[20] Dejavu Masa Lalu

89 13 0
                                    

"Ra, Raina!!! Lo dimana?" teriak Freya mencari-cari Raina. Freya baru saja menyadari Raina tidak bersamanya sejak tadi.

"Pak, Bapak liat Raina nggak?" tanya Freya bergegas menghampiri guru terdekat.

"Loh bukannya tadi saya liat Raina sama kamu di belakang."

"Iya Pak tadi sama saya, cuma tadi Raina istirahat sebentar untuk minum  dan suruh saya duluan. Saya baru sadar saat kita udah sampe tenda, kalau Raina nggak ada," jelas Freya mulai panik sendiri sehingga untuk berbicara pun berbelat-belit.

Guru tersebut terdiam sejenak untuk berpikir apa yang terjadi, tiba-tiba seorang murid laki-laki pun juga ikut mendatanginya.

"Pak Deonata hilang!"

Belum guru tersebut menjawab, Freya langsung menyambar ucapan pria itu.

"Hah ilang? Deonata juga nggak ada? Lo jangan cari gara-gara ya," kaget Freya.

"Gue serius, tadi gue udah cari ke dalam tenda, arah sungai, dan wilayah sekitarnya, tapi tetap nggak ada," jawab pria itu.

Dalam hati Freya memejamkan matanya dan terus mengutuk dirinya sendiri, kenapa ia harus membiarkan sahabatnya itu, kenapa nggak ia tunggu saja tadi saat Raina ingin istirahat sebentar untuk minum.

"Dasar Freya bodoh, kenapa lo mau aja tadi disuruh duluan sama Raina. Harusnya lo tunggu aja tadi," batinnya seraya memukul kepalanya pelan.

"Freya saya minta kamu untuk kumpulkan semua murid, malam ini kita harus ke hutan lagi dan segera mencari mereka!" perintah guru tersebut.

Freya mengangguk, dan bergegas berlari ke arah tenda lagi untuk mengumpulkan semua murid.

Melihat Freya yang tengah berlari dan memanggil semua murid, Clara bingung dengan apa yang terjadi, ia pun langsung bertanya kepada perempuan itu.

"Cewek galak, ada apa sih ribut-ribut berisik tau!"

"Lo mending diem deh, Raina hilang di hutan," jawab Freya seraya masih sibuk memanggil murid lainnya.

Mendengar itu, Clara tertawa kecil.

"Bagus dong hilang, kayaknya si Raina sok bijak itu udah dimakan binatang buas."

"Jangan sembarangan ya, jaga mulut lo," marah Freya.

Clara tersenyum miring, dan beralih memainkan handphone.

Melihat tingkah Clara yang menjadi-jadi, Freya semakin geram lalu berpikir untuk memanas-manasi nya.

"Lo tau nggak, kalo Deonata juga hilang? Jangan-jangan mereka lagi pacaran lagi."

"APA??" kaget Clara tercengang.

"Sialan, kenapa mereka bisa berdua," ucap Clara sendiri kesal.

•••

"Nat, kenapa guru-guru nggak cari kita ya," tanya Raina seraya menatap api unggun yang mereka buat, juga memeluk kakinya.

"Sabar, lagian kalo kita jalan lagi, lo mau nambah nyasar," jawab Nata sambil melirik Raina yang termenung menatap api unggun.

Perempuan itu mengangguk, lalu mereka terdiam sejenak menikmati keheningan di tengah api unggun.

Nata pun melirik Raina kembali, pria itu merasa bahwa gadis itu masih kedinginan dengan udara larut malam. Ia pun berinisiatif untuk memberikan jaketnya.

"Apa?" bingung Raina saat Nata menyodorkan jaketnya.

"Pake!" suruh Nata datar.

Raina tersenyum malu mendapatkan perlakuan seperti itu.

"Boleh pakein nggak?" pinta Raina dengan senyum manisnya.

"Modus," ujar Nata menutup wajah Raina dengan jaketnya itu.

Raina tertawa kecil, lalu mengambil jaket tersebut dari wajahnya dan langsung memakainya.

"Nat aku boleh tanya sesuatu?" tanya Raina dengan wajah yang kembali serius.

"Apa?"

"Apa yang kamu nggak suka dari aku?"

Lagi-lagi Nata kembali terdiam sejenak, pria itu bingung mengapa Raina tiba-tiba menanyakan hal seperti ini. Pertanyaan yang selalu Raina ucapkan selalu membuat Nata terheran.

"Banyak," jawab Nata singkat.

"Apa aja?" tanya Raina kembali penasaran.

"Ya banyak, gue nggak bisa sebutin satu-satu.

Raina mengangguk, tapi bukan Raina kalau ia tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, ia pun kembali bertanya dengan tatapan yang lebih intens terhadap Nata.

"Apa suatu saat kamu bisa suka sama aku Nat?"

Nata mengernyitkan keningnya, ia heran mengapa pertanyaan-pertanyaan yang Raina ucapkan selalu membuat tubuhnya membeku. Apa yang harus ia katakan sekarang.

Nata menghembuskan napasnya kasar, dengan santai ia pun mulai menjawab pertanyaan out of the box gadis itu.

"Sepertinya mustahil gue suka sama lo."

"Kenapa?"

"Karena gue cukup takut memulai hubungan dengan seseorang."

Dengan hati-hati Raina kembali bertanya, "Apa yang buat kamu takut Nat?" sebenarnya ia takut menanyakan hal seperti ini, tapi rasa penasarannya jauh lebih besar dari rasa takut.

"Karena keluarga gue hancur akibat perempuan itu. Perempuan yang seharusnya gue banggakan tapi malah buat gue kecewa," lirih Nata dengan tatapan kosong mengarah mata Raina.

Mereka saling bertatapan selama beberapa detik, pikir Raina, pasti tekanan yang selama ini Nata rasakan begitu sakit sehingga betapa banyak kesedihan di balik mata elangnya.

Tanpa pikir panjang, Raina langsung memeluk tubuh Nata dengan hangat seraya mengelus tengkuk leher pria itu untuk menenangkannya.

"Maaf, apa yang kamu maksud itu Tante Nila Nat?"

Nata mengangguk pelan di dalam dekapan Raina, dengan lirihnya ia pun kembali berbicara mengenai hal yang membuat Raina merasa dejavu akan kehidupannya masa lalu. Dan tanpa perempuan itu sadari ia pun mulai meneteskan air mata.

"Perempuan itu selingkuh. Dan hal itulah yang menjadi penyebab bokap gue meninggal."

Sepersekian detik Nata langsung menyadari apa yang ia lakukan, mengapa ia menceritakan tentang semua kehidupannya pada Raina. Mengapa dirinya terlalu larut akan suasana?

"Raina lo..."

Baru saja Nata ingin memarahi Raina karena sudah memancing keadaan. Tetapi dirinya malah dikejutkan sesuatu yang membuat ia lagi-lagi terheran.

"Lo nangis?"

To Be Continued

_____________________________________

Apa ya yang terjadi sama Raina sampai ia menangis mendengar hal seperti itu?

Tunggu di part selanjutnya✌️

A Game of Fate [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang