14. Diobatin

39 4 1
                                    

Abzar keluar dari gudang ketika mendapati pesan Bundanya yang sudah berada disekolah bahkan sudah berhadapan dengan Pak Deni selaku guru BK. Ia pergi berpamitan pada Rayhan untuk keluar sebentar, walau posisinya masih bermusuhan tapi tak membuat Abzar berhenti beretika. Ia hanya takut saja kalau Rayhan menganggapnya kabur.

"Bunda," panggil Abzar ketika Leva keluar dari ruangan BK.

"A, kamu nih bandel banget. Kamu kenapa sih? Kok bisa berantem sama temen kamu?" tanya Bunda dengan nada yang terdengar masih lembut.

"Maafin Aa, aku cuma..."

"Bunda gak ngajarin kamu gitu lho, kamu belajar taekwondo buat melatih bela diri yang ditunjukkan untuk melawan orang jahat, orang yang salah. Tapi, kenapa kamu pake bela diri buat ngehajar temen kamu." omel Bunda masih tidak ada nada membentak. Abzar menunduk, "Maaf."

"Jangan gitu lagi, ya, gak baik! Jangan musuhan sama temen, nanti baikan ya?"

Abzar mengangguk. "Iya, bunda. Pak Deni gak bilang apa-apa kan?"

Bunda Leva menggeleng. "Enggak kok, kamu cuma dihukum bersihin gudang aja'kan? Kerjain ya hukumannya, jangan lari dari tanggung jawab. Untung aja kamu gak diskors lho."

"Iya bunda,"

Bunda celingak-celinguk seperti mencari keberadaan seseorang. Abzar yang melihat tingkah bundanya bertanya. "Cari siapa, bun?"

"Safara, dia ada?"

"Ada, Bun. Sekarang'kan masih jam pelajaran, jadi dia ada dikelas." jawab Abzar memang benar adanya.

"Yaudah kalau gitu, bunda pulang ya,"

"Maaf ya bunda, gara-gara aku kerjaan bunda ketunda."

"Gak apa, bunda juga lagi santai dirumah." Bunda mencium puncak kepala Abzar dan mengusapnya pelan. "Bunda pulang, ya, salam buat Safa."

"Iya bunda, hati-hati ya!"

Abzar menatap kepergian bundanya yang mengendarai mobil. Ia langsung kembali ke gudang. Saat di kooridor Abzar berpas-an dengan Safara.

"Mau kemana?" tanya Abzar basa-basi.

"Ruang guru," jawab Safara singkat kemudian pergi begitu saja tanpa ekspresi diwajahnya. Abzar mendengus, dia jadi teringat kalimat akhir Safara tadi.

Sesampai di gudang, ia melihat Rayhan yang duduk santai sambil memainkan handphone. Abzar menghampirinya. "Kerja woi! Ngebucin mulu."

Rayhan yang tengah senyum-senyum sendiri karena chattingan sama pacarnya terhenti, memudarkan senyuman dan menatap datar Abzar. "Serah gue'lah, suka-suka gue!"

"Ray,"

"Paan?!" judes Rayhan, sesudah bangkit dan mengangkat kardus-kardus.

"Memar lo kok udah membaik gitu?" tanya Abzar sembari memperhatikan wajah Rayhan.

"Iya, diobatin."

"Sama siapa?"

"Temen,"

"Pake backstreet segala, gak jaman! Gue tau, ya." ujar Abzar menyeringai.

"Lo tau?" Rayhan mendelik kearahnya. Seharusnya Rayhan tidak kaget sih, karena'kan yang pengen hubungan backstreet Sarida, bukan dirinya. Ia sih fine-fine saja kalau orang lain tahu.

"Hm,"

"Jangan bilang siapa-siapa lagi," kata Rayhan.

"Kenapa?"

"Nanti cewek gue marah, dia gak suka hubungannya publik." jawab Rayhan terdengar lirih.

"Santai, asal lo lakuin sesuatu."

[2] The Hidden Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang