N i n e t e e n

1.6K 55 4
                                    

HAPPY READING

Sepulang dari kafe aku terus memikirkan perkataan Harry

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepulang dari kafe aku terus memikirkan perkataan Harry. Kembali bersamanya? Apa itu yang aku inginkan?

Huftt.

Lagi-lagi aku menghela napas berat.

Aku pun mengambil beberapa makanan ringan dari lemari penyimpanan dan membawanya ke depan televisi. Menonton kartun untuk mengalihkan pikiranku.

Beberapa jam berlalu dan Arthur pun telah kembali dari pertemuannya. Ia lebih dulu menuju kamarnya, membersihkan diri lalu menonton kartun yang sedang terputar di televisi.

Aku baru saja kembali dari dapur ketika ia sedang duduk nyaman di sofa besarnya. Aku meminum jus buah sambil berdiri tak jauh dari tempatnya.

"Elena aku sudah mengecek jadwalku dan ada beberapa hari yang kosong dua minggu ke depan" ucap Arthur sambil melambaikan tangan memanggil ku untuk duduk di dekatnya.

Aku berjalan perlahan ke arahnya. Duduk sedikit jauh darinya dan ia menyadarinya. Kening Arthur berkerut. Ia menatap ku diam selama beberapa detik dan pada akhirnya dia lah yang bergerak mendekati ku.

Arthur menunjukkan tablet komputer miliknya, menampilkan susunan jadwal miliknya. Hampir semua kolom terisi dengan tulisan kecuali beberapa hari yang benar-benar kosong. Dan kebanyakan adalah jadwal bulan ini.

"Kau menginginkan tanggal berapa untuk pesta pernikahan kita?" tanya Arthur serius. Ia menatap wajahku lekat.

"Mm..." apa yang harus aku katakan? Belum juga aku terbebas dari keraguanku sekarang aku dihadapkan dengan pilihan tanggal pernikahan. Bulan ini. Apa tidak begitu cepat?

"Bagaimana?" tanya Arthur lagi. Aku merasa didesak olehnya.

"Mm... bukan kah terlalu cepat kalau kita menikah dua minggu kedepan?" jawabku hati-hati, sebelum ia mengatakan sesuatu aku lebih dulu menambahkan ucapanku. "Kita belum mempersiapkan apapun, dua minggu terlalu singkat untuk persiapan pernikahan. Bahkan undangan pun belum di sebar"

Dan sepertinya Arthur setuju dengan perkataanku.

"Kau benar" Arthur mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kita harus mempersiapkan banyak hal" aku mengangguk sekali meyakinkan dirinya.

Arthur menghela napas pelan. Ia bersandar pada sandaran sofa dan menutup matanya. Mataku melirik kearah wajahnya, memperhatika wajah yang terlihat kelelahan itu.

Tiba-tiba mata Arthur terbuka dan mata kami langsung bertatapan. Pria itu tersenyum lembut dan memutar tubuhnya agar berhadapan denganku.

"Apa rencanamu besok Elena?" tanya nya pelan.

Aku mengangkat kedua bahuku. "Tidak ada"

"Apa kau ingin ke kantorku? Menemani ku bekerja?" Arthur menaik turunkan kedua alisnya.

TEMPTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang