Zraaak! Rolling door toko alat tulis itu terbuka ke atas keesokan harinya. Seorang gadis berhijab masuk. Dia berjalan ke sudut di balik etalase untuk menyimpan kunci toko di laci meja kasir, mematikan tombol lampu teras yang menyala semalaman saat toko tutup.
Dua karyawan lain yang terdiri dari sepasang dewasa muda menyusul masuk setelah memarkir motor mereka di halaman samping toko.
"Assalamualaikum, Mbak Andin!" Sapa mereka bebarengan.
"Waalaikumsalam." Balas Andin sambil tersenyum pada keduanya. Wajah lembutnya selalu membuat kedua karyawan itu takjub.
Mereka pun mulai melaksanakan tugas, menyalakan dua unit komputer dan tiga buah mesin fotokopi. Karyawan perempuan melepas helm dan meletakkannya di ruang sebelah dalam. Sementara karyawan laki-laki sudah stand by di depan komputer. Setelah benar-benar menyala, dia memutar musik bervolume sedang.
Andin membiarkan saja kedua dewasa muda yang sudah bekerja padanya selama beberapa tahun itu. Dia sendiri membereskan meja kasir dan menyalakan komputer di sana. Bersiap melakukan stok opname dengan etalase terdekat. Memastikan barang jualannya sesuai dengan catatan dan di lapang.
"Jihan, bisa minta tolong periksain stok buku tulis di etalase sebelah situ?" Ucapnya lembut pada karyawan perempuan yang kini sedang merapikan tumpukan kertas karton di lemari besar.
"Siap Mbak!" Jihan tersenyum dan segera melaksanakan tugasnya.
Jam masih menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Lalu lintas di kompleks pertokoan dekat kampus swasta di salah satu sudut Jakarta itu mulai memunculkan kesibukannya. Kendaraan roda dua serta mobil-mobil pribadi berseliweran, mengangkut para mahasiswa yang berkuliah pagi di kampus tersebut. Deret-deret toko lain seperti toko kelontong, minimarket, serta warung makan yang menyediakan sarapan menunjukkan pula aktivitas mereka. Hanya cafe di seberang toko ATK yang belum terlihat pergerakannya. Biasanya mereka baru akan menerima pelanggan di pukul sembilan.
"Sisa enam lusin, Mbak." Seru Jihan dan dibalas anggukan oleh Andin.
"Lanjut ya, penggaris, pensil warna, sama wadah cat air?"
Jihan paham dan kembali mengecek. Dia berhitung beberapa saat bersamaan dengan itu, terdengar kericuhan dari seberang toko. Terlihat enam karyawan café sudah rapi memakai celemek hitam di balik seragam mereka -kemeja putih dan bawahan beige- sedang berdiri di masing-masing anak tangga menuju pintu masuk. Satu karyawan perempuan, memegang buket bunga. Mereka seperti sedang menyambut tamu kehormatan yang akan datang.
Andin serta kedua karyawannya saling pandang. Tumben jam segini mereka sudah siap? Ada apa gerangan? Dan kenapa juga berbaris seperti itu?
Tak lama kemudian, pertanyaan tersebut langsung terjawab ketika mereka melihat seseorang yang baru kali ini mereka ketahui, turun dari boncengan ojek online. Sesosok pemuda tinggi berpenampilan santai. Begitu simpel, tetapi tampak keren dan bermerk.
Karyawan café yang berdiri paling depan mengangkat dan siap menarik sebuah tongkat pendek berisi confetti. Mereka begitu meriah menyambut manajer -sekaligus calon pemilik perusahaan tempat mereka bekerja- yang akan memulai tugasnya hari ini. Keenam karyawan tersebut sangat antusias. Kesan kikuk dan segan yang tadinya sempat mereka rasakan saat pertama kali Arion datang, semuanya tertutupi atas keramahan serta kesederhanaan Arion ketika kunjungan ke cafe sebelumnya.
Cerdas, santai, berwibawa, dan asik. Siapa yang tidak mau dipimpin oleh orang macam itu. Satu lagi poin plus, penampilannya sangat menarik. Para mahasiswi dan pelanggan perempuan yang biasa makan di sana pastinya akan semakin betah dan mengajak lagi kawannya untuk berkunjung demi bertemu pemuda keren macam Arion. Pelanggan ramai, penjualan meningkat, bonus dan gaji tentu mengikuti.
KAMU SEDANG MEMBACA
A-KU & A-MU
RomansaArion (28) tahun. Pemuda santai yang harus resign dari pekerjaannya demi menuruti keinginan sang papa menjadi penerus bisnis kuliner keluarga. Kegiatan saat ini: mengurus cafe di sebuah gang lingkungan kampus. Andin (25) tahun. Gadis berhijab, lema...