BAGIAN 19 - Parviz Culinary Tower

21 4 0
                                    

Gedung berlantai lima belas itu terlihat sibuk seperti biasa. Dengan tulisan Parviz Tower di bagian depan, jendela-jendela yang mengilat di belakangnya memberi kesan elegan. Meski tak semegah Burj Kalifah atau gedung milik keluarga Ambhani, tetapi semua karyawan begitu betah bekerja di dalam. Setiap lantai terdiri dari kantor masing-masing divisi. Di lantai dasar ada lobi dengan ruang tunggu yang di desain begitu nyaman, membuat tamu yang menunggu serasa di rumah. Selain itu, di sebelah ruang tunggu terdapat kantin yang menjual produk Parviz Culinary. Mulai dari pastry, kue, cake, hingga produk kemasan. Kantin yang sama pun terdapat di masing-masing lantai divisi yang merangkap sebagai ruang istirahat pula.

Hal tersebut membuat para karyawan enggan mencari makan di luar bila jam istirahat tiba. Mereka lebih memilih pergi ke kantin. Fasilitas yang belum tentu ada di kantor mana pun. Selain kantin, terdapat juga supermarket yang bersebelahan. Di sana menjual semua produk Parviz Culinary dalam skala lebih komplit. Akses menuju supermarket bisa dilalui dengan mudah oleh para karyawan karena ada pintu khusus yang menghubungkan kedua bangunan.

Di bagian parkir basement berderet kendaraan para karyawan, di mana kali ini jauh lebih padat dari hari biasa karena acara rapat rutin bersama para manajer café milik Parviz yang berada di daerah Jabodetabek diadakan. Mobil Arion pun berada di antaranya. Sangat bisa dia parkir di wilayah direksi yang berada di bagian khusus tower, tetapi dia memilih untuk parkir di daerah karyawan saja. Dia belum menyandang status tersebut. Dia pun masih belum siap berada dalam jajaran itu.

Beberapa manajer dari beberapa cabang café terlihat mengobrol satu sama lain. Keberadaan mereka memenuhi lantai di mana aula besar berada. Mereka begitu akrab, mungkin karena durasi bekerja serta intensitas pertemuan di setiap rapat rutin, membuat hubungan mereka jadi dekat. Berbeda dengan Arion yang baru kali ini mengikuti kegiatan tersebut, dia memilih untuk naik dua lantai di atas aula menuju divisi HRD, tempat kantor Johan berada.

Arion pun sudah duduk nyaman di sofa depan meja kerja Johan. Obrolan mereka tak jauh membahas kabar para sahabat dan tentu saja, Johan pun mulai mengulik kabar tentang Andin. Dia masih saja tak percaya akan perasaan sahabatnya yang sekarang menyukai lawan jenis di luar tipe selama ini.

"Gadis berhijab, Ar? Nggak bisa ngapa-ngapain lo entar sama dia."

Arion melirik sinis. "Emang kenapa dengan gadis berhijab? Bukannya dengan begitu, mereka jauh menghargai dan melindungi diri mereka? Lagian, emang selama ini gue nyari cewek buat gue ajak tidur? Gue nggak sebusuk itu, Jo." Bela Arion. Pada Johan seorang, Arion jauh lebih jujur dan terbuka mengenai perasaannya. Karena dari keempat sahabatnya, Johan memang paling dewasa dan tenang. Dia juga selalu menjadi penengah di antara mereka. Rahasia Arion pun, sangat aman bila bersama Johan.

Johan mengangguk. Arion yang dia kenal memang pemuda yang sangat menghargai perempuan. Dia tak gampang jatuh hati dan tak pernah memperlakukan mantan-mantan kekasihnya layaknya sebuah barang, yang jika bosan langsung dia tinggal. Tapi ini Andin, gadis berhijab yang begitu santun. Bahkan sekali lihat saja, Johan sudah tahu kalau perempuan ini akan sulit ditaklukkan. Johan kembali melayangkan pertanyaan.

"Lo beneran mau serius sama dia?"

Arion mengangguk.

"Apa aja yang udah lo lakuin buat pedekate dengan dia?"

Arion mengedikkan bahu. "Masih jalan di tempat."

"Gimana bisa jalan di tempat mulu? Ini udah hampir empat bulan lo pedekate-in dia, Ar." Johan tak percaya. Kemana perginya bakat menggoda Arion? Bukankah selama ini dia saingan Dean perihal wanita? "Kemarin lo beneran udah ngajak dia makan malam di rumah? Ketemu juga sama Tante Lidya dan Oom Adi?"

Arion mengangguk lalu menarik napas panjang dan berat. "Gue nggak tahu harus ngapain, Jo. Baru kali ini gue ngedeketin cewek, tapi gue merasa kalah sebelum bergerak lebih jauh."

A-KU & A-MUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang