First Melody

11.8K 792 36
                                    

A/N : Mulmed ada Laura yaaa!! Xixixi!!

* * *

Aku segera melayang cepat. Menuju sebuah lorong yang sepi dan terlihat kumuh. Aku menggerakan tanganku dan mengembalikan wujudku.

Tersenyum dan melangkah masuk. Ini lah pekerjaan tambahanku. Mencabut nyawa orang lain.

Aku melangkah masuk ke dalam rumah kecil ku. Ah, aku memang tinggal sendiri. Kedua orang tuaku sudah pergi meninggalkanku. Mereka sudah memiliki keluarga masing-masing. Mereka tidak membutuhkan aku.

Aku menghela napas. Mengingatnya saja sudah membuatku lelah. Tidak ada yang menginginkan keberadaanku di sini.

Aku menatap langit kamarku ini. Terlihat sangat modern dan simple. Aku tersenyum.

Mereka membayar SPP sekolah ku setiap bulannya. Mereka tidak pernah menelpon ataupun mengunjungiku.

Jadi mereka hanya menggangapku sebagai beban bukan?

Aku hanya Laura yang kesepian dan menjadi korban bully.

aku menjadi gadis yang payah.

Itulah sebabnya ada wanita yang memberikan aku kekuatan mencabut nyawa.

===

"Tidak baik gadis seperti berjalan sendirian," kata sebuah suara bass yang memasuki pendengaranku.

Membuat aku menoleh dan menatap wajahnya. "Siapa kau? Apa urusannya denganmu?"

Aku merasakan ada yang aneh dengan dia. Dia mengeluarkan pisau dari balik sakunya itu. Aku mundur beberapa langkah dan mengeluarkan seruling ku.

"Mau apa kau dengan seruling itu?" tanyanya sambil tersenyum aneh.

"Kenapa kau mengeluarkan pisau?" tanyaku.

"Karena aku lapar ...."

Mataku melotot begitu mendengarnya. "PSYCHOPATH?!!"

Dia terkekeh. "Iya, aku termasuk itu."

Aku menengakan tubuhku. Buat apa takut? Aku tidak akan terluka. Aku punya seruling yang lebih hebat dari pada pisau miliknya.

Bahkan, aku bisa membunuhnya dengan melodiku.

"Kau tidak takut heh?" dia memainkan pisaunya dengan santai.

"Tidak," aku menggengam seruling kematian dengan erat, "kau mau membunuhku?" tanyaku.

"Aku mau memakan daging mu, Nona manis," katanya. Ia berlari cepat dan mengores nadiku.

Dia melotot dan melangkah mundur. Dia tidak melihat darah keluar dari nadi ku. Ahahaha, rasakan itu.

"Kenapa? Takut?" tanyaku sambil menyeringai.

"Ka-kau bu-buk-bukan ma-man-manusia?!" teriaknya kaget.

"Aku?" seringaian puas tercetak. Aku memainkan sebuah melodi untuk dirinya.

"Ka-kau in-ini ap-apa?!" tanyanya tergagap.

Melodi ku terhenti. Cahaya hitam keluar dari tubuhnya. Aku membunuh psychopath yang ingin membunuhku. Ini keren kan?!

"Kenalkan, aku Laura, Malaikat kematian."

Angin malam berhembus. Seiringan dengan sebuah jubah langsung menutupi tubuh dan wajahku. Pakaian ku kembali menjadi gaun hitam yang cantik dan menyeramkan.
Sekarang pukul 10 malam. Suasana sepi dan ada seorang mayat di sini. Aku menyeringai kembali. Rasanya menyenangkan mendapat kekuatan ini. Aku bisa membunuh orang lain yang mengangguku. Asalkan tidak menunda kematian manusia.

Aku melayang meninggalkan mayat psycho itu di jalanan. Aku melayang menuju langit. Menuju bintang yang tidak akan pernah aku capai.

Bintang itu adalah kebahagiaan untuk diriku. Dan aku tidak akan pernah mencapai bintang itu.

===

"Di-dia mem-membunuh Devan?" tanya seseorang yang sedang mengumpat di balik semak-semak.

"Dia bukan manusia, lihat saja, tadi dia tiba-tiba menghilang," orang itu melirik teman di sebelah kirinya, "Kau melihat apa?"

"Dia memakai gaun hitam yang tertutupi jubah hitam yang menjuntai panjang," jawab orang itu.

Mata dua orang itu melotot lebar.

"Jangan macam-macam dengan sembarang orang, sudah ayo kita kuburkan dia."

===

Jam weker membangunkanku dari alam mimpi yang menyenangkan. Aku segera bangkit dan membersihkan diri. Berangkat menuju sekolah yang membosankan.

Berangkat dengan angkutan umum cukup memakan tenaga. Sekolah juga sudah cukup ramai saat aku sampai. Di sana ... seseorang telah menunggu dan ingin mem-bully-ku lagi. Dia itu Linda dan kawan-kawan.

Selalu saja. Benarkah kekuatan ini akan membuat ku bahagia? Akan membantuku membalaskan dendam ku?

Akankah aku raih kebahagiaan itu?

"Lo gak dengerin gue ngomong?" dia menarik rambutku. Membuatku tersadar kembali kedunia nyata.

"Apa?! Gue kan punya hak?! Kenapa lo ngatur-ngatur gue?!" aku menatapnya tajam.

Berhasil membuat terkejut dan melepaskan tanganya dari rambut ku. Aku menatapnya tajam dan masuk ke dalam kelas dengan santai.

Lihat? Auraku sekarang cukup mencekam bagi manusia biasa.

Laura's POV end

===

"Kita membutuhkan orang lain untuk tugas ini."

"Ta-tapi kan?! Devan saja baru saja di bunuh!" teriak seorang gadis histeris.

"Kita juga membutuhkan uang?! Kita harus mencari rekan baru!" kata seorang cowok itu tegas.

Satu cowok dari tiga orang itu beranjak pergi. Ia keluar dari hutan dan berjalan perlahan. Rekan membunuhnya, telah di bunuh oleh seorang non-manusia.

Matanya menatap sekitar. Terpaku pada seorang gadis dengan aura yang sama dengan gadis kemarin.

Akhirnya, dia mengikutinya perlahan. Sampai ke lorong kecil yang tampak sangat kumuh.

Matanya melotot lebar saat melihat perubahan pada gadis itu. Memang dia mempunyai kemampuan melihat sesuatu yang tak kasat mata.

Gadis itu mengenakan sebuah gaun hitam. Namun, tertutupi oleh sebuah jubah yang menjuntai panjang kebelakang. Tudungnya menutupi sebagian wajahnya. Pada tangan kanannya, ada sebuah seruling.

"Ehm," deham mahluk itu.

Membuat cowok itu langsung kembali ke dunia nyata. Sekarang mahluk itu berada di depannya. Matanya terlihat marah dan kesal.

"Maafkan aku, aku hanya penasaran, kau ini apa?" tanya cowok itu tanpa basa-basi.

"Aku--" gadis itu menyeringai, "--Malaikat Kematian."

"Melodi kematian ya?" tanya cowok itu santai.

"Iya, mau mendengarkannya?" tawar Laura.

"Tidak, terima kasih," tolaknya. Kalau dia mendengarnya. Dia pasti akan mati di tempat.

"Kau kenapa bisa melihatku? Siapa namamu?" tanya Laura.

"Aku punya kemampuan, dan namaku adalah Rendo."

"Oh," jawab Laura cuek.

"Kau?" tanya Rendo kemudian.

"Aku? Malaikat Kematian."

"Iya, aku tahu, namamu?"

Ia mengehela napas pasrah. "Laura."

* * *

23 Mei 2015

* * *

A/N : Aloo kalian!! Cuma mau bilang Aloo sih *plak* kalau ada yang typo bilang ke aku ya!! Aku banyak typo soalnya ... maafkan Cha :'(

Laura MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang