Tak hentinya ia mengukir senyum didepan cermin. Sudah sejam lamanya ia berkaca, melihat penampilannya yang terasa berbeda. Bunda memasuki kamar Abzar, ia langsung tersenyum manis ketika melihat anaknya berpakaian rapih.
"Anak bunda mau kemana nih?" tanya bunda dengan raut senyum menggoda.
"Mau ngedate sama menantu bunda," ujar Abzar.
"Udah ganteng, sana berangkat, nanti Safara lama nunggu."
"Janjiannya jam lima, ini masih jam setengah lima."
"Mending sekarang, daripada telat bikin nunggu."
Abzar mengangguk. "Iya juga, yaudah, Aa berangkat, ya? Assalamualaikum!" Ia mencium punggung tangan sang bunda. Leva mengangguk sembari mengusap puncak kepalanya. "Walaikumsalam."
Abzar mengambil kunci motornya lalu keluar kamar. Hari ini ia tidak menggunakan motor trail bermerk Honda CRF, tetapi aerox. Karena hari berbeda, jadi vibesnya harus beda juga. Motor itu punya papanya, jarang dipake karena papa Abidzar sering menggunakan mobil ke kantor.
Sesampai dirumah bernuansa minimalis. Abzar mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Safara. Dia tidak mungkin mengklakson motornya untuk memberitahu ia sudah sampai. Suara motornya yang berhenti didepan rumah saja sudah cukup memberitahu Safara.
Baru akan menelepon, Safara sudah membuka pintu lalu melempar sepatunya tepat didepan, ia duduk dan memakai sepatu sembari melihat Abzar. "Tunggu," katanya.
Abzar mengangguk. Safara memakai pakaian yang seperti biasanya. Cewek itu pakai baju kodok, dan kaos lengan pendek. Cowok itu tersenyum manis ketika Safara menghampirinya.
"Ganti motor?" tanya Safara setelah berhadapan dengannya.
Abzar mengangguk. "Masa aku pake Ron disaat lagi ngedate,"
"Ron?"
"Motor trail aku,"
"Oh,"
"Cantik banget dah pake baju itu," puji Abzar.
Safara memukul bahu Abzar. "Gak usah puji-puji! Ayo, nanti keburu abis tiketnya!"
Abzar terkekeh begitu mengetahui Safara salah tingkah. Sebenarnya bukan ngedate sih mereka, hanya nonton film di bioskop saja. Sebab, Abzar kemarin berhasil memenangkan pertandingan atas nama kelasnya. Jadi ia ingin traktir Safara.
"Beneran cuma nonton aja?" tanya Abzar. Seusai menjalani motornya.
"Pulangnya malam jam sembilan, kan?" tanya Safara.
"Dikira filmnya tiga jam? Pulang jam tujuh, lah!"
"Oh, dikira jam sembilan."
"Mau makan dulu gak nanti pulangnya?" tanya Abzar.
"Mau,"
"Siap!"
Motor Abzar sampai di basement mall. Keduanya langsung naik lift menuju lantai atas, dimana tempat bioskop itu berada. Lumayan ramai, film ini juga sedang ramai-ramainya ditonton. Judulnya the miracle in cell no 7, yang diremake versi Indonesia. Film aslinya berasal dari Korea, Safara sudah menonton versi Koreanya. Dia menangis, bagaimana menonton yang versi Indonesia-nya? Mungkin akan banjir bioskop nanti.
"Filmnya sedih, lho. Yakin mau nonton?" tanya Abzar.
"Tentang ayah. Filmnya tentang ayah dan anak, yakali aku melewatkan film ini. Lagian film horor juga gak ada yang seru,"
Abzar mengangguk. "Yaudah ini aja, daripada horor nanti malamnya gak bisa tidur."
Safara mengangguk. Mereka memesan tiket dua, tak lupa popcorn dan minumnya. Siapa yang pesan? Jelas Abzar, awalnya Safara menolak karena ia tahu popcorn di bioskop begitu mahal. Tapi dengan mudah Abzar membelinya. Maklum, anak tunggal kaya raya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] The Hidden
Teen Fiction#2 Sazar series Kisah ini hanya fiksi dan tidak satu jalan cerita dengan cerita yang pertama. Jadi kalau mau baca The Hidden lebih dulu tidak masalah. Menurut Abzar, cinta pertama itu adalah seorang ibu dan untuk kedua adalah sosok gadis manis yang...