuju kantin. Mata gadis itu tak lepas dari objek yang sedari tadi ia lihat. Liya pun ikut melihat objek yang dilihat Ezra.
Wangi musk menyeruak memenuhi kantin, wangi dari parfum laki-laki itu. Ezra masih betah berlama-lama menatap laki-laki itu yang berlalu didepannya. Saat sudah menjauh, gadis itu bertanya pada Pak Nana.
"Pak, itu siapa?"
"Anaknya yang punya sekolah Neng. Tapi gak sekolah disini. Mungkin lagi berkunjung"
Ezra menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Setelahnya, gadis itu menatap Liya dengan senyuman di bibirnya.
"Kayaknya gue udah tau cita-cita gue apa"
Liya yang mendengar hal itu merasa aneh.
'Kok perasaan gue gak enak ya?' batin gadis itu.
****
Selamat malam minggu para readerskuuu :D
Btw, ada yang posisinya sama kayak Ezra? bingung sama masa depan sendiri, hihi.
It's okay yaaa, jalanin pelan-pelan. selalu libatin Tuhan di setiap langkah kalian.
And also cerita ini bakalan nemenin kalian juga nanti. semangat!!!
Baca, Imajinasikan, dan Enjoy...
Free vote's here ⬇️

KAMU SEDANG MEMBACA
ACCIDENT
Roman pour Adolescents⛔ Bukan Tempat Untuk Plagiat -- "Yang di perut lo anak gue kan?" Ezra terdiam, Tak berani menjawab. "Berani-beraninya lo sembunyiin ini dari gue?!" Ucap Jeff dengan nada pelan namun menusuk sambil melempar testpack yang mendarat tepat didepan sepat...