Chapter 3 : Aku Dalam Dunia Itu (3)

1.1K 202 1
                                    

Berdasarkan hasil nguping-nguping pembicaraan yang ada. Pemerintah sedang berusaha mengatasi serangan terorisme. Sesaat aku bingung, tapi itulah penjelasan yang ada.

Maksudku aku bahkan tidak punya apa-apa padaku.

Suara teriakan terdengar saat seseorang menjatuhkan telponnya yang kini berlayar merah. Suara Bihyung terdengar dari sana.

[Hai semua, sudah kubilang kan, Ini bukan sekedar permainan seperti terorisme.]

Well, itu pembalasan yang cepat. Tentu saja ini bukan serangan teroris.

Pada layar tersebut, bihyung berbicara dengan santai.

[Apa kalian masih belum paham? Parah juga ya. Apa kalian masih merasa kalau ini cuma main-main?]

[Haha, kalau berdasarkan data, orang-orang di negeri ini sangat ahli dalam bermain game. Berarti seharusnya levelnya aku tingkatkan saja ya?]

Tiba-tiba muncul jam besar di dekatku.

Aku menyaksikan dengan jelas saat angka jam itu berkurang dengan cepat.

[Jangka waktu dikurangi 10 menit.]

[Waktu tersisa 10 menit lagi.]

[Kalau dalam 5 menit masih belum ada nyawa yang melayang, maka kalian semua yang ada di dalam gerbong akan mati.]

Aku tahu ini akan terjadi.

Keributan akibat kepanikan sekali lagi mengisi kereta ini. Bahkan Lee Hyunsung, seorang tentara kewalahan mencoba menenangkan situasi.

Seharusnya aku mulai mencari dari tadi.

“O-Oi, di gerbong belakang ada yang mulai ngebunuh orang!”

Aku tersentak melihat pemandangan pembunuhan melalu kaca dii gerbong belakang. Orang-orang menuju ke sana dan memblokir pintu itu. Tidak lama mereka terhempas.

[Semua akses antar gerbong ditutup sebelum skenario berakhir.]

Jangan hanya berdiri, mulailah mencari!

Tubuhku yang kaku bergerak ke depan, menengok ke sana kemari untuk melihat adanya kemungkinan hewan-hewan kecil yang kebetulan lewat.

[Hahaha, sudah ada beberapa tempat yang tampak menyenangkan, tapi masih ada juga yang belum berbuat apa-apa. Baiklah kalau begitu, akan kuberikan layanan spesial. Saksikanlah apa yang akan terjadi saat batas 5 menitnya terlewat.]

Layar lain muncul di udara, menampilkan lingkungan kelas suatu sekolah.

Aku tahu kejadian apa yang akan terjadi di sana jadi aku memalingkan wajahku.

Cari, cari, cari! kau tidak ingin jadi seperti itu 'kan? Dimana itu? Bawah kursi, sudut kereta, sisi tersembunyi dari tempat ini, di manapun itu!

Biip biip biip biip― Suara alarm berbunyi di tengah-tengah kesunyian.

[Batas waktu telah berakhir.]

[Transaksi pembayaran akan dimulai.]

Terdengar suara letusan dan teriakan keras dari layar tersebut.

Pemandangan yang ditampilkan di layar bertema merah.  Beberapa kali, aku tidak bisa menolak melihat layar saat mencari makluk hidup. Suara itu terlalu menarik perhatian untuk diabaikan.

Seorang gadis berdiri dengan tatapan tajam di tengah pemandangan mengerikan itu.

[Channel #Bay23515. SMA Khusus Putri, Daepong, Kelas 2B, Penyintas: Lee Jihye.]

Wajah tersenyum Bihyung sekarang ditampilkan di layar.

[Bagaimana? Menarik kan?]

Menarik apanya?

Mereka yang di dalam gerbong saling menjauh dan menjaga jarak dari yang lainnya. Mereka tahu bahwa pemandangan itu bisa juga terjadi pada mereka. Kepala meletus dan darah yang menyembur keluar.

Tidak ada orang yang ingin mati.

“T-Tolong. Toloong…!”

Dari sisi lain, suara pemukulan muncul.  Itu adalah pemandangan pria putih berseragam yang menampar dan memukul nenek tua.

Di tengah-tengah itu, pria berkacamata melangkah masuk. Si Han Myungoh berbicara.

“Hei, nak. Dia itu orang tua, kenapa sih kamu ini…!”

Kim Namwoon berhenti memukul dan melihatnya.

“Apa, mau mati?”

Tentu saja, tidak ada yang mau.

“… Hah?”

Aku tahu seseorang harus menghentikan Kim Namwoon. Tapi tidak ada yang maju, semuanya memiliki kegelisahan dalam diri mereka.

Aku akui, Han Myungoh memang lebih baik daripada manusia-manusia itu.

Kakiku seolah tertancap di tanah dan tidak mau bergerak. Suara-suara mengerikan terdengar jelas.

Di atap, layar holografik besar sedang menayangkan sesuatu.

[A-Ampun!]

[Aaaack!]

[Mati kau! Mati!]

Berbagai pemandangan mengerikan saat orang-orang mati ditayangkan di sana.

Aku tidak mau mati.

Nenek tua yang meringis dan hanya bersuara meminta tolong orang lain.

“Kita harus pilih siapa yang mau kita matiin.”

Kim Namwoon itu berbicara layaknya anak nakal. Meskipun begitu, semua yang dia bicarakan masuk akal dan sesuai kenyataan. Faktanya, dia adalah orang yang cepat beradaptasi dalam perubahan  lingkungan ini.

“Coba pikir baik-baik. Dunia yang kalian kenal sudah gak ada lagi.”

“Dunia baru butuh aturan yang baru juga.”

Tidak ada yang membalas perkataannya.

“Haah… Susah banget sih nih matinya. Kalian juga cuma mau nonton aja? Mau kehilangan kesempatan?”

[Kalau dalam 5 menit tidak ada yang mati, semua yang ada di gerbong ini akan mati. ]

Tatapan mereka kini berubah.

Sejauh ini belum ada yang terbunuh. Pikiran mereka memikirkan satu rencana.

[Kalau si nenek itu tidak mati sebelum 5 menit berlalu, kita yang akan mati… ]

Mereka ingin hidup. Tidak butuh waktu lama untuk memikirkannya. Orang lain mulai bergabung dalam perkelahian itu. Sebelumnya hanya satu, kemudian dua dan bertambah terus. Mereka mengeroyok nenek tua yang memohon itu.

Aku hanya berdiri diam, tidak melakukan apa-apa sambil menyaksikan itu semua.

Jantungku berdetak dengan kencang.

Bayangan mayat yang jatuh di depan mataku masih kuingat jelas. Tubuh di kereta, kelas, serta tempat lainnya. Sesuatu meluap dalam diriku dengan cepat.

Sial. Aku tidak mau mati.

Kemudian, Itulah saat aku mendengar suara, bukan tangisan maupun teriakan.

[Kamu telah mendapatkan Atribut Eksklusif!]

Another Reader's Viewpoint |FF ORVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang