BAGIAN 11 - Mengenang Yang Perlu Dikenang

45 6 0
                                    

Selama perjalanan pulang, Kenan tak henti berpikir. Apakah cara ini sudah benar? Apakah cara ini sudah tepat? Selama dua kali pertemuannya dengan Tere, tak ada hal yang mereka bicarakan menjurus pada kejadian tiga tahun silam. Obrolan di restoran saat pertemuan pertama pun secara garis besar hanya basa-basi belaka demi meruntuhkan rasa canggung menyerang akibat lamanya tak ada kontak. Rasa-rasanya seperti memulai lembaran baru kehidupan. Tanpa ada penyelesaian dan mengalir begitu saja dengan meninggalkan ganjalan besar di belakang. Tak nyaman, janggal, menyiksa.

Semula Kenan tak tahu, apakah perasaannya kali ini masih sama artinya dengan yang terdahulu. Dia juga mengira semua itu akan berkurang karena lamanya waktu yang telah berlalu. Namun, setelah melihat Tere lagi dan keadaannya jauh lebih baik, Kenan justru merasakan hal yang semakin menggebu. Meski ganjalan hati belum tuntas di masa lalu.

Kenan kembali berpikir, meyakinkan dirinya untuk menunggu waktu yang tepat. Kali ini dia harus lebih bersabar. Dia tak ingin gegabah dan terburu-buru. Hingga tak terasa, pagar rumahnya terlihat dan dia memarkir mobil saat satpam membukakan gerbang. Dia masuk rumah dan tak butuh waktu lama sudah duduk di tepian kasur King size-nya. Melepas alas kaki dan merangkak naik untuk membetulkan posisi bantal lalu duduk bersandar di kepala ranjang. Dia membuka laci meja nakas samping tempat tidur. Ada sebuah buku bersampul kulit warna cokelat.

Dia buka perlahan. Terlihat foto yang diambil sekitar delapan tahun lalu. Foto dirinya yang mengenakan setelan jas warna navy dan Tere yang berkebaya serta memakai toga. Tersenyum lebar dan terlihat bahagia. Itu adalah foto saat Kenan menghadiri wisuda gelar sarjana teknik Tere. Mengikuti jejak Kenan pada awalnya. Tetapi seiring berjalannya waktu, Tere memutuskan untuk melanjutkan impiannya dan kembali bersekolah mengambil kedokteran. Cukup telat jika melihat usia. Namun untuk mengejar cita-cita, tak ada kata terlambat. Itulah mengapa, di usia Tere yang sudah beranjak 30 tahun, dia baru selesai melaksanakan tugas internshipnya dan baru pula mendapat surat izin praktek.

Kenan membalik lembar selanjutnya. Di sana ada sebuah sketsa wajah. Sketsa wajah Tere, tampak samping.

Diperhatikan sejenak oleh Kenan lalu dia membuka lagi dan lagi. Semua yang tergambar adalah sketsa wajah perempuan itu dari berbagai angle. Kenan mengingat kapan tepatnya dirinya mulai ada hati pada Tere. Mungkin sejak pertama dia jumpa? Bukan. Tepatnya sejak pertama dia mendengar suara perempuan itu. Pikiran Kenan terbawa pada kenangan sekitar dua belas tahun lalu.

"Bang, jemput gue." Arion menelepon Kenan yang siang itu sibuk berjalan di koridor kampus. Dia baru saja selesai menemui dosen untuk mengurus sidang skripsi.

A-KU & A-MUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang