"Ya ampun, jangan baper Raina," teriak kecil Raina seraya tengah tersenyum-senyum sendiri didalam kamarnya. Ia terus saja mengingat kejadian tadi di sekolah yang sangat membuatnya bahagia.
"Coba aja Freya tadi nggak datang ke UKS, dan nggak ada kejadian gelas pecah, pasti Nata lebih perhatian dan juga romantis," ujar Raina dengan menepuk-nepuk kasurnya sendiri salah tingkah.
Di sela-sela kebahagiaannya, tiba-tiba Ibunya pun muncul seketika tanpa mengetuk pintu kamarnya terlebih dahulu, Raina yang masih tertawa sejak tadi pun langsung tersentak kaget dan langsung diam membeku.
"Ra, kamu kenapa ketawa-ketawa sendiri?" tanya Yasmin kepada anaknya.
"E--engga kok Ma, itu tadi ada cicak botak jadi aku ketawa deh," jawab Raina asal seraya tersenyum kaku dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Ada-ada aja kamu, mana ada cicak botak."
"Ada Ma, kan emang cicak itu botak, oh iya Mama ngapain ke kamar aku?" tanya Raina mengubah topik.
"Mama bawain kamu obat, diminum ya Nak biar besok nggak pusing kepalanya. Lagian kamu juga sih nakal nggak mau dengerin apa kata Mama, jadi sakit kan sekarang," omel Yasmin kepada anak semata wayangnya.
"Iya Ma, Raina minta maaf. Raina minum ya obatnya."
"Iya dong harus, yaudah Mama ke bawah lagi, udah minum obat langsung tidur ya!"
"Iya Mamaku sayang."
Setelah Ibunya pergi, Raina pun langsung menutup pintu kamarnya kembali dan beralih menatap jendela, dirinya menatap rumah Nata dengan mata berbinar dan tersenyum manis. Namun senyumnya itu tak berangsur lama tiba-tiba ia melihat pemandangan yang sangat mencekam dari rumah tersebut. Suara pecahan dan teriakan dari rumah tersebut membuat gadis itu khawatir, terutama kepada Nata.
"Ada apa ya disana?" tanya Raina dalam batinnya sendiri.
•••
"APA-APAAN INI KAMU INGIN MEMALUKAN SAYA YA!" teriak Arzan marah besar terhadap anak tirinya.
Nata yang sedang makan pun seketika tersentak, lalu menatap Arzan bingung akan sikapnya yang tiba-tiba ini.
"Kenapa?" Tanya Nata tanpa berbasa-basi. Dirinya menatap Arzan dengan sorot mata tajam dan dingin.
Arzan tak menjawab, melainkan ia langsung melempar sebuah kertas ujian yang bernilai kan kecil ke wajah Nata dengan kasar.
"Liat ini! Dasar anak bodoh, tidak tahu terima kasih, saya sudah menyekolahkan kamu di sekolah ternama, tapi apa? Tidak ada timbal balik, setidaknya kamu harusnya bisa membanggakan saya dengan sebuah prestasi," murka Arzan.
Nata terdiam dengan raut wajah ekspresi yang tak berubah, lalu ia berdiri dari tempat duduknya dan menatap wajah Arzan yang memerah akibat kemarahannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Game of Fate [SELESAI]
Fiksi Remaja"Nata, makasih ya untuk semua memori indah yang kamu beri untuk aku. Sekarang aku izin pamit. Maaf aku nggak bisa menepati janji aku untuk kamu." "Kamu nggak boleh pergi ke mana-mana Ra!?" "Raina!?" Deonata Lio Bagaskara, laki-laki dengan penuh seju...