Seekor ikan panggang diulurkan Adara tepat di depanku. Aku mengangkat kepala, menatap bola mata birunya yang lembut memandangku. Dia tersenyum.
"Ini untuk makan malam kalian," ucap Adara.
"Hanya ini? apa tidak ada nasi disini?" tanya Yasa menyela.
"Tidak ada, mungkin nanti kita bisa makan nasi saat bergabung dengan rombongan Ratu Meera dan Pangeran Sena, disana pasti ada nasi," jawab Adara
"Kalian ini payah sekali, masa nasi saja tidak ada," celetuk Yasa tanpa beban, aku reflek menarik tangan Yasa. Ucapannya barusan sama sekali tidak sopan.
"Hei! Kamu bilang apa? payah? kamu pikir ini dimana? Istana?" Reiga berdiri di seberang kami, wajahnya terlihat jengkel karena ucapan Yasa barusan.
Aku menoleh kepada Yasa yang juga terlihat kesal dengan Reiga. Ah, Yasa ini, kenapa dia tidak paham dengan posisi kami sebagai orang baru di antara mereka sih? Yasa malah ikut berdiri, berkacak pinggang membalas tatapan Reiga. Membuat kondisi kami terasa tegang karena mereka berdua.
Di saat suasana kami mencekam karena ulah Yasa dan Reiga, sebelum Yasa sempat mengeluarkan suaranya melawan Reiga, Paman Azel tiba-tiba saja tertawa keras. Membuat kami semua melihat kepadanya karena kebingungan. Aneh memang, disaat Reiga dan Yasa hampir bertengkar, dia malah tertawa tidak jelas.
"Du-duduklah kalian." Paman Azel terbata-bata karena berusaha menahan tawa, "makanlah lalu tidur, jangan tambah pekerjaanku malam ini karena pertengkaran tak jelas."
Yasa dan Reiga saling tatap, sama-sama menggeram rasa merah dengan mengatupkan rahang mereka.
"Maaf, ini makanan pengembara seperti kami, nasi hanya ada di istana kerajaan dan rumah orang kaya, pengembara hanya makan hasil berburu seperti ikan ini." Adara berusaha menjelaskannya untuk menenangkan emosi Yasa.
Lekas kutarik tangan Yasa untuk duduk lagi, kemudian mengambil ikan yang diberikan Adara tadi. Aku juga berusaha menahan emosi Yasa.
"Nay!" Yasa melihat kepadaku dengan menahan kesalnya.
"Udah, Yas. Makan aja, jangan buat masalah apapun disini," tegasku dengan berbisik kepadanya.
Yasa mengembuskan nafas panjang, ia menurut dan kemudian kami menikmati ikan besar itu berdua. Sementara Adara, Reiga dan Paman Azel juga menikmati jatah mereka di seberang kami. Kami makan dengan khidmat, mendengar Paman Azel yang kembali mulai bercerita tentang dirinya kepadaku dan yasa. Ayah Paman Azel adalah pengendali api, dan ibunya pengendali air, sementara kakeknya ada yang pengendali tanah. Percampuran gen mereka di tubuh Paman Azel menjadikannya sebagai pengendali petir.
Semasa kecil, Paman Azel dan Ibu serta Paman Dan berteman dekat, mereka sering menghabiskan waktu bersama. Bermain dengan anak lain di desa tempat mereka tinggal. Hingga Ibu dan Paman Dan akhirnya migrasi ke Bumi. Paman Azel tinggal di Harsa. Hidupnya mengalami kesepian karena kehilangan teman. Namun Ia dapat kembali bangkit, melalui bantuan gurunya yang bernama Bedros, ia mulai melatih dirinya sebagai seorang petarung pengendali elemen kehidupan.
Hidup pengendali elemen kehidupan ternyata tidak terlalu baik di Harsa, mereka harus menyembunyikan jati diri mereka dari banyak orang. Hidup seperti manusia biasa lainnya agar tidak dibantai oleh pemegang kekuasaan. Hanya sebagian dari mereka yang bisa unjuk kekuatan, yaitu pengendali elemen kehidupan yang mau menjadi kaki tangan penguasa yang ambisius. Menjadi petarung bagi mereka, memecahkan peperangan di berbagai tempat.
Cerita panjang Paman Azel kembali terhenti saat kami selesai makan. Adara menambah kayu bakar di unggun kami, Reiga memberi makan kuda-kuda dengan jerami kering yang disimpannya di samping tenda. Sementara Paman Azel menyuruh kami masuk ke dalam tenda untuk tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi dan Harsa (Tamat)
Fantasy( T A M A T ) Dia tak pernah mengira bahwa kemampuan aneh yang ia miliki itu nyata. Namun ia tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikannya. ibunya dengan sangat terpaksa mengirimnya untuk belajar mengendalikan kemampuan itu dengan orang lain. petu...