Jangan lupa subscribe dulu sebelum membaca ya teman-teman. Semoga menghibur dan bermanfaat. Happy reading
🍁🍁🍁
Bab 1 Malam Pertama
"Saya terima nikahnya Anggita Larasati binti Amran dengan mas kawin tersebut di atas dibayar tunai."
"Saksi, apakah sah?"
"Sah."
"Alhamdulillah."
Suasana haru mengiringi doa yang diucapkan setelah akad nikah. Kebahagiaan dirasakan keluarga Pak Amran yang derajatnya mulai sedikit terangkat. Namun tidak dengan putri sulungnya yang berperan sebagai mempelai wanita. Gadis berparas rupawan, hidung bangir dan bulu mata lentik itu tengah murung. Meski berbalut kebaya putih dengan bawahan kain jarik serta sanggulan rambut sederhana membuatnya tampak mempesona, tetapi tidak dengan hatinya.
Rancangan demi racangan telah dirajut di otaknya. Bagaimanapun dia tidak menginginkan pernikahan ini. Dia ingin sekuat tenaga melarikan diri. Akad nikah berlangsung di ruangan yang terpisah untuk laki-laki dan perempuan. Kedua mempelai bahkan tidak ada inisiatif saling bertatap muka karena sedari awal mereka tidak menginginkan acara ini.
Bahkan Gita sendiri belum tahu dan tidak mau tahu siapa suaminya. Menghafal namanya pun tidak ada dalam pikirannya. Yang dia tahu suaminya adalah laki-laki bernama Atmaja, sudah punya istri dan anak sepuluh tahun lebih tua darinya. Artinya Gita akan menjadi istri kedua dan sekaligus ibu tiri untuk anak usia 28 tahun.
"Yang benar saja? Ini sungguh gila. Aku harus kabur malam ini. Tapi kemana?" Gita memutar otak sembari mencari tas jinjing. Ia memasukkan beberapa helai pakaian ke dalam tas, juga beberapauang yang dipunya. Tidak lupa ia membawa beberapa berkas penting untuknya mendaftar kuliah atau mencari kerja di kota pelajar.
Sibuk sendiri tanpa mempedulikan acara, Gita mencari adiknya yang masih menginjak kelas 1 SMP.
"Apapun yang terjadi jangan bilang siapa-siapa kalau kakak kabur ya! Ini demi kebaikan keluarga kita. Kakak ingin merubah hidup kita menjadi lebih baik. Kamu tidak mau membiarkan kakak terjebak pernikahan dengan orang yang sudah beristri, bukan?"
"Tapi, Mbak? Mbak Gita mau pergi ke mana?"
"Mbak belum tahu, yang penting jauh dari rumah."
"Mbak yakin tidak apa-apa?
"Tidak ada waktu lagi. Kamu cukup membawa tas ini ke gardu ronda. Mbak akan menyusul nanti."
Selepas Isya, Gita sudah berhasil keluar menuju gardu sekitar 300 meter dari rumahnya. Jantungnya mulai berdebar kencang saat kakinya melangkah ke halaman hingga sampai melewati pagar. Ia menoleh ke arah bangunan rumahnya. Bulir bening menetes membasahi pipi. Sejatinya, ia tidak tega meninggalkan orang tuanya. Namun, semua demi meraih cita-citanya memperbaiki kehidupan keluarganya yang saat ini sedang terpuruk.
"Maafkan, Gita, Pak, Bu! Gita janji, kalau sudah berhasil, Gita akan mengabari kalian."
Langkah kaki semakin dipercepat, Gita akhirnya sampai di sebuah gardu. Beruntung gardu masih sepi. Biasanya ada rombongan bapak-bapak meronda, tetapi jam segini belum datang.
"Buruan pulang. Jangan sampai seisi rumah curiga sama kamu!" Gita memaksa adiknya segera kembali. Mereka akan curiga jika keduanya tidak ada di rumah.
Di sebuah kamar yang sengaja dihias sebagai kamar pengantin, seorang laki-laki gagah dan berwajah tampan tengah memandang sepucuk kertas yang terletak di atas meja terselip di bawah vas bunga. Dibuka kertas putih berhiaskan tinta hitam itu, lalu dibacanya dengan seksama.
Maaf, saya tidak bisa menjalankan tugas sebagai istri. Izinkan saya pergi!
Meremas kertas hingga tak berbentuk, laki-laki itu menggertakkan giginya, membuat rahangnya mengeras. Kedua tangan terkepal hingga buku-bukunya memutih. Rasa panas di dada pun menyeruak.
"Kurang ajar, jangan sebut namaku Bintang Lazuardi Atmaja jika aku tidak bisa menghancurkanmu! Sampai ke ujung dunia pun aku pasti menemukanmu."
Pernikahan ini memang bukan keinginannya, tetapi atas inisiatif kedua orang tuanya yang ingin membalas budi kebaikan mertuanya yang kini sedang dalam kondisi ekonomi terpuruk.
Bukan ini yang diharapkan Ardi sapaan akrabnya, istrinya telah menginjak-injak harga dirinya. Hati kian memanas, tak ada ampun bagi orang yang sudah mempermalukannya dengan meninggalkannya sendiri di malam pertama.
"Aku pasti bisa menemukanmu dan membuatmu berlutut di hadapanku." Seringai licik tercetak di wajah Ardi yang telah merangkai siasat untuk membalas perbuatan wanita berstatus istri belum ada 24 jam itu.
Bintang Lazuardi, lulusan arsitek dari universitas luar negeri. Nama yang diberikan kedua orang tuanya sangat indah, tetapi tidak dengan perangainya. Sejak kuliah di luar negeri, Ardi menjadi anak liar dan susah diatur orang tuanya. Ayah ibunya menikahkannya dengan Anggita dengan harapan perangainya bisa berubah menjadi lebih baik. Tak disangka justru Anggita menorehkan luka yang semakin dalam pada Ardi.
Gita sudah berhasil keluar dari rumahnya bertemu teman SMAnya di gardu kampung.
"Ta, kamu sudah berani mengambil resiko. Gimana kalau suamimu tidak terima?"
Deg,
Gita tidak berpikir sampai sejauh itu. Suaminya sudah punya keluarga pastinya tidak akan mengejarnya. Untuk apa mengejar anak ingusan yang hanya punya ijazah SMA.
"Aku mau ke Yogya. Kamu tahu Ela punya saudara di sana. Tolong rahasiakan semua ini! Aku mau kuliah, semua berkas sudah aku bawa. Kalau kamu ke Yogya tolong kabari aku dan bantu mendaftar ya!"
"Ya, Ta. Apapun yang kamu perlukan pasti aku bantu. Hati-hati di jalan, jaga dirimu baik-baik!"
Perjalanan Karanganyar ke Yogya Gita tempuh dengan naik bis. Transportasi ini paling aman dari jejak yang mungkin bisa dilacak suaminya.
"Ah, suami, bahkan aku tidak tahu wajah suamiku. Namanya pun hanya nama belakang yang aku tahu. Aku tidak salah bukan, demi menghindari status istri kedua lebih baik aku kabur mengejar mimpiku."
Gita memantapkan niatnya dan bertekad meraih impiannya memperbaiki kondisi ekonomi keluarganya.
Berbekal uang tabungan seadanya dan baju-baju secukupnya, Gita sudah berada di dalam bis jurusan Solo-Yogya.
Butuh waktu sekitar 1,5 jam untuk sampai di terminal Giwangan.
Dia segera menghubungi Ela sahabatnya yang sedang tinggal di rumah tantenya di Yogya.
"El, aku hampir sampai terminal. Bisa jemput aku di gerbang masuk terminal! Nomer ini segera aku nonaktifkan, kawatir terlacak. Aku nanti hubungi kamu pakai nomer baru."
"Ya, Ta. Tunggu di sana! Jangan kemana-mana!"
Gadis bercelana kulot dengan kaos motif floral dan berhijap instan tengah berdiri di gerbang masuk terminal setelah turun dari bis yang baru saja ditumpanginya. Jaket jeans yang melekat ditubuhnya mampu menghalau dinginnya udara Yogya di malam hari. Suasana tambah mencekam saat dua orang bermuka garang menghampirinya.
"Mau kemana, Neng?"
Gita bergidik ngeri, jam sudah menunjukkan angka 10 kurang lima belas menit, tetapi Ela belum juga sampai.
Dua laki-laki berwajah preman mendekat, membuatnya beringsut mundur. Tangan salah satunya meraih pundak Gita membuat gadis itu gemetaran.
Tanpa pikir panjang, berlari adalah satu-satunya jalan keluar.
"Hei, mau kemana? Ayo kejar dia! Jangan sampai lolos! Kita akan bersenang-senang dengannya," ucap salah satu laki-laki berambut gondrong. Gita semakin mempercepat langkahnya, bahkan sekuat tenaga berlari tanpa tujuan. Pikirnya yang penting menjauh dari dua orang bermaksud menggodanya.
"Dimana gadis itu? Pasti nggak jauh dari sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri yang Kabur di Malam Pertama
RomanceAnggita Larasati kabur dari pernikahan karena mengira dijadikan istri kedua laki-laki seusia ayahnya. Siapa sangka kaburnya justru terdampar di rumah suaminya yang tak lain adalah anak dari laki-laki seusia ayahnya tadi. Simak ceritanya yuk. Bantu...