BAGIAN 13 - Saran-Saran Menyesatkan

47 6 0
                                    

"Kak, berapa total semuanya?" pertanyaan dari seorang pelanggan yang berdiri di hadapan meja kasir membuyarkan lamunan Andin.

"Oh, eh... ya?" Gadis itu tergeragap dan sadar kalau ada barisan pelanggan yang mengantre untuk membayar. Dia pun menggeleng sekilas menyadari sikapnya. Kemudian berusaha agar tak terdistraksi oleh pikirannya dan kembali sigap memindai barang-barang dalam keranjang milik pelanggan. Menyelesaikan transaksi hingga konsumen terakhir sembari sesekali mengucapkan maaf.

Hal tersebut tak luput dari perhatian Jihan dari balik etalase seberang. Dia berbisik pada rekannya. "Mbak Andin kenapa ya, Git? Dari tadi kayak hilang fokus gitu?"

Sigit mengalihkan perhatian sejenak dari pekerjaannya mengedit laporan pesanan. Dia teliti kemudian mengangguk-angguk kecil. "Masih kaget kali, gara-gara kunjungan Ibu Pak Arion."

Benar juga! Bisa dibilang, kunjungan wanita anggun elegan tadi seperti syok terapi bagi mereka, apalagi Andin. Perempuan mana yang tak terkejut bila mendapat perlakuan seperti tadi? Tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu, tiba-tiba saja didatangi oleh seorang wanita tak dikenal -yang justru mengenal baik dirinya- dan memberi perhatian secara intens layaknya seseorang yang menemukan benda berharga. Tak lupa disertai mengelus pipi serta pandangan bahagia penuh syukur. Kalau Jihan berada di posisi begitu, pasti sudah kabur.

Perbincangan mereka pun terjeda ketika Andin meminta izin untuk beristirahat. "Aku ke masjid dulu. Mungkin sampai ashar." Lalu beranjak keluar toko membawa tote bag-nya tanpa memberikan senyuman seperti biasa. Langkahnya pun tergesa.

"I-Iya Mbak!" jawab mereka serempak dan memperhatikan Andin menghilang di balik pintu kaca.

"Lo denger tadi Mbak Andi pamitan sampe Ashar di masjid, Git?" Jihan menautkan alis, memastikan pendengaranya.

Sigit hanya mengangguk. "Iya, gue denger."

Mereka saling bertatap muka. Bila Andin berpamitan selama itu, tandanya ada suatu hal berat sedang terjadi. Apakah ini berhubungan dengan kunjungan Ibu Pak Arion? Mungkinkah dampaknya sangat serius bagi Andin? Mereka tak tahu. Mereka hanya bisa berasumsi dalam pikiran masing-masing lalu melanjutkan pekerjaan.

Sementara Andin, setelah keluar dari toko dan berjalan cukup jauh. Dia berhenti sejenak di trotoar. Membalik badan untuk memperhatikan keberadaan sedan putih yang masih terparkir di café. Matanya pun menyipit, mengalihkan pandangan ke lantai dua. Bermacam dugaan serta pemikiran berkecamuk lagi dalam kepalanya.

Kedatangan anggota keluarga Arion benar-benar membuat perhatian Andin sepenuhnya teralihkan. Tidak hanya perilaku Bu Lidya yang memunculkan dugaan-dugaan aneh dalam kepalanya, tetapi juga kehadiran Kakak Arion, Kenan. Dia tak mengira bila Pak Kenan Parviz yang selama ini hanya dia dengar nama tanpa tahu sosoknya, menimbulkan sesuatu dalam diri Andin yang sudah terkubur lama. Berusaha kuat Andin tahan agar tak menyeruak secara keterlaluan untuk mendominasi perhatian serta perasaan.

Bagaimana bisa dia tak mengenalinya? Bagaimana bisa dia tak sadar bila jarak mereka ternyata sedekat ini? Bagaimana bisa...? Andin tak lagi melanjutkan. Dia menghalau pertanyaan-pertanyaan itu jauh-jauh. Semuanya dia redam dalam kepala dan kembali melanjutkan perjalanan. Semoga setelah ini dia bisa tenang.

# # #

Belum cukup kunjungan mendadak sang mama membuat Arion pusing tujuh keliling memikirkan cara untuk mengundang Andin, malam itu kepalanya bertambah pening karena keempat kawannya tiba-tiba memunculkan diri di Kabar Kopi tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

"Ngapain mereka ke sini?" gerutunya saat menyadari siluet empat pemuda sok keren yang sudah menaiki undakan teras. "Tempat nongkrong di Jakarta tuh, banyak. Malah nongol di mari." Arion terus saja menggerutu.

A-KU & A-MUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang