11. Perhatian

37 3 0
                                    

Hari Senin, satu kata yang menggambarkan Senin adalah, malas. Siapa sih yang mau hari Senin, selepas hari libur kembali masuk sekolah pagi hari. Upacara dibawah teriknya matahari. Sangatlah amat menyebalkan. Tapi sebagai warga negara Indonesia dan cinta tanah lahir, ya mereka harus menjalaninya.

Abzar kini sudah sampai di sekolah pukul 6.15 menit. Rajin? Tentu saja, tapi dia tidak serajin itu, itu memang kebetulan saja dia ingin ke sekolah jam segitu. Dia bisa saja menjemput Safara, tapi katanya gadis itu akan berangkat jam yang ia sebutkan tadi. Makanya kenapa Abzar jadi datang jam segitu.

Ternyata sudah banyak murid yang berdatangan, Abzar menghampiri Bayu yang merupakan teman sekelasnya. "Bay, tumben lo datang jam segini biasanya tepatan bel bunyi."

"Gue lagi mau rajin,"

"Terus lo juga?" tanyanya kepo. Abzar menyunggingkan senyum. "Biasa, karena ayang."

"Dih, eh, lo pernah deket sama si Listia?"

"Gak deket banget, kenapa?"

"Gue naksir, minta nomornya dong, punya gak?"

Abzar tersenyum penuh arti. "Ciee! Punya gue, nanti gue kirim ke lo."

"Banyak juga ya lo kontak cewek, bagi gue napa!"

"Dih, gue cuma nerima save doang, jarang chatan. WhatsApp gue sepi!" ujarnya, jujur. Memang, dia hanya menerima save jika mereka meminta, hitung-hitung tambah kontak. Dia tak segabut itu untuk mengechat cewek-cewek dikontaknya.

Dia hanya merespon biasa ketika mereka mulai mencoba membuka obrolan chat. Bahkan dengan Safara saja dia belum sepanjang itu isi roomchatnya.

"Iya deh, percaya," ujarnya tak meyakinkan. Abzar mendecih lalu pergi setelah mengatakan ia duluan. Dia menuju kelas yang ternyata sudah banyak manusia.

"Zar, Sella nyariin lo tadi." ucap Nafisa setelah Abzar baru mendaratkan bokongnya dikursi. "Ngapain?"

"Ya mana gue tahu," ujarnya lalu pergi. Abzar berdecak, dia mengeluarkan ponsel dan memberikan pesan pada Sella.

Beberapa menit kemudian Abzar tak kunjung pergi dari tempat. Dia hanya duduk sembari bermain handphone. Ia sedang chattingan dengan Safara, maunya sih Abzar menghampiri Safara dikelasnya tapi katanya dia gak boleh kesana. Teman sekelas Safara nanti pada heboh.

"Hey brodi!" seru Pasha menggelegar. Teman-teman sekelas hanya melirik Pasha yang sudah biasa bagi mereka.

"Ey, lo udah dateng aja," sahut Rano, melempar tasnya ke bangku didepan Abzar. Cowok itu duduk berdua sama Pasha, dibelakangnya Abzar sama Bintang. Kenneth sama Bayu disamping bangku Abzar.

"Tumben lo," celetuk Bintang seraya duduk disebelahnya. Abzar mengendikkan bahu, "Gue mau ngebucin dulu sama ayang. Taunya gak dibolehin."

"Kasian amat, haha!" gelak Pasha meledek.

"Kapan upacara?" tanya Abzar.

"Bentar lagi. Nih gue itung sampe tiga, bel langsung bunyi." ujar Rano.

Mereka hanya memperhatikan Rano yang mulai menghitung dengan jarinya. Tawa mereka seketika pecah, Rano sudah menghitung sampai tiga namun bel upacara tak kunjung bunyi. Lalu setelahnya bel langsung berbunyi. Abzar mengambil topi dan menepuk bahu Rano.

"Empat. Lo salah ngitung," ujarnya dengan cekikikan. Rano dengan wajah masamnya mencebik. "Sialan bel!"

Kelimanya berjalan menuju lapangan, disana sudah banyak murid berhamburan. SMK Daniel memang menampung murid banyak. Lihat, baru sebagian murid saja sudah membuat kepala pusing karena kebanyakan orang.

[2] The Hidden Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang