BAGIAN 27 - Di Balik Kendala Besar

63 4 2
                                    

Selepas kepergian Andin menyusul pria yang memergoki mereka, Arion hanya mondar-mandir di trotoar depan toko ATK. Dia tak bisa berpikir, dia tak bisa mengambil tindakan. Sikapnya tadi pasti kembali membuat murka pria itu. Tetapi kalau diam saja seperti ini, tak akan menyelesaikan masalah. Maka dari itu, setelah berpikir beberapa saat Arion pun bergegas menuju mobilnya yang masih diparkir di halaman cafe. Sekarang atau tidak sama sekali. Dia harus nekat bila ingin masalah ini cepat selesai dan ada jalan damai.

Belum sempat Arion membuka pintu mobil setelah menekan kunci, ponsel di saku celananya bergetar. Arion merogoh dan di mengangkat alis saat nama Andinku Sayang tertera di layar.

"Waalaikumsalam, iya, kenapa Andin?" Tanyanya cemas saat mendengar suara di seberang terbata-bata.

"Kenapa? Ada apa?" Terjeda sesaat dan mata Arion membelalak saat Andin melanjutkan kalimatnya dengan tangis terisak.

"Iya, iya. Saya segera ke sana. Kamu tenang ya... Tenang, jangan panik. Terus telepon rumah sakit atau minta tolong ke siapapun orang di situ untuk bantu bawa ayah. Saya udah berangkat!" Segera saja Arion melesak ke dalam mobil dan tanpa mematikan panggilan, dia melajukan kendaraannya menuju lokasi di mana Andin berada.

Suasana jalanan yang masih ramai di malam minggu itu membuat pikiran Arion semakin tak karuan. Dia ingin cepat-cepat sampai. Dia ingin segera tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Mas, tolongin saya..." Suara Andin yang bergetar beberapa menit lalu menghantam lagi pikirannya.

"Ayah... Ayah tiba-tiba jatuh dari motor dan nggak sadarkan diri. Saya udah telepon ambulans, tetapi katanya akan agak telat karena masih ada di arah berlawanan." Dan suara getaran itu berubah menjadi isakan panjang. "Tolong saya, Mas."

Arion menggeleng frustrasi melihat lampu lalu lintas berwarna merah. Mengapa jika terburu-buru begini, ada saja halangan menghadang yang memperlambat lajunya? Dia pun hanya bisa menggosok wajah pias mengingat suara Andin yang begitu menyayat hati. Jemarinya pun mengetuk-ngetuk roda setir tak sabar. Rasanya ingin saja dia menepikan mobil dan menaiki ojek online agar segera tiba di tempat kejadian.

Layar ponselnya yang sudah mati, kini dia raih kembali di dasbor. Nama Andin dia hubungi. Tersambung, tetapi tak diangkat. Beberapa kali percobaan masih tak diangkat. Hingga jalanan mengular memunculkan pergerakannya, telepon Arion masuk dan suara di seberang kini terdengar. Meski tak sepanik tadi, masih menyisakan kekhawatiran serta kesedihan mendalam.

"Halo, Andin? Saya udah hampir nyampe." Arion bersiap mengambil lajur kanan ketika gang menuju rumah Andin mulai terlihat.

"Saya udah perjalanan ke rumah sakit, Mas."

"Syukurlah. Ambulans udah datang? Atau orang sekitar yang nolong?" Arion pun mengurungkan niat untuk berbelok dan memilih jalan terus dengan kecepatan stagnan. Nama yang Andin sebut membuat Arion menautkan alis, kemudian melaju cepat menuju rumah sakit di mana Pak Wahab akan dirawat.

# # #

Sosok lelaki berjas yang duduk di kursi ruang tunggu IGD menjadi perhatian pertama Arion saat tiba. Dia bersyukur sekaligus bertanya-tanya, bagaimana bisa sang kakak berada di sekitar rumah Andin di malam selarut ini?

Kenan segera berdiri menyambut ketika sosok menjulang Arion tertangkap olehnya. Dia pun merentangkan tangan lalu berpelukan sejenak dengan sang adik.

"Gimana keadaan Pak Wahab, Bang? Andin di dalam?" Tanyanya beruntun sembari melongokkan kepala ke pintu kaca IGD di ujung lorong.

Kenan mengangguk dan menyuruh Arion untuk tenang. Dia pun merangkul bahu sang adik dan mendudukkannya di kursi panjang.

"Apa kata dokter? Dan kenapa lo bisa ada di sana?" Arion masih mencecar Kenan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A-KU & A-MUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang