Jeff memarkirkan motornya di bagasi rumah. Setelah pertemuan tadi, ia memutuskan untuk langsung pulang saja. Entah mengapa moodnya berubah drastis semenjak bertemu dengan gadis itu.
'Ezra'
Nama yang terus berputar dipikirannya ketika sepupu Simon menyebut nama gadis itu.
Meskipun moodnya berubah menjadi buruk, kabar baiknya ia tidak perlu repot-repot lagi mencari gadis itu, karena ia bersekolah di sekolah naungan keluarganya. Takdir sedang berpihak kepadanya.
Perlu diketahui, keluarga Jeff menaungi beberapa sekolah yang berada di bawah yayasan milik mereka. Dua diantaranya adalah sekolah Jeff sendiri dan sekolah Ezra. Benar-benar kaya bukan?
Laki-laki itu memasuki rumahnya. Dilihatnya Robert yang berada diruang tamu sambil menyesap kopinya. Ia menatap putranya yang baru saja pulang.
Jeff tidak memperdulikan tatapan dari sang Papa. Ia melanjutkan langkah kakinya menuju kamar.
Jeff melempar asal tasnya dan merebahkan dirinya di atas sofa yang tersedia di kamarnya.
Pandangannya beralih pada pakaian jas formal yang ada di atas kasurnya. Alisnya bertaut heran.
Bersamaan dengan itu, suara ketukan pintu berhasil mengalihkan pandangannya. Jeff beranjak untuk membuka pintu kamarnya.
Helen tersenyum manis menatap putra semata wayangnya itu. Sedangkan Jeff tetap dengan wajah datarnya.
"Malam ini penentuan tanggal untuk pertunanganmu dengan dorothy. Jas itu di pesan khusus oleh kakekmu, untuk cucu kesayangannya"
Jeff mendengus pelan.
"Jeff gak akan pake jas itu, dan Jeff juga gak akan tunangan dengan dorothy"
Senyum di wajah Helen perlahan memudar.
"Kenapa?"
"Jeff sudah punya perempuan pilihan Jeff sendiri"
"Tinggalkan dia!"
Helen dan Jeff spontan menoleh. Robert berjalan perlahan hingga sampai tepat di depan putranya.
"Perempuan itu tidak ada hubungannya dengan keluarga kita. Dia akan menjadi perusak keharmonisan keluarga ini" Ucap laki-laki itu dengan nada tegasnya.
"Kenapa Jeff harus peduli dengan itu?" Tanya Jeff, menantang.
"Mengapa kamu sangat ingin mempertahankan gadis itu? Bahkan kami saja tidak tau siapa dan bagaimana gadis itu. Bukankah lebih baik dengan dorothy? Jika kau bersamanya, Kakek akan memberikan empat puluh persen dari hartanya untukmu, dan itu bukan jumlah yang sedikit tentunya" Ucap Helen
Jeff tersenyum sinis mendengar hal itu.
"Karna gadis itu sedang mengandung anak Jeff. Penerus dari keluarga ini"
***
Ezra membuka pintu mobil yang ia naiki. Sore itu, Liya mengantarnya pulang bersama dengan sepupunya.
"Thank you kak, traktirannya. Sering sering deh" Ucap Ezra dengan wajah sumringahnya.
Simon tertawa pelan. "Kapan-kapan main aja ke sekolah gue. Disana makanannya lebih enak"
"Iya enak, tapi mahal" Sahut Liya.
"Tenang, abang sepupu lo ini masih mampu buat beli" Ucap Simon dengan rasa percaya dirinya.
"Sombong" Jawab Liya.
Sedangkan Ezra hanya tertawa melihat tingkah mereka.
"Yaudah, kita pulang ya. Hati-hati lo, gelap tuh gang rumah lo" Ucap Liya. Mengingat rumah Ezra berada di dalam gang sempit, jadilah Ezra turun di pinggir jalan dekat gang rumahnya.
"Lo juga hati-hati, kabarin kalo udah sampe"
"Oke, daah" Ucap Liya dan Simon. Lalu mereka pun melaju menjauh dari hadapan Ezra.
Ezra menghembuskan nafasnya pelan. Kakinya berjalan ke arah yang berlawanan dari gang rumahnya. Keputusannya sudah bulat. Ia harus memeriksa keadaan dirinya.
Gadis itu melangkahkan kakinya menuju apotik yang berada tak jauh dari rumahnya. Beruntung Ezra adalah warga baru. Tidak banyak tetangga yang mengenal dirinya. Tak lupa juga ia mengenakan masker agar wajahnya tidak dikenali.
Sesampainya disana, ia segera menuju rak yang terdapat berbagai macam jenis testpack.
Sementara di sisi lain, Jeff memperhatikan Ezra yang tengah sibuk melihat rak yang berisi alat tes kehamilan itu. Benar dugaannya, jika Ezra akan mengandung darah dagingnya. Feeling seorang Ayah memang tidak pernah salah bukan?
Eh? Seorang Ayah?
Niat hati ingin membeli obat sakit kepala, Jeff malah menemukan jalan baru yang akan mempermudah dirinya untuk bisa lepas dari perjanjian bodoh keluarganya.
Melihat Ezra beranjak pergi, Jeff segera menuju kasir yang sebelumnya Ezra jumpai.
"Sorry, mau tanya. Cewek yang barusan beli apa?" Tanyanya basa-basi.
"Alat tes kehamilan untuk saudaranya kak"
"Oke terimakasih"
Jeff menunjukkan senyum tipisnya. Ia tahu bahwa Ezra telah berbohong. Jelas sekali gadis itu langsung memasukkan testpack yang ia beli ke dalam tasnya.
Jeff merasa sedikit bangga dengan dirinya.
'Baru sekali bisa langsung goll. So proud of you Jeff ' batinnya dengan senyum bangga.
****
Haloo!!
Ada yang masih nungguin cerita ini? 🤣🤣😆Terimakasih untuk para readers yang masih setia mantengin cerita ini sampe di part ini😆❤
Luv u so much guys❤
Baca, Imajinasi kan, dan enjoy...
⬇️ free vote's here..

KAMU SEDANG MEMBACA
ACCIDENT
Teen Fiction⛔ Bukan Tempat Untuk Plagiat -- "Yang di perut lo anak gue kan?" Ezra terdiam, Tak berani menjawab. "Berani-beraninya lo sembunyiin ini dari gue?!" Ucap Jeff dengan nada pelan namun menusuk sambil melempar testpack yang mendarat tepat didepan sepat...