Bab 52 : He's back

71 6 4
                                    

EMPAT tahun berlalu, Ergantha menyibukkan diri dengan berbagai rutinitas untuk memperbaiki diri. Mengikuti kajian rutin, menimba ilmu di Pesantren, serta mengikuti segala jenis kegiatan kepanitiaan di Kampus. Semuanya Ergantha lakukan demi mengosongkan hati, agar tak perlu menginginkan seseorang yang pernah singgah di hati. Melihat sosok yang dulunya menjadi tumpuan teristimewa membawa kenangan hangat sekaligus sendu.

Rasanya, baru kemarin kehidupan Ergantha masih berjalan di Bandung, dengan penantian hasil sidang dari drama penelitian Skripsi yang mencekik raga pun jiwa ikut serta. Beberapa jam yang lalu, Ergantha baru saja menyelesaikan sidang skripsi tanpa perayaan lebih lanjut. Ia butuh tidur, tapi Pati-kakak laki-lakinya menampakkan diri dengan wajah jenaka sarat menyimpan kegundahan.

"Mas Pati yang galau kenapa jadi aku yang harus ikut turun tangan, sih?" Keluh Ergantha mengeluarkan bahan belanjaan.

Mereka tengah mempersiapkan acara barbeque atas usul Pati. Bertempat di danau pemancingan ikan. Tentu saja tak hanya berdua, Pati turut mengundang Najwa dan Makkih. Ergantha bersyukur tak ada Adzkan dalam acara euforia patah hati yang Pati adakan.

Pertunangan Pati dibatalkan, entah karena apa. Perjodohan yang memakan waktu empat tahun itu tak juga menemui titik terang. Jadilah kakak laki-lakinya ini kembali merecoki kehidupan Ergantha.

"Meringankan beban orang lain itu berpahala, Tha... Lagian sesama penghuni surga kita harus saling membahu." Kata Pati berlagak keren.

"Patah hati enggak bikin mati kali!" Sindir Ergantha melantunkan jargon yang dulu sering Adzkan ucapkan kepadanya.

Ah, Adzkan, empat tahun sudah berjalan tanpa hadirnya laki-laki yang sudah menikah itu.

"Anak kecil yang enggak pernah patah hati jangan sok tahu!"

"Aku udah 22 tahun, bukan anak kecil lagi!" Ergantha membalas tak ingin kalah.

Pati mencebikkan bibir atas pengakuan Ergantha. "Tua banget ya ternyata kamu."

"Memang 31 tahun itu enggak tua?" Meski sudah berumur kepala tiga, Pati masih saja tak sadar diri.

"Ini kenapa gelasnya lima?" Ergantha berniat mengurangi, namun dicegah oleh Pati.

"Ditambah sama Adzkan." Kata Pati menjelaskan.

"Bukannya Mas Adzkan di Singapura?" Ergantha belum mempersiapkan diri. Ia tak tahu bagaimana jadinya jika Adzkan ikut serta.

"Kemarin baru landing..." Balas Pati sibuk mempersiapkan bahan-bahan tanpa melihat wajah Ergantha yang pucat pasi.

Ergantha tidak perlu khawatir, sebab ia sudah mempersiapkan diri. Ia juga sudah menguatkan hati dengan ribuan rutinitas agar melupakan Adzkan. Ergantha sudah dewasa, bukan lagi menjadi anak remaja yang haus akan kasih sayang.

Tak lama, tiga orang yang mereka tunggu hadir secara bersama, yang mana membuat teori Ergantha bertebaran terbawa angin.

Old but gold... Celana kain di atas mata kaki berpadu dengan kemeja hitam yang dikeluarkan dengan sengaja. Tampan, menarik dengan ribuan pesona yang kiranya indah di mata.

Tak ada yang berkurang meski empat tahun lamanya tak berjumpa. Mungkin yang berkurang hanya satu, laki-laki itu tak bisa ia kagumi lagi, tak bisa dibiarkan menetap kembali. Sebab, laki-laki yang sudah menikah tak ingin Ergantha dekati, meski hati Ergantha masih merindu.

"Jangan bengong, kesambet baru tahu rasa kamu!" Senggol Pati menyadarkan Ergantha. "Bantuin Najwa bawa barang-barangnya."

Ergantha lantas menuju ke arah Najwa, menyapa Makkih dan Adzkan tanpa banyak kata. Euforia jantungnya tak bisa dibiarkan seenaknya, berdetak untuk laki-laki yang sudah menikah.

Tumpuan Tanpa Tepi (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang