ANGIN berhembus melalui jendela. Menyapa, berbisik-seolah menggoda dalam diam. Jalanan seakaan ikut serta mengambil peran, tanpa bertanggunjawab menghadirkan segumpal khayalan.
Ergantha menghela nafas tak lama mengigit bibir menahan senyum, kemudian kembali berdecak kecil sarat akan kekesalan.
"Kenapa Thata enggak ngomong kalau Mas Pati ikut kita liburan." Rere berbisik di telinga Ergantha. "Tau gitu Rere bawa baju yang lebih tertutup."
Pati-kakak laki-lakinya yang menjanjikan sebuah liburan bergaransi izin dari Papa justru membuat plot twist yang menyebalkan. Padahal Ergantha sudah terang-terangan mengatakan ingin liburan hanya bersama teman-temannya. Tanpa tahu malu Pati mengatakan akan ikut serta sekaligus akan mengantar mereka pulang pergi Jakarta-Bogor. Bahkan menjemput Dryl, Frans, Arjun dan Rere lebih dulu, jadi mau tak mau Ergantha memendam segala amarah untuk sementara.
"Sebel ih, Thata juga enggak bilang kalau Mas Pati juga punya temen yang ganteng banget." Kata Rere cemberut dengan suara yang masih berbisik.
Yah, Adzkan ikut serta bersama Pati-dengan si laki-laki tampan kesayangannya menjadi pengemudi.
Disaat hatinya tengah kalut perihal rasa yang tak sejalan, Pati justru membawa Adzkan yang justru membuat Ergantha kesal dan senang secara bersamaan.
Lain kali saja Ergantha move on kalau begini!
Mereka pergi menggunakan mobil Alfard milik Pati. Satu mobil yang berisi 7 orang. Sepanjang jalan hanya diisi oleh Pati dan teman laki-lakinya mengoceh perihal mesin otomotif. Obrolan yang tak seru bagi Ergantha dan Rere.
"Keren Lo, Mas! Merintis usaha sendiri tanpa bantuan bokap sama sekali." Seru Frans yang juga sangat menyukai dunia otomatif.
"Kalau ada yang mau dimodifikasi bisa bawa aja ke bengkel gue...." Kata Pati sok akrab.
"Siap Mas..." Timbal Arjun yang duduk paling belakang, sejajar dengan Rere dan Ergantha.
"Dulu gue pikir Mas Pati galak, ternyata Ergantha lebih galak, sorry ya Mas, Ergantha sering buat image Lo jelek." Melotot tajam Ergantha hadiahi kepada Arjun.
"Ya kan, Ergantha emang agak seudzon."
Obrolan mereka tetap berlanjut sepanjang jalan, diisi oleh manusia yang tak lelah membuka suara. Adzkan sesekali ikut membuka suara namun lebih fokus kepada jalanan.
Dryl... Laki-laki itu seperti cctv yang memantau gerak gerik Ergantha dari kaca mobil di depan pengemudi. Kerap kali Ergantha tertangkap basah saat sedang menatap Adzkan melalui kaca, tatapannya justru selalu bertemu Dryl yang menatap dengan curiga. Layaknya detektif yang tengah memantau para penjahat.
Ergantha membalas tatapan Dryl dengan mendengus secara terang-terangan. Menampilkan wajah sangar yang menantang Dryl untuk berkelahi. Laki-laki teladan yang selalu menyebalkan ini sudah seperti antek-antek Pati.
Menempuh perjalanan selama satu jam lebih, akhirnya dapat terobati dengan pemandangan asri di Bogor. Kota hujan yang memiliki ribuan kehangatan ini memiliki kenangan indah di memori Ergantha sejak kecil. Apalagi kalau bukan tempat favorit mendiang Mama.
"Biar saya bantuin bawa barang-barangnya." Suara Adzkan yang sejajar mengangetkan Ergantha.
Ergantha dan Dryl tengah berunding membawa sisa barang yang tertinggal di bagasi, dengan Arjun dan Frans sibuk menempeli Pati tak lelah bercengkrama. Sedang Rere sibuk sendiri mempotret pemandangan sana-sini.
Ketiga temannya itu sedikit tak tahu malu!
"Kami bisa sendiri, Bang." Ketus Dryl terdengar tak sopan di telinga Ergantha. Dryl masih dalam aura mood swing yang tak tertebak. Sepanjang perjalanan memantau gerak gerik Ergantha, kini malah berulah kepada Adzkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tumpuan Tanpa Tepi (COMPLETED)
SpiritualErgantha bercita-cita menjadi wanita 'nakal'. Mencicipi segala bentuk jenis alkohol, menghabiskan malam bersama pria asing, serta akan mengobral kehormatannya untuk setiap laki-laki yang datang. Sialnya, seorang lelaki dewasa bermodal tampan, mengu...