[48] Selamat Tinggal

119 10 0
                                    

"Ra, kita pulang aja ya, anginnya kencang disini," bujuk Nata ketika melihat Raina yang masih bermain air dengan tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ra, kita pulang aja ya, anginnya kencang disini," bujuk Nata ketika melihat Raina yang masih bermain air dengan tangannya.

Raina menggelengkan kepalanya lemah.

"Baru juga sebentar di pantainya, masa mau langsung pulang Nat."

Nata terdiam sejenak, memperhatikan Raina yang masih asik sendiri. Namun tak lama Nata pun menyuruh Raina untuk duduk di dekatnya.

"Raina, bisa kesini sebentar? Aku mau bicara sama kamu," panggil Nata lembut.

Raina pun mengangguk seraya tersenyum tipis. Gadis itu pun langsung menghampiri Nata dan duduk di sampingnya.

"Ada apa Nat?" tanya Raina dengan raut wajahnya yang lemah dan mata sayunya.

"Nggak papa, aku cuma mau lihat kamu lebih dekat aja," jawab Nata menatap Raina lekat.

Raina mengernyitkan keningnya, lalu menepuk Nata pelan.

"Aku kira ada apa."

Mereka sempat terdiam sejenak. Tak lama Nata pun bersuara memecahkan keheningan.

"Ra, aku boleh tanya sesuatu?"

"Tanya apa?"

Nata menelan salivanya berat, ia takut pertanyaannya ini akan menyinggung perasaan Raina. Ia pun menarik napasnya dalam dan menghembuskannya, mencoba berhati-hati dalam bertanya.

"Ra, kenapa... Kenapa kamu berhenti ngejalanin pengobatan kemoterapi? Kamu kan udah janji sama aku untuk sembuh. Lagi pula kemoterapi itu kan tahap untuk operasi pengangkatan tumor yang ada di otak kamu Ra," tanya Nata hati-hati, namun terlihat dari wajahnya yang kecewa dengan Raina.

Mendapat pertanyaan itu Raina hanya tersenyum kecut.

"Kalau kamu tanya hal itu, aku juga nggak tahu pasti jawabannya Nat, aku juga bingung kenapa aku bisa sepasrah ini, tubuh aku terlalu lelah untuk menerima efek dari semua obat-obatan itu," jawab Raina menundukkan kepalanya.

"Tapi Ra..."

"Menurut aku, kemoterapi itu bukan untuk menyembuhkan, tapi untuk memperlambat kematian," lirih Raina memotong kalimat Nata.

"Kamu kok ngomongnya gitu sih Ra, aku nggak suka kalau kamu kayak gitu!!" kesal Nata.

Lagi-lagi Raina hanya menundukkan kepalanya seraya memainkan pasir dengan telunjuknya, ia merasa bersalah dengan apa yang di ucapkannya tadi.

"Maaf."

Melihat itu, spontan Nata langsung memeluk Raina erat, pria itu benar-benar takut kalau harus kehilangan gadisnya. Tapi siapa sangka, kalau pelukan itu akan menjadi...

"Kamu nggak usah mikir macam-macam Ra, kamu harus sembuh demi orang yang sayang sama kamu, dan kamu harus tahu, tanpa kamu dunia aku akan hancur lagi Ra. Kamu nggak mau kan kalau aku kembali seperti dulu?" tutur Nata dengan sorot mata yang benar-benar tak ingin kehilangan Raina.

A Game of Fate [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang