"Raina?" panggil Nata bingung ketika melihat Raina yang tengah tersenyum manis kepadanya.
Nata menatap Raina lekat, dirinya sempat terpana akan kecantikan gadisnya, Raina memakai dress putih selutut yang sangat cantik, rambut pendeknya yang tergerai indah dengan memakai pita putih menghiasi rambutnya. Gadis itu mendekat ke arah Nata seraya mengelus pipi pria itu lembut.
"Nat, kamu harus tahu kalau aku bersyukur sekali ketemu kamu. Makasih ya, kamu udah izinin aku untuk sejenak berlabuh dalam kehidupan kamu," ucap Raina sangat lembut sampai membuat hati Nata berdegup kencang.
Nata masih terdiam, bingung harus bereaksi apa, mengapa Raina berbicara seperti itu?
"Kenapa kamu ngomongnya gitu Ra?"
Raina hanya tersenyum seraya menggelengkan kepalanya.
"Nata, makasih ya untuk semua memori indah yang kamu kasih untuk aku. Sekarang aku izin pamit. Maaf aku nggak bisa menepati janji aku untuk kamu."
"Maksud kamu apa Ra? Kamu mau kemana?
Perlahan, Raina mulai menjauhi Nata, gadis itu pun melambaikan tangannya dan berjalan ke arah cahaya yang sudah menunggunya.
"Kamu nggak boleh pergi kemana-kemana Ra!?"
"Raina!?"
Nata berteriak dan langsung terbangun dari tidurnya. Sungguh ini sebuah mimpi buruk yang Nata benci. Mengapa dirinya bisa tertidur? Nata menepuk kepalanya berkali-kali menyesali perbuatannya yang tidak sengaja ketiduran dengan situasi seperti ini.
Tanpa pikir panjang, Nata langsung berlari mengambil jaketnya dan pergi begitu saja tanpa pamitan terhadap Ibunya.
"Nata, kamu mau kemana lagi?" teriak Nila memanggil Nata yang sudah buru-buru pergi.
Nata bergegas menancap gas motornya untuk pergi ke rumah sakit menemui gadisnya. Saat ini, dirinya benar-benar takut akan terjadi sesuatu pada Raina. Ia takut kalau mimpi itu menjadi nyata.
•••
Nata berlari ke arah ruangan Raina dengan sekuat tenaga dan raut wajah ketakutannya. Setelah sampai, pria itu pun langsung membanting pintunya dengan kasar. Matanya langsung tertuju pada Raina yang sedang duduk di atas kasur seraya memakai lip balm di bibirnya.
"Ada apa Nat?" tanya Raina bingung saat melihat Nata yang terengah-engah karena capek berlari.
Nata tak menjawab, ia lega ketika melihat Raina yang sudah baik-baik saja.
"Nat?" panggil Raina lagi meminta jawaban.
"Oh enggak, aku cuma... Kangen aja."
Raina mengernyitkan keningnya lalu tertawa singkat.
"Ada-ada aja, baru juga sebentar nggak ketemu aku."
Nata mendekati Raina lalu mencium puncak kepalanya.
"Kamu udah nggak papa Ra? Selang yang ada di hidung kamu kok di lepas?" tanya Nata memperhatikan wajah gadisnya.
"Nggak betah pakai itu, jadi aku lepas," jawab Raina mencoba sesantai mungkin
"Raina kamu ngga..."
"Udah nggak papa, nanti sore ke pantai yuk! Aku mau lihat sunset, soalnya aku denger-denger, di wilayah rumah sakit ini ada pantainya," ajak Raina tersenyum ceria memotong ucapan Nata yang hendak memarahinya.
"Raina kamu udah gila ya! Kamu baru sadar loh, kenapa sekarang mau ke pantai!?" marah Nata.
Raina memanyunkan bibirnya beberapa cm lalu mencoba membujuk Nata dengan menggoyang-goyangkan tangan Nata pelan.
"Please, aku mau ke pantai, lagian aku udah nggak papa kok. Lihat aja!" ujar Raina menunjuk dirinya sendiri, memperlihatkan bahwa dirinya telah baik-baik saja.
"Nggak!! Kenapa sih kamu nggak pernah nurut sama orang yang sayang sama kamu. Buat apa kayak gini?! Ingat Ra..." bentak Nata kesal, tetapi ucapannya langsung dipotong oleh Raina.
"Iya aku tahu, sekarang aku penyakitan dan nggak bisa ngelakuin sesuatu yang aku mau," lirih Raina dengan menundukkan kepalanya sedih.
Nata terdiam, pria itu menarik napasnya dalam lalu menghembuskannya dengan kasar, merasa bersalah dengan apa yang di ucapkannya.
"Maaf, bukan itu maksud aku Ra, aku cuma nggak mau kamu kenapa-napa lagi," ujar Nata meminta maaf dengan menaikkan dagu Raina untuk menatapnya.
"Sekarang juga udah kenapa-napa kok, aku udah pasrah!"
Nata menggelengkan kepalanya, " Jangan pernah ngomong gitu!"
Hening, mereka sempat terdiam sejenak menatap satu sama lain.
Setelah berpikir cukup lama, mau tidak mau Nata mengiyakan permintaan Raina agar gadis itu tidak lagi sedih.
"Yaudah, nanti sore kita ke pantai, tapi kamu izin dulu sama Mama kamu. Dan ingat, cuma sebentar!" ucap Nata mengingatkan.
Mendengar itu, seketika Raina langsung bersemangat dan memeluk pinggang Nata erat.
"Beneran? Makasih Deonata Lio Bagaskara."
Nata tersenyum seraya membalas pelukan Raina hangat.
Nata sangat bersyukur melihat Raina lebih baik sekarang. Sedari tadi dirinya sangat takut mimpinya itu menjadi sebuah tanda yang akan membuatnya menjadi gila.
Tetapi, ada satu hal yang perlu kalian ketahui, bahwasannya sedari tadi Raina hanya berpura-pura kuat di depan Nata, padahal dalam dirinya ia sedang bertarung menahan sakit.
To Be Continued
______________________________________
Hai, gimana kabarnya nih? Semoga dalam keadaan baik-baik aja ya, selalu jaga kesehatan kalian oke!!
Sampai jumpa di next part...
KAMU SEDANG MEMBACA
A Game of Fate [SELESAI]
Fiksi Remaja"Nata, makasih ya untuk semua memori indah yang kamu beri untuk aku. Sekarang aku izin pamit. Maaf aku nggak bisa menepati janji aku untuk kamu." "Kamu nggak boleh pergi ke mana-mana Ra!?" "Raina!?" Deonata Lio Bagaskara, laki-laki dengan penuh seju...