Bab 25 : Taman Surga

45 4 0
                                    

"SEMUA anak itu sangat mudah memaafkan, tersenyum dan mengabaikan kesedihannya sendiri. Tapi, orangtualah yang mewariskan dendam dan cara mereka membenci sesuatu."

Ergantha menarik seulas senyuman dengan amarah yang sedikit demi sedikit terangkat. Harusnya, Papa ikut serta dalam kajian yang diadakan oleh keluarga Arjun. Dari awal sampai akhir, kajian yang berputar berisi konsep menjadi Orangtua yang mana sangat cocok untuk Papa. Ergantha yakin, jika Papa ikut serta mungkin sosok yang gila hormat itu akan sedikit sadar.

"Suatu saat, bapak dan Ibu yang ada disini akan paham, kita tidak butuh umur panjang atau uang yang banyak, hanya butuh kelapangan dan kerelaan atas segala sesuatu." Ujar Pak Ustadz yang masih berdiri memberi ceramah.

"Hanya orang tua dengan otak rusak yang mau menyakiti anaknya."

Berarti otak Papa rusak! Ergantha menyimpulkan.

"Kebanyakan kita yang diberi amanah menjadi orang tua, kerap kali tidak sengaja meninggalkan luka. Tapi, kalau sudah terlalu jauh anak kita terluka, yang menjadi fokus adalah upaya anak sembuh dari luka."

Sembuh dari luka? Sepertinya tidak mungkin. Ergantha tak yakin, sudah seberapa dalam tulang ikan yang menjelma menjadi daging hingga berfermentasi menjadi amarah.

"Ibu-ibu dan bapak-bapak sekalian, terakhir penutup dari saya. Jangan jadikan ilmu kajian untuk mendikte orang lain. Revisi diri kita sendiri dulu, supaya Allah memudahkan dan melapangkan hati ini."

Ergantha merengut, tak setuju. Teringat perlakuan Papa yang memang pantas didikte.

"Gue ngantuk banget," bisik Arlin mengeluh, menegakkan badan agar terlihat bugar.

"Efek kebanyakan setan yang nempel," balas Ergantha ikut berbisik. Lantas Arlin menyenggol bahu Ergantha sebagai tanda tak terima.

Tak lama kajian bertema Peran Orangtua itu pun ditutup dan dilanjutkan acara makan-makan secara buffet. Ergantha, Arlin dan Rere membentuk grup sendiri, disusul oleh Dryl dan Arjun. Mereka memilih duduk lesehan di taman belakang rumah Arjun. Isi tamu undangan syukuran di rumah Arjun pun lebih banyak diisi para ibu dan bapak-bapak.

"Ya Allah Pak Ustadz ganteng banget! Kira-kira udah nikah belum, ya..." Ujar Rere mengungkapkan rasa penasaran sejak tadi.

"Mata Lo emang enggak pernah jauh dari yang bening, Re. Heran!" Arlin menusukkan pipet kedalam minuman gelas. "Gue malah ngantuk banget dari awal."

"Astaghfirullah, ih Arlin... Padahal Pak Ustadz udah capek-capek ngomong, kok Arlin malah ngantuk."

"Siangnya ngedate, sorenya kajian. Ya Syaitan makin hobi niupin mata Lo biar ngantuk." Timbal Dryl.

"Tapi mending gue dong, setidaknya menyempatkan waktu untuk hadir di kajian. Daripada si Frans, party mulu!"

"Sttt!" Arjun mengintrupsi. "Jangan sebut-sebut Party, nanti image gue tercoreng."

"P.A.R.T.Y!" Ergantha mengeja dengan suara yang lantang.

"PARTY!" Dryl meneriakkan lebih jelas.

"Party, Party, party, party..." Rere ikut mengejek dengan membuat nada dalam ucapannya.

Mereka lantas tertawa mengejek Arjun dengan si tuan rumah yang mengawasi sekitar.

"MasyaAllah..." Sambut Umi Afifah dari sisi pintu, menghampiri mereka yang diam seketika cemas jika Arjun tertangkap basah.

"Umi pikir, Syafiq bohong kalau Erganthaa juga ikut kesini."

Tumpuan Tanpa Tepi (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang