BAGIAN 16 - Jamuan Makan Malam

37 5 0
                                    

Weekend yang ditunggu telah tiba. Arion sudah memarkir mobilnya di depan pagar rumah Andin, dia turun dan melintasi halaman dengan percaya diri. Hari itu dirinya tampil semi formal. Dengan kaus putih yang dibalut jas navy, serta celana panjang semata kaki berwarna senada dengan jas. Tak lupa sneaker putih bermerk yang membuat penampilannya biasa terlihat santai dan kasual, kali ini begitu menawan.

Bu Astrid membukakan pintu rumah saat pemuda itu mengetuk perlahan. Beliau tersenyum menyambut Arion.

"Assalamualaikum, Bu." Sapa Arion dan segera sungkem.

"Waalaikumsalam." Bu Astrid segera mempersilakan Arion masuk. Pemuda itu duduk di kursi ruang tamu, sementara Bu Astrid ke dalam untuk memberitahu Andin. Arion yang harap-harap cemas menunggu, tampak melihat berkeliling. Kemana Pak Wahab? Kenapa tidak ikut muncul menyambutnya? Apakah beliau masih keberatan bila anaknya dia ajak keluar malam ini? Tapi, bukankah bila tak ada kabar apapun dari Andin mengenai ajakannya, itu tanda kalau Pak Wahab memperbolehkan Andin pergi? Arion memiringkan kepala, memikirkan kesimpulannya barusan.

Tak berapa lama, setelah memerhatikan lagi keadaan rumah Andin yang tampak rapi juga sangat teratur itu, Bu Astrid kembali muncul.

"Tunggu ya, Nak Arion. Andin sebentar lagi keluar."

"Iya, Bu." Arion kemudian menanyakan keberadaan Pak Wahab yang langsung muncul sebelum sempat dibalas oleh Bu Astrid.

"Ehem!" beliau berdeham guna menandai kehadirannya.

Arion segera bangkit dan bersiap untuk sungkem juga pada Pak Wahab.

"Kamu tahu, saya bela-belain izin nggak ikut pengajian hanya untuk memastikan kamu benar-benar mengantarkan Andin pulang tepat waktu, nanti." ujar Pak Wahab setelah duduk di kursi hadapan Arion.

Bukannya merasa terintimidasi akan sikap protektif Pak Wahab pada Andin, Arion justru tersanjung diperlakukan seperti itu. Tandanya, Pak Wahab menanggapi serius sikap Arion. Dengan begitu juga, Arion semakin yakin kalau Pak Wahab mempertimbangkan kehadirannya untuk dekat dengan sang putri meski tersirat.

"Terima kasih, Pak." Jawab Arion. Tentu saja, dia tak akan menyia-nyiakan kepercayaan ini.

Tak butuh waktu lama, sosok yang Arion tunggu sudah memunculkan diri. Arion kembali dibuat takjub dengan penampilan Andin kali ini. Sebenarnya tidak ada yang berubah. Model gamis juga kerudung yang dikenakan tampak sama seperti hari-hari biasa, tentunya dengan warna yang sesuai dengan kepribadian Andin. Walau sederhana, selalu saja ada sesuatu hal yang membuat Andin begitu berpendar di mata Arion. Cinta. Mungkin hal itu yang membuat Andin semakin istimewa bagi Arion. Uhuk!

"Waow!" Arion menggerakkan mulutnya tanpa suara, tatapannya pun terpukau. Gerak-geriknya tentu saja tak luput dari perhatian Pak Wahab dan Bu Astrid.

Andin hanya membalas reaksi Arion itu dengan anggukan sopan. "Kita berangkat sekarang, Mas?"

"Oke. Siap!" Arion sigap berdiri. Keduanya pun sungkem pada Bu Astrid dan Pak Wahab. "Saya bawa Andin dulu ya, Bu, Pak. Saya janji nggak akan pulang larut." Dia menatap wajah orang tua Andin bergantian.

Bu Astrid mengangguk. Lain halnya dengan Pak Wahab. Pria itu masih tampak keberatan. Baru kali ini dia harus merelakan pendiriannya. Dia tak mengerti kenapa setuju saja membiarkan Andin pergi bersama pemuda yang notabene belum pernah dia kenal. Baru sekali datang ke rumah, tiba-tiba mengajak sang putri makan malam bersama keluarga. Apa yang terjadi? Mengapa dirinya menurut saja? Apakah mungkin ini satu-satunya cara untuk mulai memberi kepercayaan pada putrinya? Pak Wahab tak tahu. Lihat saja setelah ini, apakah Arion sesuai dengan penilaiannya atau sama sekali berbeda? Tapi jelasnya, satu yang Pak Wahab yakini dari Andin. Putrinya tak mungkin berani bergaul dengan laki-laki bila orang itu tak benar-benar baik, tulus, dan tak macam-macam.

A-KU & A-MUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang