Sejak pengenalan mendadak yang dilakukan sang papa, Arion tak bisa tidur selama beberapa hari. Hal tersebut berimbas pada kinerjanya di café. Kadang dia memilih membenamkan kepala sejenak di meja kasir ketika café tak banyak pengunjung. Beberapa karyawan pun sempat menyarankan agar Arion beristirahat di kantor, tetapi dia bersikukuh untuk tetap membantu. Dia juga mengalami penuruan rasa percaya diri untuk menemui Andin. Bagaimana tidak, tekanan yang dia terima setelah rapat rutin benar-benar menyita perhatiannya.
Dalam kurun waktu dua bulan saja, dia diminta untuk merancang strategi serta proyek baru untuk dia lakukan di Parviz Culinary. Sebenarnya dia sempat mendiskusikan hal tersebut dengan Johan. Perihal gebrakan apa yang akan dia lakukan saat menjabat nanti, tetapi semua itu tentu hanya ide random saja dan masih mentah. Banyak riset yang harus dia lakukan, banyak pihak serta profesi yang harus dia temui untuk mendukung proyeknya, dan hal itu tentu saja semakin berhasil menyita perhatian Arion.
"Pak Bos kenapa, ya?" tanya Candra sembari merapikan meja yang baru saja ditinggal oleh pelanggan. "Nggak biasanya dia lesu gitu. Kayak banyak pikiran."
Kamil mengangguk setuju. "Iya, sejak pulang rapat rutin dia jadi gitu. Gue khawatir. Apa ada hubungannya dengan Mbak Andin?" Kamil pun melongok keluar jendela. "Tapi kayaknya Mbak Andin baik-baik aja. Malah dia makin cantik."
"Kam, punya Pak Bos." Candra mengingatkan.
"Cuma muji, Can. Nggak ada niatan buat ngerebut."
"Ngerebut? Pangeran macam Pak Bos aja nggak digubris, gimana lo yang kek keset teras."
Kamil siap melempar Candra dengan kotak tisu, tetapi gelagat Arion yang semula tampak loyo dan tiba-tiba berdiri lanjut berjalan cepat keluar, membuat para karyawan saling pandang penuh tanya. Mereka pun memperhatikan kemana arah perginya Arion yang masih mengenakan celemek itu. Lalu saling bertukar senyum ketika melihat Arion masuk ke toko ATK.
"OOOH!" mereka berseru panjang.
"Nemuin pujaan hati. Biar nggak stres." Candra berkomentar lalu menuju dapur untuk meletakkan piring kotor.
Kamil juga menyusul ke meja kasir karena ada pelanggan datang.
Sementara itu, Arion mendorong pintu kaca toko ATK. Dia berjalan cepat ke depan meja kasir di mana Andin sibuk memindai barcode barang-barang milik pelanggan yang mengantri.
"Andin." Panggilnya langsung tanpa mempedulikan sekitar.
Andin yang semula fokus menatap layar komputer, dibuat bertanya-tanya akan kehadiran mendadak sosok tinggi di depannya. "Iya, Mas. Ada apa?" tanpa menghentikan memindai, Andin menatap Arion.
"Ehm... hari minggu besok kamu ada acara?"
Tit! Tit! Tit! Tit! Bunyi mesin barcode menjadi latar perbincangan kedua insan itu.
Andin berpikir sejenak dan menggeleng. "Kenapa Mas, kalau boleh saya tahu?"
"Oke. Besok saya jemput kamu. Sekitar jam sembilan pagi. Saya pingin ngajakin kamu ke suatu tempat."
Andin belum memproses kalimat itu sepenuhnya ketika Arion memutuskan untuk kembali ke café.
"Nanti saya kabarin lagi." seru Arion sambil tersenyum. Dia berjalan mundur dan memberi tanda telepon dengan tangannya lalu melambai sebelum menghilang di balik pintu kaca.
Andin membalas lambaian tangan Arion dengan anggukan. Lalu dia memandang pelanggan di depannya yang masih terkesiap melihat adegan kilat barusan.
"Dia bilang apa tadi? Ngajakin keluar?" Andin memastikan kalau tak salah dengar.
"Iya, Kak. Besok katanya. Hari minggu, jam sembilan." Ujar si pelanggan yang merupakan anak SMA.
Andin hanya menggeleng tak habis pikir lalu kembali fokus pada pekerjaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A-KU & A-MU
RomanceArion (28) tahun. Pemuda santai yang harus resign dari pekerjaannya demi menuruti keinginan sang papa menjadi penerus bisnis kuliner keluarga. Kegiatan saat ini: mengurus cafe di sebuah gang lingkungan kampus. Andin (25) tahun. Gadis berhijab, lema...