12

1.4K 140 21
                                    

"JONGSEONG!" Heeseung mengusap air matanya kasar dan berlari kearah Jay.

"Jongseong, kemana saja kamu hah?" Heeseung berdiri di depan Jay yang membawa bucket dan ancang-ancang untuk memukul perutnya.

Bugh

"Sialan kau ya, dasar mate tidak tau diri! Hiks." Heeseung memeluk erat Jay sembari menangis. Jadi selama ini Jay itu Jongseong dan sudah tau dari awal.

"Kenapa kamu tidak bilang?"

Jay terkekeh kecil sembari mengusap rambut Heeseung gemas.

Ia menangkup wajah Heeseung dengan tangan kanannya dan menghapus air mata yang mengalir. "Alpha kok cengeng sih." Jay mengecup mata Heeseung bergantian setelahnya.

"Maaf, aku hanya kesal karena kamu,"

"Jika kamu memberitahu ku sebelumnya maka tidak akan seperti ini. Kamu tau tidak aku sangat putus asa? Aku jatuh cinta pada alpha yang sudah punya mate apalagi aku ini alpha juga." Heeseung menatap Jay dengan mata yang berkaca-kaca.

"Maaf. Aku tidak tau jika akan separah ini. Apa kamu bilang tadi? Kamu jatuh cinta padaku?"

Heeseung menginjak kaki Jay dengan sangat brutal berkali-kali. Bisa-bisanya dia masih bertanya, apa tidak dengar tadi? Heeseung kan malu jika harus mengulang apa yang ia katakan tadi.

"Kok diinjak sih sayang? Sakit loh kaki ayangmu ini, kamu ini masih alpha dan punya kekuatan yang sama denganku."

"Maka dari itu jangan macam-macam dengan alpha!" Heeseung bukannya minta maaf tapi malah menendang tulang kering Jay yang membuatnya meringis pelan.

"Kamu mau kita berkelahi disini apa bagaimana Heeseung? Kamu alpha kan? Aku tidak akan kasihan padamu sedikitpun." Jay yang kesal pun membalas Heeseung dengan cengkraman pada tangannya.

"Isshh." Heeseung menarik tangannya dari cengkeraman Jay. "Boleh saja, sudah lama aku tidak memukul orang lain." Heeseung melepaskan jas yang ia gunakan dan meletakkannya pada ayunan agar tidak kotor.

Heeseung menggulung lengan kemejanya hingga siku sembari berjalan kembali pada Jay. Jay sendiri juga membuka jas luarnya mengikuti apa yang Heeseung lakukan. Bucket bunga yang sepertinya tidak berguna ini ia lempar asal.

Akhirnya mereka benar-benar adu pukul tanpa ada rasa kasihan sama sekali. Mereka berdua tau kapasitas masing-masing jadi berusaha semaksimal mungkin untuk tidak menahan diri, terutama Heeseung. Ia sangat kesal sekali pada Jay, kenapa tidak berterus-terang saja.

Yang salah gak pekaan siapa coba, kenapa dia juga yang marah :)

Jay terkapar di tanah dengan Heeseung yang berada diatasnya. Ia sengaja mengalah karena tidak ingin lagi menyakiti Heeseung, apalagi mate nya ini tidak mau mengalah.

"Cukup." Jay menguarkan feromonnya yang lebih pekat untuk sedikit mengintimidasi Heeseung. Ia memegang pinggang Heeseung dan mendudukkan dirinya dengan memangku Heeseung.

"Aku salah, baiklah maafkan aku." Jay mengalah kali ini. Heeseung menyembunyikan wajahnya pada bahu Jay dengan menarik nafas dalam-dalam. Sudah 3 kali Jay meminta maaf tapi Heeseung masih belum tenang juga.

"Mate, maafkan aku ya." Jay mengusap punggung Heeseung lembut. Ia juga berganti menguarkan feromon yang lebih ringan sama seperti saat mereka mating.

"Kamu jahat."

"Iya aku jahat, penjahat mana pun akan kalah dengan kejahatan ku. Aku sudah menyakiti mate ku, aku berdosa. Baiklah maafkan aku sekarang." Jay sampai lelah karena tidak tau lagi bagaimana membujuk Heeseung.

"Cuddle setiap hari, ku terima maaf mu." Bisik Heeseung pada Jay yang membuat Jay ingin sekali melempar Heeseung sekarang. Kenapa gak bilang aja daritadi minta ya gitu aja, mereka kan jadi gak perlu adu argumen begini apalagi Jay meminta maaf berulang kali yang membuat harga dirinya jatuh, meluncur dan tenggelam.

Jay mengambil nafas dan berusaha tersenyum tegar. "Iya sayang, setiap hari akan ku usahakan." Heeseung keluar dari tempat persembunyiannya dan mengecup sudut bibir Jay yang berdarah karena ia pukul tadi.

"Aku mencintaimu Jay, sangat-sangat mencintaimu."

"Ya, aku juga."

"Kok kamu begitu sih? Kamu tidak cinta padaku ya?🥺"

Jay memejamkan matanya dan lagi-lagi tersenyum tegar. "Heeseung ku, cintaku, sayangku, duniaku, hidup dan matiku, mate ku. Aku mencintaimu sungguh, lebih dari apapun yang ada di dunia ini."

Heeseung membawa Jay dalam ciuman ringan tetapi menuntut. Bisa dirasakan disini darah yang ada pada sudut bibir Jay juga ikut bercampur dengan saliva keduanya.

"Aku lupa jika bibirmu terluka."

Jay hanya menatap Heeseung malas, jelas-jelas tadi udah dilihat kok apalagi Heeseung ini pelaku.

Heeseung bangun dari pangkuan Jay dan mengulurkan tangannya untuk membantu Jay berdiri. "Terima saja, kamu kalah dariku." Jay menampik tangan Heeseung dan berdiri dengan mandiri untuk kembali duduk di ayunan.

"Ohh iya Heeseung, kita bisa membangun apartemen disini dengan lantai yang tidak terlalu tinggi. Aku juga ingin membangun kembali daycare ini. Boleh?"

Heeseung duduk disebelah ayunan Jay dan mengangguk pasti. "Tentu saja, ini tanahmu. Kamu sangat mencintai ku ya hingga tidak rela jika tempat ini tidak terurus."

"Tentu saja aku sangat mencintaimu, mana mau aku minta maaf sebanyak tadi pada alpha lain? Mana mau aku mengalah dalam perkelahian kita tadi? Dan kamu masih bertanya Heeseung seberapa besar aku mencintaimu?"

"Itu sih kamu pantas mendapatkannya, aku juga sakit ini kamu pukul. DAN BERANINYA KAMU MENYALAHKAN AKU? TIDAK ADA JATAH SELAMA SEBULAN!"

Heeseung mengambil jasnya dan berjalan kembali ke penginapan. Sementara Jay juga buru-buru menyusul Heeseung, wahh tidak bisa dibiarkan, jatahnya melayang begitu saja.

Saat sampai di penginapan, Heeseung melepaskan semua atasannya karena kotor. Ia juga menyuruh Jay untuk melakukannya. "Sini duduk." Jay hanya menurut saja, ia duduk di single sofa sementara Heeseung berjalan padanya dengan kotak kecil.

"Ku obati dulu lukamu, mate." Heeseung duduk pada pangkuan Jay menghadapnya. Dengan telaten Heeseung merawat luka-luka Jay.

"Gantian nanti." Heeseung mengangguk mengiyakan.

"Bantu aku nanti, lukamu lebih parah dariku."

Jay mengangguk singkat, ia hanya diam saja saat Heeseung mengobati lukanya. Lumayan banyak sih apalagi yang lebam karena Heeseung benar-benar memukulnya.

"Cepat sembuh sayangnya Heeseung." Heeseung menempelkan plester terakhir pada kening Jay. Kini semua lukanya sudah terobati dengan baik.

"Sekarang gantian sayangnya Jay yang diobati." Jay baru saja ingin mengobati Heeseung tetapi ponsel Heeseung berdering.

"Sebentar, dimana aku meletakkannya ya?" Heeseung berdiri dan mencari darimana asal suara nada deringnya ini. Ternyata ada di atas laci.

"Iya Bu?"

Muka Heeseung sedikit bingung mendengarkan penjelasan Ibunya. Selang beberapa menit ia pun mengangguk. "Baiklah bu, besok kami akan pulang. Sampai jumpa Bu, Heeseung sayang Ibu." Heeseung meletakkan ponselnya kembali dan berjalan mendekati Jay.

"Kita harus pulang besok."

"Kenapa tidak sekarang? Ini masih pagi."

"Kamu yakin ingin pulang sekarang? Tidak ingin berkencan denganku?"

"Ohh, baiklah setelah ini kita akan berkencan."

Hati Jay berdebar hebat karena Heeseung mengajaknya berkencan. Astaga astaga, dia rasanya ingin pingsan.

.

.

.

.

.

To be Continued

Ketemu mate sayang-sayangan?❌
Ketemu mate adu mekanik✔️

Fate [JaySeung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang