17. Lubang Buaya

750 36 0
                                    

Angin berhembus dengan pelan menyapa dedaunan dan bunga yang di tanam Keisari di sekitaran rumah. Teras yang hanya di terangi lampu berwarna kuning membuat kedua kutub yang saling berhadapan itu harus menajamkan penglihatannya dan merendahkan suara agar Musa tidak terbangun dari tidurnya.

"Aku mohon, aku ingin bertemu dengannya."

Wanita itu menghela napasnya pelan, ia benar-benar sudah menyerah dengan Arland. "Dia sudah tidur," ujarnya.

"Aku ingin melihatnya,"ujar Arland,lagi-lagi memohon.

"Gus, jaga batasanmu. Ini sudah malam, kau tidak bisa berbuat seenaknya."

"Aku hanya ingin bertemu dengan putraku, Keisari."

"Musa sudah cukup menderita, Arland. Kedatanganmu cuma membuatnya sakit. Aku mohon, jangan temui dia lagi jika kau memang menyayanginya."

"Musa!"

"Musa, Ayah di luar nak!"

"Arland!"

Pria itu menggeleng keras. "Aku mengerti kau sangat membenciku Keisari, tapi jangan halangi aku bertemu putraku"

"Arland, mengertilah. Kau tidak bisa selalu ada untuknya dan kau selalu berjanji dengan janji yang jelas-jelas tidak bisa kau tepati. Kau tidak tau betapa dia sangat merindukanmu dan aku bisa menjelaskan dan dia mengerti. Sekarang, lihat bagaimana ia sangat sedih karenamu, kau pikir aku tidak kasihan melihatnya selalu seperti itu? Menanti janjimu yang tidak bisa kau tepati? Pergilah Arland, sekarang aku masih bisa membuatnya mengerti dengan keadaan. Jangan biarkan dia tahu semuanya Arland, aku tidak mau kehilagan tawa putraku."

"Kalau begitu menikahlah denganku."

Keisari menatapnya sambil menggeleng pelan. Rasanya, ia muak dengan kata pernikahan. Jiwanya terasa terkoyak-koyak setiap kali mendengar kalimat itu.

"Pergilah Arland."

"Atau berikan Musa padaku."

Mendengarnya, Keisari menatapnya tajam dengan kilatan emosi. "Setelah semua perjuanganku menghidupinya kau memintannya? Apa aku gila akan memberikan putraku padamu?" Ujarnya dengan suara meninggi. Ia tidak bisa menerima dengan gamlangnya permintaan Arland .

"Lalu aku harus bagaimana Keisari! Kau tidak pernah sedikit saja mengerti, aku di kekang, aku terbelenggu. Dan kau tidak pernah sedikit saja melihat perjuanganku Keisari, aku juga ingin menebus dosaku, Keisari," ujar Arland dengan suara tak kalah tinggi.

Kedua kutub itu saling menatap tajam dengan dada berdebar-debar. Rasanya perdebatan ini tidak akan ada habisnya.

Arland menyadari sikapnya yang arogan lantas memandangnya lembut. Ia tidak akan pernah bisa melihat wanita itu ketakutan. "Berikan aku kesempatan, aku mohon."

"Bagaimana bisa!" Keisari berujar frustrasi. Rasanya ia benar-benar akan gila dengan semua ini.

"Kita menikah, ya? Lalu kita akan pergi, membawa Musa jauh dari orang-orang."

Suara putus Arland tersengar begitu rendah. Ia memohon dengan sangat.

"Ayah, Ibu."

Keisari yang menyadari kedatangannya menoleh. Putranya beridiri tak jauh darinya dengan mata yang bengkak karena tangis."Kalian bertengar lagi." Kemudian, tangis bocah itu pecah. Kembali lagi tidurnya terusik dengan perdebatan ayah dan ibunya. Lagi pula, anak mana yang bisa menerima keadaan ini?

Keisari lantas memeluknya sambil mengusap punggungnya denga lembut. "Tidak, Ayah dan Ibu tidak bertengkar. Kenapa kau terbangun? hm?"Ujarnya sambil menghalau rambut Musa yang menempel di kening karena keringat. Ia menatapnya sambil tersenyum lembut.

Rahasia Gus (TAMAT 🕊️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang