KB II - Dokter Kandungan Bejat
(Risjad Side - Risjad Story)
Beberapa minggu berlalu setelah masa honeymoon gue bersama Intan. Kami tinggal di rumah pemberian orang tua Intan yang masih berada di Jakarta, tak jauh dari rumah Papa dan Mama. Semenjak kedatangan adek gue yang paling kecil ini kembali ke Jakarta, kehidupan di rumah menjadi lebih ramai. Terang saja, Papa sangat bahagia sekali bisa menghajar lobang anak bontotnya itu, dan gue rasa mas Rasyid pun sekarang jadi lebih sering berkunjung ke rumah karena alasan yang sama.Gue dan Intan pun masih sibuk dengan pekerjaan kami masing-masing. Berangkat pagi, pulang sore atau malam hari. Begitu terus jadwal kami sehari-hari. Walaupun begitu, kami masih menyempatkan diri untuk refreshing berdua, sekedar jalan-jalan ke mall atau olahraga kecil di sekitar rumah maupun di clubhouse yang tersedia. Sampai pada beberapa hari kebelakang, gue lihat Intan selalu saja mengalami perubahan mood yang cukup drastis. Ditambah lagi, kondisi kesehatannya yang tiba-tiba terlihat memburuk. Gue khawatir akan gejala Covid yang menimpa dirinya.
Hingga suatu hari, Intan yang sudah tak tahan mulai meminta gue untuk menemaninya ke dokter. Panik kami berdua menuju ke rumah sakit, tak lucu jika semisal terjadi hal yang tidak-tidak di usia pernikahan kami yang masih sebentar ini. Setibanya disana, sudah ada seorang dokter pria yang langsung menyambut kami. Aneh memang, dokter ini langsung mengajak Intan masuk ke ruangannya, sedang gue dimintanya untuk menunggu di luar sambil terpaku kebingungan.
Selang 10 menit kemudian, dokter ini pun keluar dengan tersenyum lebar.
"Mas, silahkan masuk mas. Mba Intan mau bicara." Ujarnya masih sambil tersenyum. Untung saja dokter ini rupawan, kalau tidak, mungkin gue sudah marah-marah disini."Kenapa dok? Istri saya gapapa kan?" Tanya gue panik namun sengaja memegang pundak dokter sambil mengguncangkannya secara dramatis.
"Hahaha, udah udah mas Risjad. Masuk dulu aja mas. Saya tinggal sebentar ya mas." Balas dokter tampan ini sambil menepuk pundak gue.
Dokter itu langsung mendorong gue untuk masuk ke dalam ruangannya. Begitu membuka pintu, gue melihat Intan yang sedang menangis. Bukan tangisan sedih, melainkan tangisan haru penuh kebahagiaan.
"Jad. Aku hamil Jad, bentar lagi kamu jadi Papa." Intan membuka tangannya lebar-lebar, meminta suaminya untuk memeluk dirinya."Aku? Aku jadi Papa???" Tanya gue tak percaya. Gue peluk erat istri gue dan tak gue sangka gue mulai meneteskan air mata haru.
– – – –
Rupanya Intan sendiri sudah tahu jika dirinya hamil. Sengaja ia ingin memberikan kejutan kepada gue dengan cara ini. Pantas saja, bukannya kami pergi ke rumah sakit terdekat dengan rumah, melainkan kami pergi ke rumah sakit bersalin. Bodohnya, gue pun juga tak sadar karena sudah kalut oleh suara kesakitan Intan yang sengaja ia buat-buat.
Gue sendiri sekarang sedang berada di luar rumah sakit, mencoba mengambil udara segar sambil merokok sebentar sebelum nanti gue harus benar-benar berhenti. Intan sendiri sedang berbincang-bincang dengan temannya yang kebetulan bekerja di rumah sakit ini, gue yang malas bergabung jadinya berdiam sendirian merenungi apakah gue bisa menjadi Papa yang baik bagi anak gue kelak.
"Mas Risjad, santai aja mukanya. Jangan tegang-tegang, kan harusnya happy baru nikah udah dikaruniai momongan." Suara seorang dari belakang. Begitu gue menoleh, rupanya itu dokter pria yang tadi mengurus Intan.
"Eh dok. Hahaha. Iya begitulah dok. Masih shock aja saya." Balas gue tersenyum malu.
"Ya pasti sih, cuma tetep harus happy ya mas. Sama ntar ini rokok terakhir mas, jangan ngerokok lagi nanti." Ujarnya dan mulai menyalakan api untuk rokoknya.
"Belom kenalan mas, gue Dino yang bakalan jadi dokter kalian." Ia menjulurkan tangannya dan segera gue jabat sambil kembali memperkenalkan diri meski ia sudah tahu.Kami lalu melanjutkan merokok dalam diam. Sebentar gue amati sosok dokter di sebelah gue ini. Pria yang mungkin beberapa tahun lebih tua dari gue. Fisiknya sangat ideal, tidak besar namun tampak kuat dan gagah atletis berbalut kemeja biru muda rapi dengan celana kain pensil yang ketat. Dari tangannya pun terlihat guratan urat yang menjalar, nampak otot itu yang membuat uratnya terlihat sangat menarik.
