[11] Masa Hukuman

120 15 0
                                    

"Hah?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hah?"

"Kenapa? mau saya tambahkan lagi hukumannya?" tanya Pak Budi seraya melipat kedua tangannya di dada.

"Enggak Pak!" jawab Raina memelas.

"Harusnya kalian bersyukur, saya masih memberikan hukuman ringan untuk kalian. Kalian tau nggak sih sebenarnya saya malu atas perilaku kalian hari ini, pasti banyak guru yang membicarakan tentang saya karena tidak memberi contoh yang baik terhadap anak didiknya," jelas Pak Budi yang membuat Raina merasa bersalah kepadanya.

"Deonata, seharusnya hukuman kamu lebih berat di banding ini karena sudah merusak fasilitas sekolah, tapi karena kamu belum lama disekolah ini terpaksa saya harus memakluminya. Ingat ini peringatan pertama dan terakhir buat kamu, jangan buat ulah lagi! Dan kamu Raina, sebenarnya saya tidak menyangka bahwa ketua kelas akan melakukan hal yang se-ceroboh ini."

Ekspresi Nata hanyalah datar, sangatlah datar bagaikan kanebo kering ketika digertak seperti itu. Mungkin baginya hal seperti ini sudah biasa terjadi kepadanya.

"Kita minta maaf Pak," lirih Raina memelas.

"Cepat masuk kelas! Setelah pulang laksanakan hukumannya! Dan jangan pernah mencoba buat kabur, karena CCTV selalu mengintai kalian."

Mereka pun mengangguk, lalu kembali ke kelas dengan perasaan yang berbeda satu sama lain.

•••

Kini, mereka sudah berada di halaman sekolah seraya membawa peralatan kebersihan seperti sapu lidi, serokan, plastik sampah dan juga lainnya. Raina terdiam, juga tercengang saat melihat halaman yang begitu luas seperti lapangan bola.

"Lo bagian sana, gue bagian sini," suruh Nata, seraya menunjuk tempat yang terdapat banyak daun kering.

Raina mengangguk, lalu berjalan ke arah tempat yang Nata suruh. Mereka  menyapu dedaunan itu dengan keadaan hening, tak ada pembicaraan sedikit pun diantara mereka. Semuanya sibuk dengan tugas masing-masing.

Dalam keadaan hening, mereka saling melirik satu sama lain dengan keadaan yang cukup canggung, entahlah, apa yang sedang dipikirkan oleh mereka berdua sehingga tak ada pembicaraan apapun di antaranya. Namun Raina yang sudah tidak tahan dengan keadaan ini pun mulai memberanikan diri untuk berbicara kepada laki-laki tersebut.

"Nat?" panggil Raina

"Apa?"

"Pacar kamu... Sekolah dimana?" tanya Raina hati-hati seraya menyapu dan memalingkan wajahnya karena tak berani menatap Nata.

Nata terdiam, tanpa sadar dirinya menyunggingkan senyum tipis yang tak bisa dilihat oleh perempuan itu.

"Apa urusannya sama lo?" ketus Nata.

A Game of Fate [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang