"Bisa jelasin ini apa?"
Nila mengernyitkan keningnya, melihat surat itu dengan seksama. Begitu jelas saat Nila melihat surat usang itu, tiba-tiba raut wajah Nila panik. Dirinya bingung mengapa Nata bisa mendapatkan surat tersebut.
Dengan lemah, sebisa mungkin Nila merebut surat itu.
"Ka-kamu dapat surat ini darimana? gagap Nila panik, seraya memegang surat itu dengan erat.
Nata tak menjawab, melainkan dirinya hanya tersenyum dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Jawab Nata!! kamu dapet ini darimana? kali ini kamu udah keterlaluan," marah Nila seraya menahan sakit yang ada di kepalanya.
"Aku berhak tahu Ma! sekarang Mama jelasin ini apa? Nggak usah ditutupi-tutupi lagi!!" balas Nata lebih marah.
"Cukup!! ini rumah sakit, jangan bikin keributan disini Nata!"
Nata membuang wajahnya ke arah lain sembari kesekian kalinya menghapus air mata yang jatuh tepat di pipinya.
"Harusnya Mama sadar, Mama kayak gini akibat ulah sendiri," ujar Nata yang habis itu pergi lagi entah kemana dengan membanting pintu ruangan tersebut.
Setelah Nata pergi, Nila tak dapat lagi membendung air matanya. Air mata itu terus mengalir begitu deras. Wanita itu bingung apa yang harus dikatakan sekarang, kini anaknya sudah mengetahui rahasia dibalik kematian Ayahnya.
•••
Nata keluar dari taksi sembari membanting pintu taksi tersebut dengan keras. Kini tujuannya adalah ingin menemui gadis yang selalu berada disampingnya dalam keadaan apapun, siapa lagi kalau bukan Raina.
Nata menatap pintu rumah gadis itu dengan tatapan pilu, ingin sekali ia mengetuk pintu rumahnya, tetapi saat ingin melakukannya, hatinya terus menolak.
Setelah Nata memberanikan diri untuk mengetuk pintu rumah tersebut, tiba-tiba seorang wanita membuka pintu seraya melihatnya bingung. Wanita itu sempat terdiam, lalu seketika wanita itu pun tersenyum.
"Deonata ya?" tebak wanita itu.
Belum sempat Nata menjawab, Raina pun keluar seraya membawa kucing yang sangat ia kenal.
"Ada siapa Ma?" tanya Raina saat belum sadar adanya Nata.
Raina melihat kedatangan Nata dengan mulut yang sedikit terbuka, gadis itu bingung, mengapa Nata pulang lagi, apakah ada yang ketinggalan atau ada hal lainnya.
"Nata?" panggil Raina seraya langsung menurunkan kucingnya.
"Benar kan kamu Deonata? Ya ampun, Raina sering cerita loh kalo anak tetangga depan itu ganteng banget," ucap Yasmin dengan senyum merekah.
Raina tersenyum malu, lalu dengan cepat ia segera mencolek Ibunya untuk mengisyaratkan tetap diam. Sedangkan Nata hanya bisa mengangguk kecil seraya sesekali tersenyum tipis.
"Ma, Raina keluar dulu ya sama Nata," pamit Raina menarik pria itu menjauh.
"Loh nggak disini aja, suru masuk aja ke dalem."
Raina menggeleng. "Mama aja yang masuk duluan. Oh iya Miko belum dikasih makan, tolong kasih makan Miko ya Ma!" ucap Raina yang langsung pergi seraya menarik Nata.
"Kucing aja yang dipikirin."
•••
Mereka berjalan beriringan menyusuri danau yang terletak tidak jauh dari komplek mereka. Belum lama ini Raina baru saja mendapatkan tempat baru yang cocok untuk menenangkan diri.
"Lo tau tempat ini darimana?" tanya Nata tak berekspresi.
"Ada aja, sejuk kan?" balas Raina tersenyum seraya menghirup udara segar.
Nata mengangguk pelan, wajahnya yang terlihat sangatlah kacau dengan penuh masalah yang dipendam.
"Nat?" panggil Raina lembut.
Nata berdeham, lalu Raina pun melanjutkan kalimatnya.
"Ada apa sebenarnya? kenapa kamu balik lagi dari rumah sakit, Tante Nila udah nggak papa?" tanya Raina penuh khawatir.
"Maaf juga aku lancang dengar keributan di rumah kamu, setelah kamu nganterin aku sampe depan rumah," ujar Raina.
Tiba-tiba langkah Nata terhenti, ia melihat ke arah Raina sejenak, lalu duduk diatas rerumputan.
"Harusnya gue yang minta maaf, karena keluarga gue udah mengusik kenyamanan rumah lo."
"Oh, bukan, maksudnya, maaf atas nama pria itu yang sering mengusik kenyamanan rumah lo,"
Dengan cepat Raina menggeleng. Entah mengapa Raina melihat kedua mata pria itu sedang hanyut dalam sedih.
"Ra?" panggil Nata.
"Iya?"
"Gue boleh peluk lo."
Raina terdiam, tanpa berlama-lama gadis itu pun langsung menarik Nata ke pelukannya yang hangat. Tanpa sadar, Nata kembali menitikkan air mata didalam pelukan Raina. sebenarnya ia sudah tidak kuat menahan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya di masa lalu. Hanya gadis itulah yang ia percaya untuk menjadi tempatnya bercerita.
"Gue harus apa Ra?" lirih Nata.
"Ternyata selama ini dia yang berkorban untuk gue."
Raina mengernyitkan keningnya, ia tidak mengerti siapa yang dimaksud oleh laki-laki itu.
"Siapa Nat?"
Nata terdiam beberapa detik, lalu kembali berbicara.
"Nyokap gue."
Mendengar itu, Raina mulai melepaskan pelukannya, lalu menatap Nata sendu.
"Ada apa?" tanya Raina lembut.
"Gue menemukan sesuatu yang bisa jadi jawaban dari masa lalu gue Ra, dan dalam hal ini, ternyata gue salah paham," jelas Nata seraya menghapus air matanya.
"Ternyata apa yang lo ucapin itu benar."
Dengan hati-hati Raina kembali bertanya, "Salah paham? Maksudnya gimana Nat?"
Nata menarik napasnya dalam dan terpejam sesaat untuk mengambil waktu sebentar. Setelah dirasa cukup, Nata pun mulai menceritakan masa lalunya terhadap Raina, orang yang sudah ia percaya untuk masuk kedalam kehidupan seorang Deonata.
To Be Continued
______________________________________
Akhirnya setelah cukup lama, penantian Raina untuk masuk ke kehidupan Nata tercapai. Sampai Nata pun percaya ada seseorang yang bisa mengertinya dalam keadaan apapun.
Sampai jumpa di next part ya dadah👋
KAMU SEDANG MEMBACA
A Game of Fate [SELESAI]
Novela Juvenil"Nata, makasih ya untuk semua memori indah yang kamu beri untuk aku. Sekarang aku izin pamit. Maaf aku nggak bisa menepati janji aku untuk kamu." "Kamu nggak boleh pergi ke mana-mana Ra!?" "Raina!?" Deonata Lio Bagaskara, laki-laki dengan penuh seju...