Bagian 29

27 8 0
                                    

Setelah pertemuan dibubarkan, Morson membawa kami ke rumahnya. Kami keluar dari balai desa, berjalan menuju ke rumah Morson yang masih berada dalam satu pekarangan. Bunga-bunga di depan rumah Morson tampak sangat menarik dengan berbagai warna yang cerah. Jika dibolehkan, aku ingin membawa bunga-bunga ini ke Bumi untuk ditanam di halaman rumah. Pasti ibu akan sangat menyukainya.

"Berapa lama kalian akan berembuk, Kepala Desa?" tanya Gyula kepada Morson yang mengantar kami ke rumahnya.

"Takkan lama, kami butuh independensi untuk menentukan pilihan, tanpa ada pengaruh kalian. Ini keputusan sulit, jadi kami benar-benar harus mempertimbangkan semuanya dengan bijak, pagi esok pasti sudah ada keputusannya," jelas Morson.

"Tak apa, kami paham, lagi pula kami sudah sangat sering melakukan hal seperti ini." Paman Azel bersuara pelan.

Morson tersenyum ramah "Terima kasih atas pengertian kalian, posisi kalian pasti sulit dalam keadaan yang dianggap sebagai pemberontak seperti sekarang. Tapi aku akan berusaha meyakinkan mereka agar mau bersekutu dengan Ratu Meera. Kami sudah lama merindukan kepemimpinan seperti Raja Elson dulu."

"Aku tahu, banyak merindukan kepemimpinan Raja Elson, beliau memang dicintai semua rakyatnya, banyak raja-raja yang iri dengan kemasyhurannya. Hingga hanya karena satu kesalahan, beliau diperangi. Bahkan Pangeran Sena yang seharusnya melanjutkan tahtanya menjadi buronan nomor satu dunia bersama Ratu Meera," tutur Gyula.

Ah, dari tadi aku sangat ingin sekali bertanya kepada Adara dan Reiga tentang pemuka desa tadi. Entahlah, mereka terlihat berat hati untuk bersekutu dengan Ratu Meera. Tapi aku hanya bisa diam, aku tidak ingin menyinggung masalah itu di depan Morson, takut dia akan tersinggung. Adara, Reiga dan bahkan Yasa yang biasa cerewet pun dari tadi juga diam, tak ingin terlibat pembicaraan para orang dewasa.

"Oh, ya ... dua anak perempuan ini bisa tidur di rumahku, ada kamar putraku yang kosong, dia sekarang menjadi prajurit di kerajaan, jadi mereka bisa tidur disana. Kalian laki-laki bisa tidur di balai desa nanti," ucap Morson seraya melihat kepadaku dan Yaasa.

"Di kamar anakmu, Kepala Desa?" sahut Yasa yang terlihat semangat, "kami akan tidur di kamar? Apa ada kasur empuk disana?"

Aku menarik tangan Yasa dengan cepat, kami memang merindukan kasur empuk untuk tidur, tapi sekarang dia terlalu berlebihan. Bahkan terlihat tidak sopan kepada Morson. Yasa menoleh kepadaku dengan dahi berkerut.

"Iya, kasur empuk, perempuan memang harus diistemewakan, bukan?" Morson tersenyum manis kepada Yasa.

"Aku suka dengan gayamu, Kepala Desa." Yasa memberikan jempolnya.

Segera kutarik lagi tangan Yasa dan mempelototinya dengan kesal, "apa yang kamu lakukan, Yasa?" bisikku.

"Ah, aku sudah capek diam saja dari tadi, Nay. Lagi pula Kepala Desa orangnya sangat baik. Lalu apa salahnya jika kita juga bersikap baik dan akrab kepadanya?" jawab Yasa dengan enteng. Dia melepaskan tanganku dan melihat lagi kepada Morson.

"Apa juga ada makanan di rumahmu, Kepala Desa? kami belum makan malam sama sekali," ucap Yasa tanpa beban. Aku menepuk jidat melihat kelakuan sahabatku ini, benar-benar tidak bisa kupercaya dia bisa selepas itu. Aku tahu Yasa anaknya memang ceria, tapi Morson adalah orang baru yang dia kenal. Ah, bukankah dia juga bersikap seperti ini saat pertama kali bertemu Reiga? hingga mereka hampir bertengkar di Tarmas dulu, jadi pantas saja dia seperti itu kepada Morson yang sangat ramah.

"Tentu, Nak. Masih ada makanan di rumahku yang bisa kalian makan malam ini. Masakan istriku sangat enak, kalian harus mencobanya," tukas Morson.

"Oh, ya?" Yasa terlihat sangat antusias.

Bumi dan Harsa (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang