Bab 4 : Tumblr

67 11 1
                                    

FRUTY, smoky, earthy—Aroma yang tak pernah gagal bagi Ergantha. Dari aroma buah, rempah dan tembakau selalu menjadi candu favorit. Rasa asam dan pahit berpadu menjadi satu. Si manis yang memberikan asam dengan pahit diakhir.

Ergantha memandangi botol tumbler, tersenyum bahagia antusias. Ia ingin cepat pulang ke rumah dan meneguk sedikit demi sedikit minuman yang ada di dalam tumbler milik Frans. Tak terbayang, ia akan kembali menyesap pelipur laranya.

"Tumbler gue gugup kalau di pandang senyam-senyum begitu." Frans menggeleng heran.

Pagi tadi Frans sengaja menyisihkan setengah botol pinot-noir untuk Ergantha dan diseludupkan ke dalam tumbler. Ergantha justru menjadi gila begitu tahu isi tumbler tersebut red wine.

"Lo udah lama enggak minum wine?" Tanya Arlin yang tak begitu menyukai minuman alkohol seperti wine, baginya itu terlalu pahit.

"Gue terancam bangkrut, boro-boro bisa beli wine, nongkrong aja susah." Ergantha berdecak kesal.

Semakin lama hukumannya tak juga berkurang, black cardnya kandas, begitu pula dengan mobil. Kini Papa tak mengizinkan Ergantha memiliki kedua benda tersebut. Uang belanja pun dibatasi.

Semua itu jelas usul dari Pati. Cih!

"Jangan sedih gitu dong, kamu mau jajan di Starbucks nanti aku yang bayarin, asal jangan minta dibeliin wine atau wiskhy, haram." Arjun mengerlingkan mata merangkul pundak Ergantha.

"Najis tau Jun, Lo pake aku-kamu!" Ergantha melepas rangkulan Arjun dan menduduki diri di depan Frans yang tengah sibuk bermain game di ponsel.

Mereka kerap kali menghabiskan waktu jam kosong di gudang belakang sekolah. Tempat ini sudah menjadi hak milik mereka-begitu ungkap Frans. Ayahnya sponsor utama, tak heran jika ia leluasa melakukan segala hal.

"Astagaaaa, Rere kepanasan banget, guys!" Rere yang baru saja hadir duduk di sebelah Ergantha mengambil botol tumbler berniat meneguknya. Ergantha dengan cepat mengambil tumbler tersebut dari tangan mungil Rere.

"Ih Thata, pelit banget sih! Rere cuma minta sedikit." Cemberut Rere. Air matanya serasa akan mengalir hanya karena tak diberi minum.

"Itu isinya wine Re, mau Lo?" Frans menjelaskan.

"Astaghfirullah! Re bilangin ke Dyrl ya kalau berani bawa minuman haram ke Sekolah." Rere berdecak pinggang. "Thata enggak boleh begitu, kita mau senakal apapun jangan sampai mencoreng nama baik Sekolah. Sini tumblernya biar Re yang buang isinya."

"Re, jangan gila ya," Ergantha mengeser tumbler tersebut jauh dari jangkauan Rere. "Gue udah setengah mati rindu sama Pinot-noir, jangan bilang-bilang ke Dryl,"

"Udahlah, Re, kasian Ergantha. Dia udah lupa rasanya wine gimana." Arlin membela.

"Pokoknya Re enggak mau tanggung jawab kalau Dryl sampe tahu, jangan bawa-bawa Re. Titik!" Dryl si ketua OSIS pasti marah besar jika tau mereka membawa barang haram ke Sekolah.

Rere mengipaskan tangan, terik matahari sedang tinggi meskipun AC tengah menyala. Membayangkan Dryl mengamuk sama seperti tersengat amukan sinar matahari. Selain itu, ia juga tak ingin nama baik Dryl sebagai siswa teladan menjadi tercemar hanya karena sahabat sepermainannya tak berakhlak.

"Dryl kayaknya juga enggak ikut kumpul sama kita, lagian dia masih rapat, kan?"

"Kalau enggak rapat paling belajar tuh anak. Gabutnya dia kan emang paling enggak kelogika." Kata Arjuna merongoh saku, mengeluarkan sebatang rokok dan korek.

Tumpuan Tanpa Tepi (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang