Saat malam tiba, mereka berdua pun saling berjalan beriringan di tepi pantai seraya melihat deburan ombak yang begitu menenangkan.
Tanpa sadar, angin malam yang berhembus seketika menusuk tubuh gadis itu. Nata yang peka pun dengan sigap langsung memakaikan jaketnya terhadap Raina.
"Jangan Nat, nanti kamu kedinginan. Lagian aku juga udah pake jaket," pinta Raina khawatir dengan Nata.
"Kamu nggak usah khawatir, yang paling utama itu kamu Ra, angin pantai itu bahaya."
Raina terdiam sejenak, lalu tersenyum memaksakan.
"Karena aku sakit kan?"
Nata mengernyitkan keningnya dan menggeleng dengan cepat.
"Kamu jangan salah paham Ra, aku cuma..."
"Iya aku tahu kok, angin pantai itu bahaya, bisa buat orang masuk angin," ujar Raina memotong ucapan Nata seraya tertawa.
Nata tersenyum kikuk mendengar itu, ia takut bahwa dirinya salah bicara.
"Nat, kita duduk dulu yuk disini," pinta Raina menarik tangan Nata untuk duduk diatas pasir.
Raina pun menarik napasnya panjang dan mengeluarkannya dengan perasaan lega, ia pun tersenyum takjub melihat indahnya pantai, walaupun keindahannya itu tertutup oleh langit malam.
"Ternyata jalan-jalan di pantai saat malam seru juga ya Nat, rasanya tenang," ujar Raina menatap Nata dalam.
Nata pun tersenyum dengan menganggukkan kepalanya.
"Karena itu aku ajak kamu kesini."
Raina tersenyum tipis, lalu dengan hati-hati gadis itu pun menidurkan kepalanya di atas pundak Nata.
"Nat?" panggil Raina dengan suara sedikit berat.
"Iya?"
"Makasih ya kamu udah buat aku jadi perempuan yang paling bahagia," jelas Raina seraya memejamkan matanya karena nyaman berada di pundak Nata.
Nata terdiam, spontan ia pun juga menaruh kepalanya di atas kepala Raina dengan perlahan.
"Giliran aku yang akan selalu ada di samping kamu Ra, kita ukir kebahagiaan sama-sama," balas Nata penuh makna dan dalam.
Mereka saling terdiam, hanyut dalam perasaan masing-masing. Jantung Raina pun berdebar sangat kencang, begitupun sebaliknya. Nata baru saja menyadari, perasaannya terhadap Raina jatuh paling dalam. Dirinya benar-benar sangat mencintai gadis itu dan tidak ingin kehilangannya.
"Ra, yuk pulang, aku takut kamu dicariin Tante Yasmin," ajak Nata seraya membelai pipi Raina yang pucat dengan lembut.
"Iya benar juga, yuk kita pulang!"
Nata mengangguk, lalu membantu Raina untuk berdiri.
"Maaf, aku terlambat menyadari perasaan aku Ra, entah mengapa sekarang aku takut, takut suatu saat terjadi sesuatu yang akan buat aku hancur kembali," batin Nata sesaat.
•••
"Nata!! Kamu ngapain sendirian di rooftop, kenapa kamu nggak ajak aku?" panggil Raina seraya menghampiri Nata yang tengah melamun.
"E-enggak papa, aku cuma nyari angin aja disini," balas Nata yang langsung tersenyum sumringah sambil menggenggam tangan Raina lembut.
Raina mengangguk, lalu ia pun menyodorkan sesuatu kepada Nata.
"Mama bawain aku bekal, kita makan sama-sama yuk!" ajak Raina.
Melihat isi bekal yang diberikan oleh Ibunya Raina, seketika Nata pun tertawa.
"Bekalnya lucu, ini kamu yang minta?" tanya Nata yang masih belum berhenti tertawa.
Bekal itu berisi makanan pada umumnya, namun dihias-hias agar menjadi lebih cantik dan lucu. Seperti, nasi, buah, sayuran dan lain sebagainya.
"Enggak kok!! Mama sendiri yang buat bekalnya kayak gini, bukan aku yang minta," ujar Raina menggelengkan kepalanya cepat, malu dengan Nata.
Nata mengernyitkan keningnya seraya tersenyum menggoda.
"Ngaku aja, lagian lucu kok," ucap Nata dengan mencolek hidung Raina.
Raina tersenyum kikuk, lalu memalingkan wajahnya malu.
"Yaudah yuk kita makan!"
Mereka pun duduk bersampingan, dan mulai makan dengan menyuapi satu sama lain.
Setelah selesai makan, seperti biasa mereka akan menghabiskan waktu untuk mengobrol sebelum bel tanda masuk berbunyi. Kehangatan yang terjalin diantara mereka pun membuat hubungannya semakin erat.
"Nat, aku boleh tanya sesuatu?" tanya Raina tiba-tiba.
"Kenapa harus nanya sih Ra, ngomong aja!" kikik Nata tertawa singkat.
"Apa alasan kamu suka aku Nat?
Nata terdiam sejenak, menatap Raina dalam, lalu dengan santai ia pun menjawab.
"Kalau kamu tanya kenapa aku bisa suka sama kamu, aku sendiri pun nggak tahu jawabannya. Menurut aku, cinta yang dalam itu nggak butuh alasan Ra, aku cinta kamu ya karena kamu selalu ada sisi aku, menerima semua keadaan dan sifat buruk seorang Deonata. Jadi nggak ada alasan untuk aku nggak jatuh cinta sama kamu Raina," jelas Nata dalam.
Raina terdiam, memaknai semua perkataan Nata yang sangat dalam. Hati gadis itu begitu terenyuh.
"Makasih ya Nat."
"Mau sampai kapan kamu bilang makasih?"
Raina pun tersenyum, spontan ia langsung memeluk Nata erat.
"Aku takut, takut akan pergi selamanya ninggalin kamu Nat," batin Raina dalam pelukan Nata.
Di tengah keheningan yang memecah, tiba-tiba dalam pelukan Nata, Raina merasakan kembali rasa sakit yang hebat di kepalanya.
Mendengar Raina meringis kesakitan, spontan Nata langsung melepaskan pelukannya karena khawatir.
"Kita ke rumah sakit ya sekarang, atau kita ke UKS dulu aja istirahat?" tanya Nata khawatir juga takut.
Raina pun menggeleng seraya tersenyum tipis.
"Tenang aja aku nggak papa kok. Nat, boleh nggak kalau nanti lusa kamu temenin aku kemo?" tanya Raina dengan senyum yang di paksakan agar Nata tidak khawatir.
"Kamu nggak usah minta pun aku temenin Ra."
"Makasih," ujar Raina dengan senyum yang masih terpampang di wajahnya.
"Aku tahu pasti kamu lagi nahan sakit kan, sampai kapan kamu harus pura-pura kuat Ra!"
To Be Continued
______________________________________Halo semua gimana kabar kalian? Semoga selalu dalam keadaan baik ya🤗
Terima kasih bagi yang sudah baca, dan terus dukung cerita ini ya apabila kalian suka, boleh juga kok komennya supaya aku nambah semangat untuk nulisnya.
Sampai jumpa lagi di part selanjutnya dadah✌️✌️
KAMU SEDANG MEMBACA
A Game of Fate [SELESAI]
Novela Juvenil"Nata, makasih ya untuk semua memori indah yang kamu beri untuk aku. Sekarang aku izin pamit. Maaf aku nggak bisa menepati janji aku untuk kamu." "Kamu nggak boleh pergi ke mana-mana Ra!?" "Raina!?" Deonata Lio Bagaskara, laki-laki dengan penuh seju...