Rokok gue sudah habis sedang milik Dino masih tersisa ½ nya. Ia lalu mengambil bungkus rokok dari kantong kemejanya dan memberikan kepada gue.
"Puas-puasin dulu kali ini. Abis itu ga boleh lagi ya." Ujarnya mendikte. Tegas dan berkharisma."Hahaha siap dok." Balas gue sambil mengambil rokoknya.
"Panggil nama aja lah. Umur kita ga beda jauh jugaan. Berasa tua banget gue dipanggil dokter."
"Lah kan wajar kali? Emang situ dokter?" Canda gue yang ternyata dibalas sangat baik oleh Dino ini. Ia mendorong lengan gue dengan sikunya.
Sejenak terjadi pembicaraan antara kami berdua. Gue ketahui ternyata ia lebih tua empat tahun dari gue. Seorang duda dengan alasan yang menurut gue sangat tak masuk akal. Dino diceraikan istrinya karena pekerjaannya sebagai dokter obgyn. Padahal mantan istrinya sudah tahu jelas sebelum menikah Dino sudah menjadi dokter dan rupanya ia tak kuat melihat suaminya yang setiap kali harus berurusan dengan wanita-wanita cantik yang mengandung dan berkonsultasi oleh Dino.
"Aaah sorry ya Dino." Kata gue merasa agak salah menanyakan begini meski Dino bercerita sendiri tanpa paksaan.
"Santai. Udah biasa juga. Lagipula ya, enakan kaya gini lah sekarang. Bebas mau ngapain aja." Balas Dino dengan senyumannya yang manis.
"Bebas banget tuh. Hahaha berasa jomblo lagi kan ya."
"Yoi, lo sendiri tahu lah pasti Jad. Bebas mau main sama siapa aja." Ia mulai mengangkat alisnya saat berbicara itu dan ia juga sempat mengedipkan mata ke arah gue.
"Hahaha bisa aja lo Din."
Sambil menghabiskan rokok, dilanjutkan perbincangan diantara kami yang makin lama makin mengarah ke ranah yang menurut gue sangat menjurus. Bagaimana tidak, Dino memuji kehebatan gue yang bisa langsung menghamili istri gue. Ia pun juga bercerita bahwa sebenarnya hubungan sex dengan mantan istrinya itu selalu bagus, bahkan mantan istrinya selalu saja orgasme berkali-kali karena permainan Dino yang hebat dan ukuran kontolnya yang bersar itu.
"Ckckck. Apa ini maksudnya mau pamer kontol nih?" Tembak gue yang sudah terangsang oleh ceritanya itu.
"Tentu aja dong. Sayang punya kontol gede ga dipamerin kan?" Sergahnya sambil mulai mengangkat alisnya kembali.
"Sini coba buktiin. Ga percaya kalo cuma dari omongan doang mah."
"Ohh gitu, oke!" Jawab Dino tegas.
"Ikut gue sini ke mobil gue." Ia mematikan rokoknya dan langsung berdiri.****
Terimakasih atas dukungan kalian selama ini! Melalui pesan pendek disini, Author ingin menyampaikan rasa bahagia Author atas antusiasme dari para pembaca setia semua. Oleh karena itu, Author akan terus berkarya demi memberikan kepuasan bagi kalian semua melalui cerita-cerita yang Author lahirkan.
Semoga dari cerita-cerita Author seluruhnya bisa membuat kalian terbawa oleh suasana dan tentunya kalian bisa selalu Coli dengan puas hingga tenaga terkuras!
Kisah lengkap "Keluarga Berbeda II" kini dapat kalian akses melalui https://karyakarsa.com/deansius
Begitu pula dengan kisah lain milik Author seperti "Keluarga Berbeda" ; "Para Pejantan" ; "Ero-Mantica" ; "Para Pejantan II" ; "Terapi 'Kejantanan'" ; "Laki-Laki Perkasa" ; "Pemijat Sensasional" ; "Top Series #1 - InterSext" ; "Bot Series #1 - Petualangan Anak Kembar" ; "Vers Series #1 - Petualangan Anak Kembar" ; "Bot Series #2 - Desahan penuh Desahan" ; "Perjalanan Birahi" ; "Menduduki Raga Pria" dapat kalian akses di situs karyakarsa milik Author.
Untuk cerita lengkap dan update terbaru dalam kisah ini dapat anda baca dan nikmati di sana.
Terimakasih dan selamat membaca!
Regards,
Rakarsag
KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Berbeda II
RandomMohon pengertiannya - Cerita mengandung Konten 21++ dengan Tema LGBT Sehubungan adanya musibah yang saya alami pada akun Karyakarsa, saya pun membuat akun baru dengan ALIAS berbeda menjadi "Deansius" dimana kalian bisa menemukan cerita saya pada ht...